Jokowi adalah kader dari PDIP. Kita tahu, PDIP adalah keturunan buah pikiran dari Bung Karno, NASAKOM, Nasionalis, Agama dan Komunis (Sosialis). Ketum PDIP meneruskan kelapangan dada dari Bung Karno, menampung aspirasi dari ketiga unsur, dan menyatu dalam PANCASILA dan mewujudkan Indonesia yang lebih baik melalui PDIP. PDIP adalah NASIONALIS SOSIALIS.
Salah satu ciri dari unsur sosialis adalah menghormati dan memandang orang miskin, orang kecil sebagai anak sendiri, lain dengan gaya golkar, demokrat yang NASIONALIS KAPITALIS, anggap orang miskin, orang kecil itu bawahannya, yang perlu "ditolong" karena saya "baik hati", kurang tulus. Sedangkan hanura dan gerindra walaupun nasionalis, tapi pendirinya berunsur militer, dan militer Indonesia sejak dipegang suharto, mempunyai rekam jejak yang FASIS, membunuh rakyat tanpa diadili, membunuh "preman" tanpa diadili, tidak menganggapi HUKUM. Mereka adalah Nasionalis militer brutal.
Ketika aHok masih menjadi anggota DPR dari golkar, dan ketika dia mempromosikan untuk mau menjadi gubernur DKI (sebelum kerja sama dengan Jokowi), dalam suatu kampanye aHok, saya tanya, Hok, kamu dari partai mana sih? Dia menjawab dengan BANGGA, golkar dong. Saya tanya, koq dari golkar? dia bilang golkar mempunyai wawasan paling luas. Saya agak geli, karena ketum golkar mempunya cacat dalam masalah Lapindo, dan masalah-masalah lain.
Karena berlatar Nasionalis Sosialis, jelas PDIP mendapat kebencian dari golongan Islam Ekstrim, antara lain dari golongan yang mendirikan DI/TII. Tentu termasuk tentara yang pernah mengkudetakan Bung Karno! Kalo Golkar dan PD, karena perbedaan aliran kapitalis dan sosialis, tidak bisa menyatu dengan PDIP.
Salah satu ciri khas dari sosialis atau aliran komunis di dunia, adalah sangat dekat dengan rakyat, logo dari Mao Ze Dong adalah "melayani rakyat" (Wei Ren Ming Fu Wu). maka dalam memimpin, gaya ini juga terimplementasi didalamnya, antara lain BLUSUKAN, Menaikkan GAJI UMR, Menyingkirkan pejabat yang korupsi (bukan seperti Polda Jabar yang melindungi susno). Maka melihat gaya Jokowi blusukan, sutiyoso merasa gerah, mengkritik gaya Jokowi berblusukan. Karena sutiyoso paham, si Jokowi ini beraliran sosialis. Jokowi bukan aliran otoriter militer dan kapitalis tamak brutal seperti orang orang Lapindo. Jokowi tidak korup, sehingga membuat banyak pimpinan menjadi gerah melihat Jokowi yang bersih. Maka, mereka banyak menyerang Jokowi.
Rakyat Indonesia perlu mengerti, bahwa gaya Jokowi jika dilaksanakan pada order baru, Jokowi bisa di CAP KOMUNIS/PKI. Contoh order baru takut sama orang yang pro rakyat dan bersih adalah tindakan suharto menyingkirkan Jenderal M. Jusuf.
Sedangkan aHok, terlahir dari dukungan golkar, kemudian loncat ke gerindra (karena didukung prabowo untuk menjadi cawagub). Dia datang dari partai yang beraliran nasionalis kapitalis, dan kapitalis brutal militer. maka gaya kerja dan pikiran dengan Jokowi PASTI BERBEDA! Sekarang, masih mesra, belum tahu berapa tahun kemudian, apakah masih mesra.
Orang Kapitalis Nasionalis juga ada yang jujur, saya tidak menuduh aHok korupsi, tapi karena dibesarkan di lingkungan nasionalis kapitalis dan nasionalis militer brutal, mau tidak mau gayanya pasti kebawa! misalnya aHok bilang rakyat yang tinggal di waduk pluit, mengingkan tanah pemerintah dengan ejekan komunis! Misalnya sering memarahi anak buahnya yang kurang pandai mengetik dengan komputer.
Bandingkan dengan Jokowi, anak buah Jokowi dan aHok sama-sama takut kepada Jokowi dan aHok, tapi, jika dimarahi Jokowi, tidak terlalu jengkel, tapi jika dimarahi aHok, kelihatan mereka jengkel sekali! Inilah bedanya kalo Jokowi akan mempunyai harapan maju ke tingkat lebih tinggi dalam hal karier politik, dan aHok akan mentok, paling banyak jadi menteri/wamen. JK yang wapres, omongnya juga ceplas ceplos, tapi tidak sekasar aHOK yang baru wagub.
Sudah setengah tahun Jokowi memimpin Jakarta, apakah Jokowi ada kelemahan? ada!
Dalam mengatur birokrasi, karena Jokowi (dan aHok) masih bersih, otomatis pejabat pemda Jakarta yang nakal, yang bego, takut kepadanya. untuk menjadi gubernur yang baik, modalnya cukup dua, moral yang baik dan bersih, dan mengerti management. Mereka bisa berhasil untuk menata pejabat DKI.
Tapi dalam masalah tehnis, misalnya menyelesaikan kemiskinan, kemacetan dan banjir, Kelihatannya Jokowi akan sanggup menyelesaikan masalah sosial (kemiskinan), tapi belum/tidak dalam hal kemacetan! Belum tahu dalam hal banjir, tapi banjir lebih mudah, karena banjir adalah kejadian alam, yang tidak ada sengaja dari unsur manusia (sedangkan lalulintas, unsur penyebab salah satu yang penting karena dibelakangnya ada unsur manusia).
Dari cara Jokowi menyelesaikan kemacetan, saya bisa bilang, dalam 3 tahun, jalan akan tetap makin macet, dan ketika kemacetan mencapai titik klimaks, maka kemacetan akan memerlukan cara dratis dan lama untuk menyelesaikannya.
Dari pengalaman diatas, saya mendapat suatu kesimpulan, jika dikemudian hari Jokowi bisa mengikuti Pilpres, jangan berpasangan dengan aHok, mengapa? karena ini sepasang orang yang mempunyai latar belakang sospol yang sangat berbeda.
Dikelompok Jokowi, ada Megawati, Ribka Ciptaning (saya bangga jadi anak PKI), Budiman (orang yang gigih menjatuhkan suharto). Sedangkan aHok omel orang pakai istilah Komunis, dan orang aliran sosialis/komunis banyak menjadi kader PDIP.
Saya pada waktu Pilpres yang pertama, memilih Mega, tapi pada Pilpres kedua, ketika Mega didampingi prabowo, saya sama sekali tidak mau milih? Selain dongkol dengan TK, tapi yang saya kawatir adalah, jangan-jangan Mega nanti dibunuh/terbunuh oleh orang yang bermaksud jahat, disengaja atau antara sengaja dengan tidak sengaja, maka kedudukan presiden akan jatuh ketangan prabowo, yang saya kenal dia adalah militer brutal (sampai ia dipecat dalam kasus Mei 1998).
ini kali Jokowi aHok bisa menang di DKI, selain rakyat sudah bosan sama Foke yang do nothing, juga disebabkan di Jakarta ada sejumlah orang muslim moderat, Tionghoa, kaum agama katolik dan kristen, budha, Hindu, yang sudah mangkel terhadap orang Foke, Mr. Rhoma Irama, yang mengungkitkan masalah agama. Orang Jakarta lebih pintar dari daerah yang masih mengagungkan agama, dan pendidikan orang Jakarta juga lebih tinggi, maka mengungkit faktor agama di Jakarta, tidak mendapat angka, malah "memaksa" muslim moderat, orang budha, hindu, Tionghoa, katolik dan kristen, tekad mendukung Jokowi dan aHok.
Tapi dalam Pilpres, jika jokowi bergabung dengan prabowo/aHok yang dari Gerindra, kita ngeri, kalo nanti Jokowi terbunuh/dibunuh dengan sengaja atau tidak sengaja, maka kekuasaan akan jatuh ke orang yang otoriter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H