Mohon tunggu...
Leon Bhagawanta Cahyono
Leon Bhagawanta Cahyono Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Sepakbola

Penulis olahraga khususnya sepakbola dan badminton

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Karena Nila Setitik, Rusak Sepak Bola Senegara

30 Maret 2023   15:15 Diperbarui: 31 Maret 2023   15:20 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyelenggaraan Piala Dunia ini dapat dijadikan Erick Thohir sebagai alat untuk akselerasi level up sepakbola Indonesia untuk menjadi lebih baik. Dengan dibatalkannya turnamen ini, PSSI kehilangan kesempatan untuk mendapatkan akselerasi dan memastikan sepakbola Indonesia yang jalan di tempat menjadi mundur ke belakang.

Tidak hanya itu, Indonesia juga terancam sanksi dari FIFA dan ada peluang juga akan digugurkan dari ajang AFC Asian Cup yang akan diselenggarakan pada 12 Januari - 10 Februari 2024 mendatang seiring dengan ancaman sanksi tersebut. Padahal, Indonesia dan PSSI sendiri belum lama mendapat sanksi internasional dari FIFA yang terakhir dijatuhkan pada 2015 akibat carut marut kompetisi dan intervensi Menpora pada PSSI. Namun, apabila sanksi kali ini benar-benar dijatuhkan, sanksi kali ini lebih memalukan karena bukan masalah di sepakbola sendiri melainkan di luar sepakbola.

Untungya, FIFA tetap berkomitmen untuk membantu Indonesia khususnya untuk mengatasi kasus Kanjuruhan dan untuk mengembangkan 

Ketiga adalah negara Indonesia sendiri. MALU!! Dengan dibatalkannya turnamen ini, Indonesia jelas menanggung malu karena dianggap tidak becus untuk menjadi tuan rumah suatu ajang olahraga internasional. Jangan heran apabila Indonesia akan diblacklist dari kesempatan untuk menyelenggarakan ajang internasional mayor seperti Olimpiade dan Piala Dunia itu sendiri (padahal Indonesia mencoba untuk menawarkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034). Indonesia akan mendapat anggapan tidak becus dan tidak profesional dari dunia internasional untuk menjadi tuan rumah suatu event bergengsi dengan situasi ini.

Namun, hal tersebut tidak salah. Tingkah laku oknum-oknum tersebut seperti anak kecil yang tidak suka dengan musuh temannya yang ikut bermain bersama mereka walaupun si teman tidak mempermasalahkan hal itu. Pikiran yang tidak dewasa dan sikap yang tidak profesional ini lah yang membawa petaka untuk Indonesia.

Keempat adalah hilangnya satu peluang untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Apabila saya menjadi orang Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tentu akan nggremeng dan kesal pada segelintir oknum-oknum itu. Piala Dunia U-20 ini dapat menjadi ajang self-promotion 6 kota yang ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-2o kepada setidaknya wisatawan dari 23 negara yang lolos ke Piala Dunia U-2o ini. 

Tidak hanya kehilangan kesempatan promosi gratis, Indonesia pun dipastikan akan kehilangan pendapatan dari turnamen ini. Diselenggarakannya Piala Dunia U-2o ini sejatinya akan membantu sektor pariwisata seperti perhotelan dan kuliner yang akan semakin dilarisi oleh wisatawan, pemain, serta staf dari 23 negara tersebut.

Catatan Akhir

Catatan terakhir ini tidak hanya ditujukan bagi Indonesia namun juga untuk komite olahraga internasional. Untuk komite olahraga internasional semestinya juga tidak turut mencampurkan urusan politik. Semangat olahraga soal solidaritas, sportifitas, dan kesetaraan tidak akan bisa tercapai apabila ada sanksi-sanski berjatuhan akibat hal-hal di luar olahraga itu sendiri. Apabila sanksi terjadi akibat tindakan dalam olahraga, okelah seperti sanksi terhadap Rusia akibat pemakaian doping secara masif. Namun, apabila sanksi olahraga dijatuhkan akibat serangan Rusia terhadap Ukraina saya rasa itu merupakan tindakan yang sangat tidak bijaksana dan sama seperti yang dilakukan oknum-oknum Indonesia, mencampuri politik dengan olahraga.

Catatan untuk Indonesia adalah SADAR DIRI. Kita sendiri masih negara berkembang dan belum memiliki kekuatan politik seperti Amerika Serikat ataupun China. Secara ekonomi dan SDM pun, kita masih banyak membutuhkan bantuan dari negara-negara maju lainnya. Untuk itu, ada baiknya kita sadar diri dan banyak belajar dari negara maju ini agar supaya di masa depan Indonesia bisa menjadi negara yang lebih baik bagi generasi masa depan. Jangan cuman mengandalkan SDA melimpah, SDA melimpah tanpa tangan-tangan orang yang kompeten hanya akan menjadi sumber daya belaka dan tidak mampu memberikan value lebih belum lagi masalah "oknum" pejabat yang cuman memikirkan kantong dan perut sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun