Mohon tunggu...
Leonard Davinci
Leonard Davinci Mohon Tunggu... Lainnya - Ketika Aku Menulis Maka Aku Ada

Maumere - Flores - Nusa Tenggara Timur (NTT)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Covid-19 Itu Sedang Mewabah di Indonesia, Bukan Hanya di Inggris

25 Maret 2020   10:20 Diperbarui: 28 Maret 2020   11:30 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Aditya Pradana Putra/Wsj (ANTARA)

Beberapa waktu belakangan ini, dunia internasional dalam keadaan siaga menghadapi wabah penyakit Coronavirus 2019 atau yang lebih dikenal dengan Coronavirus Disease (COVID-19). Penyakit yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang sebelumnya disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV) ini pertama kali teridentifikasi pada 2019 di Wuhan, Tiongkok. Penyakit ini kemudian mewabah secara global dan akhirnya masuk ke wilayah Indonesia yang menyebabkan pandemi coronavirus 2019-2020.

Pemerintah Indonesia pun langsung melakukan berbagai kebijakan untuk mencegah bahkan mengurangi penularan penyakit ini. Strategi kebijakan berupa larangan serta himbauan-himbauan diinstruksikan secara langsung oleh Bapak Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Kesehatan yang diteruskan kepada para kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota), TNI-POLRI, para tokoh agama serta seluruh lapisan masyarakat. Selain instruksi secara langsung, himbauan serta larangan juga melalui berbagai platform media, baik media cetak, media elektronik dan juga media online.

Pada awalnya, kebijakan yang diambil masih bersifat himbauan, belum bersifat larangan. Seperti, ada himbauan untuk tetap di rumah, himbauan untuk menjaga jarak aman, himbauan untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah serta himbauan-himbauan lainnya. 

Namun demikian, dengan melihat perkembangan penularan penyakit ini yang semakin masif, maka di beberapa daerah sudah melakukan kebijakan berupa larangan oleh kepala daerah setempat. Seperti, larangan untuk nongkrong atau ngumpul-ngumpul, melakukan upacara-upacara keagamaan, pesta-pesta dan yang terakhir adalah larangan untuk tidak meninggalkan tempat tinggalnya atau tidak boleh bepergian ke luar daerah. Hal ini dilakukan tentu untuk mencegah terjadinya penularan virus yang lebih masif lagi.  

Akan tetapi, sayang seribu sayang. Kenyataan yang ada di lapangan masih jauh panggang dari api. Masih banyak masyarakat yang tidak mengindahkan himbauan atau larangan dari pemerintah. Masyarakat masih sering nongkrong-nongkrong, masih sering keluyuran di malam hari, masyarakat masih memadati tempat-tempat keramaian seperti pasar dan pusat-pusat perbelanjaan, ada yang wira-wiri untuk bekerja mencari nafkah, ada yang masih menggelar resepsi pernikahan bahkan ada yang masih bepergian ke luar daerah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat seperti tidak mengindahkan himbauan ataupun larangan dari pemerintah. Faktor yang paling urgent adalah berkaitan dengan urusan perut, karena mereka berpikir apabila tidak keluar rumah berarti tidak bisa bekerja. Mereka terpaksa keluar rumah untuk bekerja demi mendapatkan rupiah agar bisa melanjutkan kehidupan.

Faktor lain, yakni karakter masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam memang cukup sulit untuk disadarkan dalam waktu yang relatif singkat. Mereka seperti menganggap remeh dengan virus yang sangat mematikan ini, sehingga mereka dengan tahu dan mau melakukan berbagai macam aktivitas sesuai keinginannya.

Sebenarnya, masih ada faktor lain yang menurut penulis cukup penting, yakni pola komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan atau menginformasikan himbauan dan larangan-larangan tersebut. Faktor ini mungkin menurut sebahgian besar masyarakat tidak terlalu penting, tetapi sangat berpengaruh terhadap proses pemahaman dari setiap informasi yang disampaikan. 

Seperti yang kita dengar ataupun yang kita baca di berbagai media, bahwa himbauan maupun larangan lebih sering menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Inggris. Misalnya, stay safe, social distancing, physical distancing, stay at home, work from home (WFH) dan lain sebagainya. Hal ini bagi sebahgian masyarakat Indonesia yang berlatar belakang pendidikan cukup dan tergolong kelas menengah ke atas, mungkin bisa memahami dengan baik istilah-istilah tersebut, sehingga mereka pun bisa mengikuti himbauan-himbauan dari pemerintah. 

Namun, tidak demikian dengan kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah dengan latar belakang pendidikan biasa-biasa saja yang mungkin kecakapan dalam bahasa Inggris pun tidak terlalu baik. Atau kemungkinan yang terburuk, bisa jadi mereka memang benar-benar tidak paham bahasa Inggris, terlebih mereka yang berdomisili di daerah pedesaan yang juga tidak terlalu melek dengan media dan perkembangan teknologi. 

Akibatnya, meskipun sudah ada himbauan ataupun larangan-larangan, tetap saja pada daerah-daerah tertentu masih saja dilanggar. Hal ini bisa disebabkan informasi yang disampaikan oleh pemerintah (komunikator) belum bisa tersampaikan dengan baik kepada masyarakat (komunikan).

Pentingnya Pola Komunikasi yang Tepat Antara Pemerintah dan Masyarakat

Pada situasi dan kondisi bencana seperti ini, pola komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat menjadi sangat penting, terlebih penggunaan bahasa serta diksi-diksi dalam menyampaikan informasi. Memang tidak sepenuhnya setiap himbauan atau larangan menggunakan bahasa Inggris, tetapi kebanyakan istilah yang kita dengar ataupun yang kita baca di berbagai media lebih sering menggunakan bahasa Inggris. 

Mungkin pemerintah ingin mengikuti perkembangan zaman, karena merupakan suatu keniscayaan. Sehingga strategi penyampaian informasi pun tergolong kekinian, dengan menggunakan pola-pola komunikasi kontemporer. Namun demikian, perluh juga diingat bahwa topografi Ibu Pertiwi ini sangat luas dengan bonus demografi yang juga berbeda-beda.

Oleh karena itu, penulis menyarankan agar pola komunikasi, dalam hal ini penggunaan bahasa serta diksi-diksi lebih bagus menggunakan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa kita, mengingat penyakit COVID-19 ini sedang mewabah di Indonesia, bukan di Inggris. Sebagai contoh, himbauan stay safe bisa diganti dengan tetap waspada. 

Demikian juga, social distancing bisa diganti dengan menjaga jarak aman, work from home (WFH) diganti dengan bekerja, belajar dan beribadah di rumah serta himbauan lainnya. Himbauan-himbauan dalam bahasa Indonesia ini harus digalakan secara masif di berbagai platform media, baik melalui sajian berita maupun melalui hastag atau tagar (tanda pagar), agar masyarakat lebih bisa memahami dan mengerti. 

Sehingga, masyarakat pun diharapkan dapat menuruti setiap kebijakan-kebijakan dari pemerintah dalam rangka mencegah dan mengurangi wabah virus ini. Tentu, ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga butuh kerja sama dari semua komponen masyarakat.

Kita berdoa semoga dengan segala daya upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, diharapkan wabah penyakit COVID-19 ini segera berlalu. Satu hal yang perlu diingat adalah, pentingnya pola komunikasi dengan mengutamakan diksi-diksi dalam bahasa Indonesia, karena COVID-19 ini sedang mewabah di Indonesia, bukan hanya di Inggris.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun