Per tanggal 29 Maret 2023, FIFA resmi membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Keputusan tersebut tetap diambil walaupun Pak Erick Thohir selaku Ketua PSSI sudah mencoba untuk bermediasi dengan FIFA terkait status tuan rumah tersebut. FIFA menganggap dengan situasi di Indonesia saat ini, pergelaran Piala Dunia tidak bisa diadakan di Indonesia dan FIFA akan segera mencari tuan rumah baru yang lebih becus sebagai pengganti Indonesia.
Israel U-19/U-20
Israel U-19 mampu menunjukkan taringnya di ajang kompetisi UEFA European U-19 Championship. Israel mampu memberikan permainan terbaiknya dan mampu menjadi runner-up turnamen sekaligus memastikan kelolosan mereka ke Piala Dunia U-20 yang (seharusnya) diadakan di Indonesia. Hasil ini jelas mengejutkan banyak pihak mengingat Israel jelas tidak diunggulkan untuk berbicara banyak di turnamen Eropa yang berisikan banyak sekali negara-negara tradisional dengan pemain muda yang tak kalah berbakat.
Israel U-19 (U-20) sendiri mampu lolos setelah tampil meyakinkan di kualifikasi dengan menyingkirkan Hungaria, Skotlandia, dan Turki. Pada turnamen utama, mereka ditempatkan di grup B bersama Inggris, Austria, dan Serbia. Israel mampu finish di posisi runner up dan menemani Inggris ke babak semifinal sekaligus menyegel tiket untuk tampil di Piala Dunia U-20. Tidak berhenti sampai di situ saja, mereka juga mampu menundukkan Prancis yang dikenal sebagai produsen pemain muda berbakat. Di final, mereka kembali ditaklukan di Inggris dan hanya puas menduduki posisi runner up turnamen. Namun, hal ini menjadi prestasi tersendiri karena ini adalah torehan terbaik Israel sepanjang penyelenggaraan turnamen kelompok umur milik UEFA ini.
Penolakan Terhadap Israel
Lolosnya Israel U-19 ke Piala Dunia U-2o tentu mengundang reaksi dari berbagai pihak, salah satunya adalah Indonesia yang berperan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 ini. Di Indonesia, terdapat oknum yang menolak kedatangan Israel untuk berkompetisi di Indonesia. Dari pihak partai politik, ada PKS dan PDIP serta kepala daerah yaitu I Wayan Koster (Gubernur Bali) dan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah). Kelompok tertentu pun ada yang menolak kehadiran Israel yaitu Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), FPI, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan beberapa kelompok agama di Indonesia. Penolakan Ganjar Pranowo pun menghasilkan dampak yang cukup besar apalagi Ganjar Pranowo disebut-sebut sebagai salah satu calon capres untuk pemilihan Presiden pada 2024 mendatang.
Penolakan keras ini sehubungan dengan status Israel yang merupakan penjajah Palestina, sekutu Indonesia. Padahal duta besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al Shun, mengatakan bahwa untuk kompetisi sepakbola semestinya tidak dikaitkan dengan konflik politik yang dialami oleh kedua negara tersebut dan Indonesia juga semestinya tunduk pada regulasi yang dimiliki oleh FIFA selaku badan sepakbola internasional.
Dilansir dari CNN Indonesia, berikut pernyataan Zuhair Al Shun:
"Kita tahu bahwa masing-masing federasi olahraga ini memiliki aturan sendiri termasuk FIFA. Dalam kaitan ini, Indonesia telah berhasil memenangkan bidding sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, dan tentu saja partisipasi masing-masing negara yang ikut dalam event ini, tentu tidak ada kaitannya dengan suka atau tidak suka dengan negara peserta tersebut."
Yang artinya adalah Duta Besar Palestina sendiri tidak mempermasalahkan timnas Israel untuk bertanding di Indonesia. Tapi kok justru mereka yang orang Indonesia, bukan orang Palestina sendiri malah koar-koar soal menolak timnas Israel yang notabene datang untuk main bola, bukan urusan politik apalagi perang? Israel juga lolos dengan adil di turnamen Eropa. Sungguh pola pikir yang membingungkan.
PDIP selaku salah satu parpol besar sendiri berkilah bahwa hal ini merupakan kehendak/prinsip presiden pertama Soekarno yang tidak berkenan untuk mengakui Israel sebelum memerdekakan Palestina. Alasan yang sama juga disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Â
Bagi penulis yang sejatinya juga turut mengagumi sosok Soekarno, alasan ini sangat konyol dengan 2 alasan. Alasan pertama adalah penerapan prinsip Soekarno yang tanggung, kok ya cuman diambil bagian Palestina dan Israel, nggak sekalian aja kembalikan program NASAKOM? Nggak sekalian juga memusuhi Amerika, kan dulu Soekarno juga paling anti dengan Amerika? Toh PDIP kan mayoritas di pemerintahan dan mengaku sebagi penerus trah Soekarno.Â
Alasan kedua adalah hal ini jelas mencederai nilai olahraga yang menjunjung tinggi nilai sportifitas, persaudaraan, dan kesetaraan. Penolakan terhadap Israel jelas mencederai semangat persaudaraan yang diusung oleh olahraga. (Hal ini juga yang membuat saya pribadi juga menyayangkan dan tidak setuju dengan tindakan organisasi-organisasi olahraga internasional yang melarang Rusia untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga internasional).
Bagi saya, saya tidak ingin mengomentari soal masalah penolakan dari kelompok agama. Namun, tetap disayangkan bahwa kelompok agama semestinya tidak ikut campur dalam urusan olahraga.
Mulut Oknum, Rugi Satu Indonesia
Ucapan-ucapan penolakan tersebut khususnya dari I Wayan Koster selaku gubernur Bali yang akan menjadi tempat drawing untuk Piala Dunia U-2o tersebut pun mengundang reaksi dari FIFA. FIFA memutuskan untuk membatalkan drawing di Bali dan ujung-ujungnya turut membatalkan keseluruhan Piala Dunia U-2o di Indonesia.
Penolakan-penolakan ini dijadikan dasar oleh FIFA untuk pembatalan ajang bergengsi tersebut dengan alasan bahwa situasi Indonesia dipastikan tidak kondusif untuk melanjutkan penyelenggaraan turnamen ini sehingga FIFA akan menunjuk tuan rumah baru, walaupun Erick Thohir, selaku ketua PSSI dan Joko Widodo, selaku presiden Indonesia tetap menginginkan Piala Dunia U-2o diselenggarakan di Indonesia dan keduanya sepakat bahwa olahraga tidak boleh dicampurtangani oleh politik.
Pembatalan ini jelas merugikan banyak pihak:
Pertama adalah para pemain timnas U-20 dan jajaran pelatih yang sudah pasti tidak akan tampil di Piala Dunia dengan dibatalkannya status Indonesia sebagai tuan rumah yang memberikan tiket lolos otomatis. Para pemain dan pelatih yang sudah mendedikasikan waktu pun akhirnya mendapati bahwa waktu, komitmen, dan pelatihan yang mereka jalani pun terbuang dan mimpi mereka pun dikubur hanya karena omongan segelintir orang.Â
Para pemain sudah mengungkapkan kekecewaan mereka karena mimpi mereka untuk merepresentasikan Indonesia di ajang sepakbola level dunia pupus. Tidak heran apabila suatu saat Shin Tae-yong selaku pelatih timnas Indonesia juga akan turut menyampaikan kekecewaan. Namun, meski kecewa, untungya Shin Tae-yong tetap akan membawahi timnas Indoneisa
Kedua adalah sepakbola Indonesia sendiri. Indonesia sendiri memang memiliki basis pendukung sepakbola yang masif namun pengelolaan sepakbolanya sendiri masih amburadul bahkan liga di Indonesia sendiri masih semi profesional dengan kontrak seadanya dan fasilitas dan perangkat liga yang tak kalah seadanya. Pengadaan Piala Dunia ini walaupun hanya di kelompok umur, dapat dijadikan ajang evaluasi untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia sehingga sepakbola Indonesia bisa menjadi lebih maju dan tertata karena adanya masukan baik dari FIFA ataupun negara-negara peserta piala dunia.
Penyelenggaraan Piala Dunia ini dapat dijadikan Erick Thohir sebagai alat untuk akselerasi level up sepakbola Indonesia untuk menjadi lebih baik. Dengan dibatalkannya turnamen ini, PSSI kehilangan kesempatan untuk mendapatkan akselerasi dan memastikan sepakbola Indonesia yang jalan di tempat menjadi mundur ke belakang.
Tidak hanya itu, Indonesia juga terancam sanksi dari FIFA dan ada peluang juga akan digugurkan dari ajang AFC Asian Cup yang akan diselenggarakan pada 12 Januari - 10 Februari 2024 mendatang seiring dengan ancaman sanksi tersebut. Padahal, Indonesia dan PSSI sendiri belum lama mendapat sanksi internasional dari FIFA yang terakhir dijatuhkan pada 2015 akibat carut marut kompetisi dan intervensi Menpora pada PSSI. Namun, apabila sanksi kali ini benar-benar dijatuhkan, sanksi kali ini lebih memalukan karena bukan masalah di sepakbola sendiri melainkan di luar sepakbola.
Untungya, FIFA tetap berkomitmen untuk membantu Indonesia khususnya untuk mengatasi kasus Kanjuruhan dan untuk mengembangkanÂ
Ketiga adalah negara Indonesia sendiri. MALU!! Dengan dibatalkannya turnamen ini, Indonesia jelas menanggung malu karena dianggap tidak becus untuk menjadi tuan rumah suatu ajang olahraga internasional. Jangan heran apabila Indonesia akan diblacklist dari kesempatan untuk menyelenggarakan ajang internasional mayor seperti Olimpiade dan Piala Dunia itu sendiri (padahal Indonesia mencoba untuk menawarkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034). Indonesia akan mendapat anggapan tidak becus dan tidak profesional dari dunia internasional untuk menjadi tuan rumah suatu event bergengsi dengan situasi ini.
Namun, hal tersebut tidak salah. Tingkah laku oknum-oknum tersebut seperti anak kecil yang tidak suka dengan musuh temannya yang ikut bermain bersama mereka walaupun si teman tidak mempermasalahkan hal itu. Pikiran yang tidak dewasa dan sikap yang tidak profesional ini lah yang membawa petaka untuk Indonesia.
Keempat adalah hilangnya satu peluang untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Apabila saya menjadi orang Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tentu akan nggremeng dan kesal pada segelintir oknum-oknum itu. Piala Dunia U-20 ini dapat menjadi ajang self-promotion 6 kota yang ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-2o kepada setidaknya wisatawan dari 23 negara yang lolos ke Piala Dunia U-2o ini.Â
Tidak hanya kehilangan kesempatan promosi gratis, Indonesia pun dipastikan akan kehilangan pendapatan dari turnamen ini. Diselenggarakannya Piala Dunia U-2o ini sejatinya akan membantu sektor pariwisata seperti perhotelan dan kuliner yang akan semakin dilarisi oleh wisatawan, pemain, serta staf dari 23 negara tersebut.
Catatan Akhir
Catatan terakhir ini tidak hanya ditujukan bagi Indonesia namun juga untuk komite olahraga internasional. Untuk komite olahraga internasional semestinya juga tidak turut mencampurkan urusan politik. Semangat olahraga soal solidaritas, sportifitas, dan kesetaraan tidak akan bisa tercapai apabila ada sanksi-sanski berjatuhan akibat hal-hal di luar olahraga itu sendiri. Apabila sanksi terjadi akibat tindakan dalam olahraga, okelah seperti sanksi terhadap Rusia akibat pemakaian doping secara masif. Namun, apabila sanksi olahraga dijatuhkan akibat serangan Rusia terhadap Ukraina saya rasa itu merupakan tindakan yang sangat tidak bijaksana dan sama seperti yang dilakukan oknum-oknum Indonesia, mencampuri politik dengan olahraga.
Catatan untuk Indonesia adalah SADAR DIRI. Kita sendiri masih negara berkembang dan belum memiliki kekuatan politik seperti Amerika Serikat ataupun China. Secara ekonomi dan SDM pun, kita masih banyak membutuhkan bantuan dari negara-negara maju lainnya. Untuk itu, ada baiknya kita sadar diri dan banyak belajar dari negara maju ini agar supaya di masa depan Indonesia bisa menjadi negara yang lebih baik bagi generasi masa depan. Jangan cuman mengandalkan SDA melimpah, SDA melimpah tanpa tangan-tangan orang yang kompeten hanya akan menjadi sumber daya belaka dan tidak mampu memberikan value lebih belum lagi masalah "oknum" pejabat yang cuman memikirkan kantong dan perut sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H