Dampaknya pun segera dirasakan, Rusia mengalami krisis ekonomi, nilai mata uang Rubel jatuh sangat jauh dibandingkan Euro. Negara tersebut kehilangan sekitar 38 miliar dolar dari pendapatan energi akibat gelombang pertama perang ekonomi ini. Putin Dipaksa memotong anggaran belanja Rusia sekitar 10 persen.
Kajatuhan harga minyak sungguh dramatis, tidak sampai setahun komoditas ini nilainya telah turun lebih dari 50 persen. Ketika kejadian yg sama terjadi di era 1980-an, imperium Uni Soviet pun runtuh.
Sementara bagi China, semuanya sulit untuk diantisipasi, sebagian besar hasil lonjakan ekonomi China diinvestasikan untuk pembangunan ladang energi di hampir seluruh Afrika, beberapa negara arab,perairan internasional (Laut China Selatan termasuk dalam peta energi China) dan lainnya. Tentu saja nilai serta hasil investasi energi China juga ikut turun. Tiongkok jatuh dalam perlambatan ekonomi.
China harus terpuruk, pertumbuhan ekonominya saat ini terburuk dalam 25 tahun terakhir, setelah kehancuran pasca gagalnya reformasi Tian Nan Men 1990 lalu, yg berujung pada embargo barat.
Sekutu Rusia-China yang paling berdampak adalah Venezuela, yang hancur, inflasi akut, dan masuk kategori negara gagal, ini karena minyak adalah 96 persen penghasilan ekspor Venezuela.
Tentu saja perang kobaran Saudi-Amrik segera dijawab oleh blok Rusia, Iran, dan China. Mereka secara frontal akan membuat lawannya merasakan derita yang sama.
Saudi dan USA bagai disambar petir saat Rusia secara terbuka mempertahankan Assad Suriah. Bantuan armada tempur, pesawat, asistensi militer, dana, logistik dan sebagainya.
Perang semakin berat, biaya semakin bengkak, belum lagi Saudi yang membuka front tempur dengan tetangganya Yaman. Energi Al Saud terkuras, Saudi terpaksa memotong banyak anggaran demi menggemukkan postur militer.
Penghematan Saudi dan sekutu teluk dilakukan, Al Saud terpaksa menggunakan cadangan devisanya, bahkan melakukan hutang luar negeri.
PEMBALASAN MONETER