Mohon tunggu...
Ays Laratmase
Ays Laratmase Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nunu oli Nunu seli Nunu karipatu Patue karinunu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mama

21 Februari 2018   07:18 Diperbarui: 21 Februari 2018   07:44 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku anak sulung dari tiga bersaudara. Aku terlahir dengan fisik yang lemah. Berat  badanku 2 Kg dengan panjang 38 cm. Menurut dokter waktu itu ibu kurang mendapat asupan gizi yang memadai. Demikian tutur ibuku kepadaku kala aku bertanya tentang kelahiranku. Maklum kami berasal dari keluarga yang tergolong miskin. Ayahku seorang buruh serabutan dengan penghasilan yang bergantung pada nasib baik.

Sejak masuk SMA, hidup keluarga lebih baik. Papa bisa memiliki pekerjaan yang tetap walau penghasilannya pas-pasan. Suatu hari mama menghadap Majikan papa dan meminta kemurahan hatinya untuk membiayai sekolahku. Koh Long, majikan papaku, bersedia dengan syarat gaji papa dipotong lima persen sebagai bagian tanggung jawab papa. Saat itu aku marah namun aku diam. Demikianpun sama halnya saat  tamat SMA. Kali ini potongan gaji papa dinaikkan delapan persen. Waktu itu aku marah setengah mati, tapi apa dayaku?  Akupun berangkat kuliah

***

Setiap bulan mama meneleponku. Ia hanya ingin mendengar ceritaku saja. Aku bahagia karena ia ingin mendengarkan kisahku. Tapi aku marah karena ia tidak pernah jujur dan terbuka tentang keadaan dirinya. Ia tahu aku cemas, tapi selalu berlaku demikian. Sayapun bercerita panjang lebar tentang kuliah, kegiatan harian dan banyak hal lain lagi. Kalau akhir semester, wajib dikirim transkrip nilai!  Aku marah tapi aku menyimpannya di dalam hati.

Sampai suatu saat:

"Minggu depan mama tunggu transkrip nilainya."

 "Ah.... Bagaimana kalau semester depan saja. Skalian transkrip nilai semester 4, 5, 6" aku mencoba menghindar

Tidak! Minggu depan mama mesti trima. Tidak ada alasan!" Mama bersikeras

"Untuk apa?" saya menjawab dengan nada ketus.

"Sudah tau alasannya, masih tanya lagi." Suara mama makin meninggi.

"Untuk apa?" pertanyaan saya membuat mama berada di puncak kemarahan.

"POKOKNYA MIGGU DEPAN TITIK!" Ia berteriak di ujung telepon.

Seketika darahku mendidih, "OH SUPAYA MAMA PUNYA KESEMPATAN UNTUK MENERIMA PUJIAN DARI KOH? SUPAYA MAMA TIDAK KEHILANGAN MUKA? SUPAYA MAMA DISEBUT BERTANGGUNGJAWAB?  SAYA MALU MA HIDUP KARENA DIKASIHANI ORANG. MULAI SEKARANG SAYA AKAN MEMBIAYAI DIRIKU SENDIRI. Sejurus kemudian saya menutup telepon.

Sejak saat itu aku mencari pekerjaan dan mebiayai kuliahku sendiri. Aku menerimanya. Aku membuktikan bahwa aku tak butuh dikasihani. Aku mampu berdiri di atas kaki sendiri.

Sejak saat itu juga, mama tak pernah lagi meneleponku lagi. Jujur, aku rindu mama. Aku rindu mendengar suaranya. Tapi rasa rindu itu terhimpit oleh gengsiku yang besar. Aku mulai kehilangan mama.

***

Kuliahku selesai tepat waktu. Aku pulang ke rumah. Aku bertemu dengan papa dan adik-adikku. Tapi mama tidak ada. "Mama di mana?" Raut wajah adik-adikku menjadi tegang. Papa kemudian menyerahkan sepenggal surat.

Ka,

Suatu subuh mama pulang kerja. Pria beristri yang barusan tidur dengan Mama mengingkari janjinya untuk menikahi Mama. Ia memukul dan menganiaya Mama. Mama pulang dengan hati yang hancur dan tubuh remuk. Mama kehilangan orang yang mama cintai. Mama kehilangan muka. Mama kehilangan martabat sebagai seorang wanita. Jangan Ka tanyakan soal Keluarga? Mama hanya sebatang kara.

Dari dulu sudah begitu. Oh..... lengkaplah sudah penderitaan mama.....Kalau sudah begitu apa gunanya hidup? Subuh itu mama hanya berpikir untuk mengakhiri hidup. Bagaimana cara yang manis untukmelakukannya? Supaya setidaknya  mama pernah merasa manis di akhir hidup ini. Jembatan jalan masuk kampung kita, itu tempat yang indah untuk mati.

Tepat di depan jembatan itu, mama melihat ada kardus di pinggir jalan dan mendengar suara tangisan bayi. Mama mendekati kardus itu dan menemukan bayi tampan di sana. Ia sebatang kara sama seperti mama. Mama mengangkat bayi itu dan menggendongnya. Bayiitu diam.Mama kemudian membawa pulang bayi itu.

Ka

Kamulah bayi itu. Kamulah bayi yang membuat mama lupa  untuk bunuh diri dan takkan pernah bunuh diri lagi.Kamulah yang alasan mama untuk hidup. Kamulah alasan mama keluar dari dunia malam. Mama meninggalkan lembar masa lalu yang kelam. kamulah yang membuat papa jatuh cinta pada mama dan berani menanggung malu menikahi mantanP SK ini.

Ka

Terima kasih sudah mengingatkan mama waktu itu. Mama sadar mama mesti membiayai kamu dengan membiayai kamu dengan keringatku sendiri. Mama takut berjumpa dengan orang lain. Mama takut kenangan masa lalu bergema kembali. Yang bisa mama buat hanyalah meminta belas kasih orang lain.

Tapi sekarangmama sudah punya pekerjaan yang tetap Mama sudah siap dihina. Mama sudah siap dicemooh. Ketika orang mengangkat masa lalu mama. Tak gentar mama menghadapinya.

Gaji penghasilan mama pas-pasan. Mama dan Bapa sepakat untuk menghentikan pinjaman dari Koh Long. mulai semester ini kamu bisa kuliah dari gaji mama juga. Maka dengan bangga mama mengirim uang untukmu anakku sayang.

Peluk dan cium dari jauh

Mama

Aku menangis sejadi-jadinya. Aku malu pada diriku sendiri. Gengsi dan rasa marah telah mengeraskan hatiku.  Kini pikiranku terang dan hati melembut, tapi aku sungguh-sungguh kehilangan mama. Mama meninggal dalam kecelakaan lalu lintas waktu pergi kerja seminggu setelah mengirim surat ini dan hasil keringatnya untukku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun