Mohon tunggu...
Leon Bhagawanta Cahyono
Leon Bhagawanta Cahyono Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Sepakbola

Penulis olahraga khususnya sepakbola dan badminton

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Brighton & Hove, Sepak Bola Atraktif, dan Pertanyaan Masa Depan The Seagulls

17 Juni 2023   11:52 Diperbarui: 17 Juni 2023   11:54 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Premier League 2022/23 menyajikan banyak tontonan istimewa dan kejutan yang tidak disangka-sangka. Salah satunya adalah keberhasilan Brighton & Hove menembus zona Eropa tepatnya zona UEFA Europa League. Keberhasilan ini tentu istimewa untuk klub berjuluk The Seagulls ini karena peringkat 6 adalah peringkat terbaik dalam sejarah Brighton & Hove yang artinya juga tim ini untuk pertama kalinya akan menginjakkan kaki di kompetisi Eropa musim depan.

Perjalanan Brighton & Hove Menuju Premier League

Brighton & Hove Albion merupakan tim asal kota Brighton and Hove yang terletak di selatan negara Inggris. Sebelum promosinya ke Premier League, Brighton & Hove lebih banyak menghabiskan waktu sebagai tim di divisi kedua dan ketiga. Tim satu ini sempat merasakan promosi ke divisi tertinggi tepatnya pada tahun 1979-80 saat di bawah manajemen Mike Bamber dan kepelatihan Alan Mullery.

Namun, masa Brighton & Hove di divisi tertinggi (saat itu disebut sebagai Division 1) hanya berjalan singkat tepatnya hanya berlangsung selama 4 musim karena harus kembali terdegradasi ke divisi kedua pada musim 1981/82 tepat satu musim setelah Alan Mullery tidak lagi melatih Brighton & Hove.

Setelah terdegradasi, Brighton & Hove tidak mampu untuk kembali ke Division 1 hingga akhirnya nama Division 1 berubah menjadi Premier League pada musim 1992/93. Pasca perubahan ini pun, Brighton & Hove masih belum mampu mencapai promosi ke Premier League hingga akhirnya pada musim 2016/17 The Seagulls mampu menyegel promosi ke Premier League di bawah komando manajer asal Irlandia, Chris Hughton, setelah menyelesaikan EFL Championship di posisi runner-up.

Brighton & Hove di Premier League

Promosi ini menandakan kembalinya Brighton & Hove ke divisi tertinggi setelah puluhan tahun atau pertama kalinya ke Premier League. Di bawah komando Chris Hughton, Brighton & Hove mampu bertahan sebagai tim papan bawah yang harus bersaing ketat di zona degradasi. Namun, masa Chris Hughton tidak bertahan lama setelah Hughton harus diberhentikan pada akhir musim 2018/19 dikarenakan hasil buruk yang membawa Brighton berakhir di posisi 17 klasemen.

Menjelang musim 2019/20, Brighton & Hove menunjuk pelatih baru dalam diri Graham Potter. Graham Potter yang ditarik dari Swansea ini terbukti menjadi pelatih yang tepat untuk Brighton & Hove. Di bawah Potter, Brighton memulai permainan sepakbola yang lebih cair dan atraktif. Potter menjadikan Brighton tim yang mampu berubah formasi sesuai dengan gaya permainan lawan dan mampu untuk dominan dalam penguasaan bola.

2 musim perdana Potter di Brighton & Hove memang belum membuahkan hasil di mana tim satu ini berakhir di posisi 15 dan 16. Namun, musim ketiga Potter di Brighton (2021/22) mulai menunjukkan hasil. Brighton menjadi tim dengan formasi paling cair di mana tim satu ini menerapkan 13 formasi berbeda dalam 38 pertandingan liga. Selain itu, Brighton juga mampu mengakhiri liga di posisi ke-9 yang saat itu menjadi posisi tertinggi Brighton & Hove sepanjang sejarah sebelum dipecahkan sendiri di musim ini.

Keberhasilan taktik Potter ini tidak terlepas dari keberadaan pemain yang fleksibel secara posisi khususnya pemain yang berposisi di pos bek dan gelandang. Nama-nama pemain belakang seperti Dan Burn, Marc Cucurella, Lewis Dunk, Pervis Estupinan merupakan bek yang tidak hanya mampu untuk bertahan namun cukup cair untuk turut berperan dalam memulai serangan dan membuka celah.

Nama-nama di posisi tengah yang diisi oleh Moises Caicedo, Alexis Mac Allister, Pascal Gross, Adam Lallana, Leandro Trossard, Jakub Moder, dan lainnya terbukti memang fleksibel untuk mampu bermain di berbagai posisi di area tengah dan tidak jarang pula sektor inilah yang menjadi penyumbang gol bagi Brighton.

Brighton & Hove di bawah Potter sempat menyajikan penampilan yang luar biasa sekaligus mengejutkan. Brighton & Hove sempat berada di zona Liga Champions sebelum akhirnya sang manajer ditarik ke Chelsea untuk menggantikan Thomas Tuchel yang baru saja diberhentikan oleh The Blues. Tidak butuh waktu lama untuk mencari pengganti, Brighton & Hove menunjuk pelatih asal Italia yaitu Roberto De Zerbi sebagai pengganti. Penggantian ini terbukti cerdas karena Roberto De Zerbi sendiri mempertahankan permainan atraktif yang dilakukan Potter dan meningkatkannya menjadi semakin baik.

Awal masa kepelatihan De Zerbi memang tidak begitu mulus di mana Brighton tidak pernah mendapatkan 1 kemenangan pun di 5 laga perdana De Zerbi sebagai pelatih. Namun, masa itu segera berlalu di mana Roberto De Zerbi mampu membawa Brighton & Hove tampil cukup konsisten di liga dan mengakhiri Premier League di posisi ke-6 yang menjadi posisi terbaik Brighton di liga Inggris dan menjadikan Brighton akan tampil untuk pertama kalinya ke kompetisi Eropa.

Brighton di bawah De Zerbi menjadi tim yang sangat dominan dalam penguasaan bola. Gaya permainan ini bahkan mendapatkan pujian dari pelatih-pelatih papan atas seperti Pep Guardiola, Mikel Arteta, dan Jurgen Klopp. Pep bahkan mengatakan bahwa De Zerbi adalah manajer paling berpengaruh dalam 20 tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari gaya permainan De Zerbi yang sangat agresif dengan mengutamakan passing-passing pendek, meminimalisir duel, pressing tinggi, dan membuka kreatifitas serta kebebasan para pemainnya.

Dalam analisa website Coaches Voice, Roberto De Zerbi memang pelatih yang sangat menyukai possesion dan bermain dengan double pivot. Double pivot ini memiliki peranan sebagai bek tambahan saat mengawali serangan dari lini belakang agar para bek sayap bisa maju ke depan dengan lebih leluasa. 

Saat menyerang, tim asuhan Roberto De Zerbi juga menekankan pentingnya area sayap. Maka dari itu, keberadaan pemain sayap yang memiliki kecepatan tinggi dan mampu menusuk ke jantung pertahanan lawan adalah hal yang penting. Tidak hanya itu, para bek sayap pun dituntut untuk maju dan membantu serangan. Hal inilah yang tepat dilakukan oleh Pervis Estupinan yang memiliki peran ofensif tinggi di tim Brighton. Estupinan sendiri memiliki kontribusi 1 gol dan 8 assist, kontribusi G+A yang tinggi untuk seorang bek. Di sini pula, double pivot memiliki peranan penting dalam menjaga garis pertahanan Brighton saat para bek sayap membantu serangan.

Taktik ini terbukti cukup sukses di mana Brighton & Hove merupakan tim dengan catatan gol terbaik ke-4 di Premier League. Jumlah gol Brighton & Hove hanya kalah dari Manchester City, Arsenal, dan Liverpool.

Problematika dan Tantangan Brighton Menjelang Musim 2023/24

Taktik agresif ala Roberto De Zerbi memang menyajikan permainan yang sangat atraktif dan memukau banyak penggemar ataupun pelatih sepakbola. Namun, bukan berarti taktik ini tidak memiliki masalah. Gaya agresif dari Brighton ini ternyata membuat Brighton lebih rapuh dalam pertahanan. Rekor defensif Brighton adalah yang terburuk nomor 2 bersama dengan Fulham di antara para Top 10 Premier League musim 2022/23. Apabila ditarik di antara 20 tim, catatan ini bahkan masih lebih buruk dari Crystal Palace dan Chelsea yang berada di peringkat 11 dan 12.

Namun, masalah Brighton tidak berhenti sampai di masalah pertahanan saja. Meskipun menampilkan sepakbola yang sangat menyerang dan sangat agresif, Brighton tidak memiliki sosok penyerang yang mampu menjadi tumpuan utama untuk mencetak gol. Di Premier League saja, 5 pencetak gol terbanyak Brighton berasal dari sektor sayap dan gelandang. 5 pemain tersebut adalah Alexis Mac Allister, Pascal Gross, Solly March, Kaoru Mitoma, dan Leandro Trossard.

Masalah Brighton & Hove juga belum berakhir dengan kurang rapatnya zona pertahanan dan ketiadaan penyerang tajam. Masalah Brighton bertambah dengan mulai diincarnya para pemain Brighton ke klub-klub papan atas. Contoh nyata dan paling baru adalah Alexis Mac Allister yang dipastikan bergabung dengan Liverpool untuk musim 2023/24. Nama lain yang tengah diincar adalah Moises Caicedo yang tengah menjadi target utama Chelsea. Selain 2 nama ini, bukan tidak mungkin apabila ada nama-nama lain yang akan menyusul apabila para klub besar ini mampu memenuhi klausul pelepasan para pemain Brighton.

Namun, manajemen Brighton & Hove juga sigap menanggapi kehilangan 2 pemain utama ini. Menjelang musim 2023/24, Brighton & Hove sudah mengamankan tanda tangan 3 pemain yaitu penyerang Joao Pedro serta gelandang James Milner dan Mahmoud Dahoud. Pergerakan sigap ini menunjukkan bahwa tim manajemen Brighton & Hove paham bahwa para pemain yang dimiliki oleh mereka memang berpotensi untuk bergabung ke klub yang lebih besar sehingga mereka harus selalu siap untuk mencari pengganti di posisi yang sama agar tidak menyisakan lubang menganga di musim kompetisi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun