Mohon tunggu...
Leon Bhagawanta Cahyono
Leon Bhagawanta Cahyono Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Sepakbola

Penulis olahraga khususnya sepakbola dan badminton

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Perpisahan Tottenham dan Conte, Sebuah Kepastian

27 Maret 2023   13:01 Diperbarui: 27 Maret 2023   13:07 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 26 Maret 2023, Tottenham Hotspurs dan Antonio Conte memutuskan untuk mengakhiri hubungan kerja sama. Berita ini sejatinya bukanlah berita mengejutkan apalagi selepas komentar Antonio Conte pada 18 Maret lalu pasca ditahan imbang 3-3 oleh juru kunci Liga Inggris, Southampton, yang mengkritik keras para pemain dan manajamen Tottenham dan semenjak itu pula isu perpisahan Conte dengan Tottenham terus merebak hingga akhirnya resmi pada tanggal 26. Namun, kombinasi antara Tottenham dan Antonio Conte memang sejatinya adalah partnership yang tidak cocok sejak awal. Kenapa?

Profil Antonio Conte

Antonio Conte merupakan pelatih asal Italia kelahiran 31 Juli 1969. Antonio Conte sendiri dulunya merupakan seorang pemain yang pernah tampil di Juventus selama 13 tahun (1991-2004). Conte mengawali karir kepeletahinnya di berbagai klub gurem di Serie A seperti Arezzo, Bari, Atalanta, dan Siena sebelum ditarik untuk melatih Juventus pada musim 2011/12.

Bersama Juventus, Antonio Conte mampu meraih puncak popularitasnya sebagai pelatih. Di musim perdananya sebagai pelatih Juventus, ia mampu mengembalikan kejayaan Juventus dan mampu mengawinkan gelar Serie A dengan Coppa Italia. Spesialnya lagi, ia meraih prestasi itu tanpa tersentuh kekalahan satu kali pun di liga menjadikan Juventus tim pertama yang meraih prestasi tersebut di Serie A dengan format 38 pertandingan. Setelah kesuksesan besar di musim perdana, Conte pun melanjutkan dominasi Juventus dengan meraih total 3 gelar Serie A beruntun dalam 3 tahun kepelatihannya.

Setelah Juventus, Conte mendapat kepercayaan untuk menangani timnas Italia untuk kompetisi Euro 2016. Di bawah Conte, Italia mampu lolos tanpa sekalipun terkalahkan di babak kualifikasi Euro di grup yang berisikan Kroasia, Norwegia, Bulgaria, Azerbaijan, dan Malta. Pada kompetisi Euro 2016, walau lolos sebagai juara grup mereka hanya mampu menembus babak perempatfinal pasca ditumbangkan Jerman melalui babak adu penalti.

Pasca Italia, ia pun menerima tawaran untuk melatih Chelsea pada musim 2016/17 di mana pada musim yang sama pula Conte sukses mempersembahkan gelar Liga Inggris terakhir Chelsea. Musim kedua Conte di Chelsea menjadi kebalikan darii musim pertamanya, di mana Chelsea terlempar dari zona Liga Champions yang menyebabkan Antonio Conte dicopot jabatannya dari Chelsea.

1 tahun setelah dilepas dari Chelsea, Conte menerima pinangan Inter Milan dan sama seperti di Chelsea dan Juventus, ia mampu mengakhiri dominasi Juventus dan menjadi juara Serie A di musim 2020/21. Namun, ia mundur dari Inter seusai ketidaksetujuannya dengan kebijakan transfer klub. Setelah itu, secara mengejutkan Conte bergabung dengan Tottenham yang secara kebijakan transfer juga tidak lebih baik dari Inter Milan. Hasilnya akhirnya pun tidak mengejutkan, transfer yang mengecewakan ditambah minimnya ambisi akhirnya membuat Conte meledak dan berpisah dengan Tottenham.

Conte sendiri mendapat kredit sebagai pelatih dengan mental juara dan kejeniusan taktis papan atas. Conte sendiri menjadi pelatih yang mampu mempopulerkan kembali formasi 3 bek yang pada masa itu sudah sangat jarang dipakai. Di saat yang bersamaan, Conte juga dikenal sebagai pelatih yang kritis terhadap pemainnya sendiri dan tim manajamen dari klub yang dilatihnya khususnya terkait kebijakan transfer dan ambisi klub yang tampak saat ia melatih Inter dan Tottenham. Conte akan mengkritik habis-habisan apabila ia dibatasi dalam pergerakan di bursa transfer sehingga tidak mampu untuk mengimplementasikan taktik dengan pemain pilihannya.

Tottenham Hotspurs

Tottenham merupakan klub asal London yang berdiri di tahun 1882. Tottenham sendiri memiliki prestasi sebagai juara Liga Inggris sebanyak 2 kali dan terakhir didapat pada tahun 1960/61. Selain itu, Tottenham juga memiliki 8 trofi Piala FA, 4 trofi Piala EFL (sekarang Carabao Cup), 7 trofi Community Shield, 1 trofi UEFA Winners Cup, dan 2 trofi Europa League.

Pemilik Tottenham saat ini, Enic International Ltd., merupakan pemegang saham mayoritas Tottenham sejak 2001. Enic yang dibawahi Joe Lewis mempercayakan posisi direktur eksekutif Tottenham kepada sosok yang cukup dibensi fans saat ini, Daniel Levy. Mereka mengawali pembelian Tottenham pada 1991 bersamaan dengan masuknya Alan Sugar dan Terry Venables yang membeli Tottenham. Pada 2000, Venables sudah tidak berada di jajaran manajemen Tottenham dan Sugar ingin menjual Tottenham. Peluang tersebut pun disambar oleh Enic International yang membeli saham milik Alan Sugar.

Di bawah Enic International Ltd., Tottenham seret akan prestasi. Mereka hanya mampu meraih 1 trofi EFL Cup yang diraih di tahun 2007/08 di bawah kepelatihan Juande Ramos. Tottenham juga membangun stadion baru yang baru peroperasi pada musim 2018/19 lalu dengan nama Tottenham Hotspurs Stadium.

Belakangan, Tottenham memang mengalami peningkatan dengan seringkali memberikan kejutan dengan memberikan perlawanan sengit kepada tim-tim papan atas tradisional Liga Inggris ditambah dengan kelolosan mereka ke final Liga Champions 2018/19 di bawah Mauricio Pochettino. Namun, status Tottenham hanya sebatas sebagai "pengganggu" dan "tim kuda hitam". Mereka kesulitan untuk betul-betul bersaing untuk menjadi tim juara.

Hal ini tidak terlepas dari kebijakan transfer Enic International dan Daniel Levy yang terbilang pelit. Di saat tim lain rela menggelontorkan dana besar untuk memboyong pemain bintang, Tottenham hanya merekrut pemain akademi, pemain-pemain muda berpotensi, pemain tua, atau pemain dengan level medioker. 

Tottenham sangat jarang merekrut pemain dengan status bintang. Beberapa perekrutan dalam skuad saat ini memang mampu tampil bersinar seperti Son Heung-min, Pierre-Emile Hojbjerg, Cristian Romero, Hugo Lloris, dan Dejan Kulusevski. Namun, di luar mereka dan Harry Kane pemain yang lain tidak mampu menjadi pemain yang diandalkan untuk bersaing menuju gelar juara.

Masa Antonio Conte di Tottenham

Antonio Conte ditunjuk sebagai pelatih Tottenham 2 November 2021 untuk menggantikan Nuno Espirito Santo yang memberikan hasil buruk untuk Tottenham. Di bawah asuhan Conte, Tottenham mampu tampil baik dan sukses mengakhiri musim di zona Liga Champions. Di musim 2021/22 ini, Tottenham merekrut Rodrigo Bentancur dan Dejan Kulusevski dari Juventus di bursa transfer pertamanya bersama Conte. Perekrutan ini sejatinya terbilang oke karena Kulusevski mampu tampil apik dan Bentancur dapat menjadi langgangan starter di Tottenham.

Musim panas 2022/23, Tottenham melakukan beberapa perekrutan pemain dan boleh dibilang di bursa kali ini Tottenham merekrut Richarlison, Yves Bissouma, Destiny Udogie, Djed Spence, Ivan Perisic, dan Fraser Forster ditambah dengan meminjam Pedro Porro, Arnaut Danjuma, dan Clement Lenglet. Mereka juga mempermanenkan status pinjaman Cristian Romero dari Atalanta. 

Hasil yang didapat dari bursa ini cukup mengecewakan. Kebijakan transfer ini pun dikritik cukup keras oleh fans mengingat Tottenham sendiri memiliki lubang di berbagai lini khususnya di lini bek sayap yang merupakan posisi krusial dalam skema Conte.

Namun, manajamen Tottenham tidak merekrut pemain papan atas untuk menjadi starter melainkan merekrut pemain muda semacam Udogie dan Spence yang bahkan kembali dipinjamkan ke klub lain untuk mendapatkan menit bermain. Perekrutan Richarlison, Lenglet, Danjuma, dan Bissouma pun kurang sukses karena mereka tidak mampu memberikan kontribusi signifikan untuk tim. Padahal, untuk bersaing di papan atas mereka membutuhkan dampak instan dari pemain baru mereka.

Tidak heran apabila baik Jose Mourinho dan Antonio Conte mengeluhkan kondisi Tottenham. Skuad yang compang camping ditambah manajemen yang tidak mau bergerak untuk memperbaiki skuad tentu akan menyulitkan kedua manajer ini yang memiliki visi untuk menjadi seorang juara.

Masa Depan Tottenham

Tottenham kini tengah mencari pelatih baru untuk menggantikan Antonio Conte. Nama yang awalnya ramai berhembus adalah Thomas Tuchel, eks pelatih Chelsea. Namun, negosiasi dengan Tuchel ini pun dibajak oleh Bayern Munchen yang meneken kontrak dengan Tuchel terlebih dahulu untuk menggantikan Julian Nagelsmann di kursi pelatih kepala Bayern Munchen. Tuchel sendiri mengakui hal ini di konferensi pers awalnya di mana ia sempat ditawari pekerjaan oleh Tottenham sebelum mendapat panggilan dari Munchen.

Maka dari itu, nama kedua yang santer dikabarkan akan merapat adalah pelatih yang baru saja diberhentikan oleh Bayern Munchen yaitu Julian Nagelsmann. Julian Nagelsmann sendiri merupakan tipe pelatih yang memiliki mentalitas mirip dengan Pochettino. Ia merupakan tipe pelatih yang mampu menyesuaikan dengan kondisi tim sehingga dapat memaksimalkan hasil dengan skuad/budget yang ada.

Namun, siapapun pelatih yang nantinya ditunjuk oleh Tottenham, manajamen mesti memberikan dukungan kepada pelatih khususnya soal kebutuhan untuk skuad. Daniel Levy mesti mendengarkan kebutuhan pelatih dan mencari pemain sesuai dengan kebutuhan/permintaan dari pelatih yang didapat. Apabila kepelitan dan perekrutan asal-asalan ini tidak kunjung berubah, Tottenham tentunya akan kesulitan untuk bersaing di papan atas Liga Inggris.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun