Mohon tunggu...
Leo Kusima
Leo Kusima Mohon Tunggu... profesional -

Tidak lulus SMA karena sekolah disegel rejim suharto. berkecimpung di bidang transportasi (sistim transportasi) Jembatan/Jalan Layang khusus untuk motor dan sepeda

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Penerbangan Angkot Air

16 Mei 2015   16:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:55 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam 4 bulan, saya telah naik 6 kali penerbangan (yang katanya) perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia (dalam jumlah penumpang), yang mempunyai armada pesawat ratusan.

Dalam 6 kali penerbangan, saya merasa dongkol dengan Angkot Air yang kelas angkot ini:

3 kali penerbangannya dibatalkan, dan digabung dengan penerbangan berikutnya.  Cara ini persis apa yang dilakukan Metro Mini yang menggabungkan dua Metro Mini bila sudah dekat dengan terminal.  Atau karena jumlah penumpangnya tidak memuaskan, maka dua penerbangan digabungkan. 3 penerbangan ini adalah  Solo - Jakarta, Singapore - Jakarta dan barusan Jakarta - Semarang.  Jadi, pembatalan flight sampai 50%.

Dalam 6 kali penerbangan, yang ontime (walaupun meleset sedikit, 15 menit) hanya 3 kali.  2 kali setelah flight di cancel dan digabung dengan flight berikutnya, terbangnya delay. 1 kali lagi yang tidak cancell, tapi delay 1 jam.  On time performance hanya 50%.

Ketika para penumpang sudah masuk ke pesawat, Angkot Air TIDAK MENYALAKAN AIRCONNYA, karena sesuatu hal, maklum, pesawat yang dibeli dari Amerika ini memakai AC kelas KW-2, pramugari mengumumkan AC baru dihidupkan setelah terbang tinggi (mungkin takut AC-nya rusak), kita dongkol, tapi pikir-pikir, namanya saja Angkot Air, biasa Angkot juga tidak pakai AC, ya sabar lah.

Pada Trip terakhir (dari Semarang ke Jakarta yang delay), dalam perjalanan setelah take off walaupun AC dihidupkan,  tidak terasa sejuk, setelah tiba di Jakarta, turun di terminal 3, kemudian turun pesawat naik ke Bus penjemput, ternyata AC di Bus penjemput Sangat dingin.  Saya jadi heran masa perusahaan Boeing membuat pesawat yang AC-nya bisa kalah dingin sama Bus?

Pak Jonan telah melarang Low Cost airline dalam negeri jor-joran harga sehingga mengabaikan keselamatan dan service,  Maka setelah peristiwa Air Asia, harga tiket ada kenaikan.  Dalam kondisi harga minyak Internasional yang merosot, seharusnya AC dihidupkan semenjak penumpang mulai cek in, tapi kelihatannya Dirjen perhubungan udara tidak mengontrol hal demikian, saya sarankan :



  1. Jika airline terlambat lebih dari 30 menit, maka didenda 5% dari harga tiket dan dibayar langsung ke penumpang.  Jika terlambat lebih dari 60 menit, denda 10% dari harga tiket langsung dibayar kepada penumpang.


  2. Jika AC tidak dihidupkan, didenda bayar 20,000 rupiah sebagai pengganti fasilitas AC yang dikorup oleh airline.  Langsung dibayar kepada penumpang.


  3. Sekarang airport tax dan fuel charge langsung sudah di tiket, bila penumpang batal karena jalanan macet sehingga terlambat, tiket hangus, seharusnya airport tax dan oil surcharge harus dikembalikan.

Angkot air mengapa bisa berkembang demikian cepat?  karena dia mendapat jatah banyak penerbangan.  tapi angkot air licik, kalau penumpang sedikit, maka dia batalkan flightnya dan digabung dengan flight berikutnya, sehingga airline lain tidak bisa minta jatah jadwal penerbangan nkarena flight slotnya habis.

Seharusnya Dephub periksa, Angkot airline telah membatalkan berapa flightnya?  bila pembatalan sampai 30 %,  (pengalam saya telah mengalami pembatal 3 kali, sebanyak 50%).  Maka jatah jadwal Angkot Air harus dikurangi 30%, dan jatah ini diberikan ke airline lain.  Dan pembatalan penerbangan sekali didenda (diterima pemerintah) misalnya 5 juta rupiah per penerbangan.  Dengan demikian, Low Cost airline pasti tidak berani sembarangan membatalkan penerbangan.  Angkot air selalu maaf terjadi delay karena operasion reason !  Apa itu operation reason ?  mohon penjelasan.

Kami juga kritik Angkasa Pura, di Soeta setiap terminal ada belalai, tetapi setiap Low Cost airline tidak memakai belalai, apa sebabnya?  karena ditagih mahal jika memakai belalai?  atau AP Soeta dan Angkot air berminat melatih penumpang banyak berjalan kaki agar sehat?  untuk apa belalai (air bridge) dibuat menghabiskan dana pembangunan?

Terakhir saya mau sampaikan saya kena dampak police pak Menhub yang melarang membeli tiket di airport, saya rapat di Jepara, karena tidak tahu kapan rapat selesai, maka saya tidak beli tiket dulu dan saya berangkat dari Jepara jam 1400 dengan travel, karena perjalanan macet, maka saya tidak beli tiket sebelum sampai di airport A. Yani, saya pikir setelah tiba baru beli online memakai smartphone, eh eh eh, tahu tahunya web site Angkot Air tidak bisa membeli tiket pada hari keberangkatan, akhirnya saya bermalam semalam di Semarang.  Dasar Angkot airline.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun