Mohon tunggu...
Money Artikel Utama

Strategi Alibaba: Ikut Saya atau Lawan Saya

18 April 2016   14:29 Diperbarui: 18 April 2016   18:36 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Alibaba Lazada | Dokpri"][/caption]Raksasa perdagangan online (e-commerce) Tiongkok, Alibaba, melakukan manuver strategis untuk menguasai pasar kawasan Asia Tenggara, dengan kesepakatan pembelian sebagian besar saham situs berjualan, Lazada. Tak tanggung-tanggung, kesepakatan diestimasi senilai $ 1 miliar untuk mengambil alih Lazada, situs berjualan yang eksis di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Dengan kesepakatan tersebut, diperkirakan Alibaba Group akan menguasai 2/3 saham Lazada, yang membuat Lazada menjadi perusahaan yang senilai $ 1,5 miliar.

Langkah Alibaba yang dikomandani pendirinya, Jack Ma, jelas untuk mengukuhkan posisi Alibaba sebagai pemain utama e-commerce di Asia. Dengan kapasitas megaraksasa, ini membuat Alibaba memainkan musik "Ikut saya atau lawan saya" di Asia Tenggara.

Bijaknya, kita telisik kekuatan Lazada lebih dahulu yang akhirnya dipinang oleh Jack Ma melalui Alibaba. Lazada spesifik di bidang e-commerce, dibangun oleh perusahaan Jerman, Rocket Internet, pada 2012. Sasaran pasar adalah Asia Tenggara, dengan markas kantor di Singapura.

Penguasaan Lazada di enam negara Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, cukup menjadi penawaran berharga bagi Alibaba karena kawasan ini memiliki sekitar 560 juta total populasi.

[caption caption="Potensi e-commerce | Dokpri"]

[/caption]Berdasarkan data Live Stats, 6 negara ini saja memiliki 200 juta pengguna internet, namun produk di negara-negara tersebut hanya 3 % saja yang ditawarkan melalui e-commerce, suatu potensi yang jelas menggiurkan Alibaba. Inilah yang nyata menjadi lagu "Ikut saya atau lawan saya" yang dimainkan Jack Ma. Alibaba tentu berharap agar produk yang dihasilkan Asia Tenggara dipasarkan melalui Lazada yang sudah dikontrolnya, simbiosis yang saling menguntungkan. Namun, jika itu tak segera terealisasi, Alibaba melalui Lazada akan membombardir kawasan Asia Tenggara dengan jutaan produk yang sudah tersedia melalui Alibaba e-commerce.

Hanya para naif yang menyatakan itu bukan masalah. Dengan jaringan yang sudah apik, ketersediaan logistik, jaringan pemasaran yang maha besar, Alibaba jelas akan meruntuhkan banyak produk yang tidak berniat mengikuti situs e-commerce-nya.

Mari kita lihat gambar di bawah ini, tanpa Alibaba sekalipun Lazada sudah menguasai e-commerce Asia Tenggara. Gambar ini menunjukkan jumlah pengunjung bulanan situs Lazada, tentu saja belum tentu menjadi pelanggan Lazada, namun menunjukkan kekuatan pengiklanan Lazada.

[caption caption="lazada site visit | Dokpri"]

[/caption]Tampak Lazada di Indonesia memiliki kekuatan sekitar 17 kali lipat dibanding situs seperti Bhinekka, Elevenia, dan Blibli, bahkan untuk situs Matahari, kekuatan Lazada memiliki kekuatan 16 ribu kali lipat. Sementara, kekuatan Lazada di Malaysia, memiliki rentang 5 - 46 kali lipat. Di Filipina, kekuatan Lazada 12 - 188 kali lipat, sedangkan Thailand, 3 - 23 kali lipat, dan Vietnam, 1,2 - 18 kali lipat.

Bagaimana ketika Lazada menjadi bagian Alibaba? Mudahnya adalah perusahaan Lazada memiliki nilai $ 1,5 miliar, sementara Alibaba senilai $ 149 miliar berdasarkan penguasaan pangsa pasar. Alibaba sang raksasa, 100 kali lebih besar dari Lazada, dengan akuisisi Alibaba atas Lazada, maka kekuatan Lazada menjadi 100 kali dari sebelumnya, mengerikan!

Yah, begitulah realitas dari globalisasi. Perusahaan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, produsen barang harus memilih menjadi kawan Alibaba Lazada atau menjadi lawannya dengan koonsekuensi yang jelas menyakitkan, bombardir produk ala Alibaba. Ini berlaku juga bagi situs berjualan e-commerce lainnya di Asia Tenggara, menjadi teman bahkan bergabung dengan Alibaba atau menjadi rival dengan keniscayaan untuk kalah. Melihat Alibaba, ibarat melihat jempol kaki raksasa, sementara sang semut tak terlalu berarti bagi raksasa. 

Alibaba Eliminir Faktor Risiko

Mengapa Alibaba lebih memilih membeli Lazada dibanding membangun sendiri struktur e-commerce-nya di Asia Tenggara? Itu suatu yang sangat jelas dan terang bahwa Alibaba Group sedang melakukan akrobat indah untuk mengeliminasi faktor risiko. Sudah beberapa dekade hubungan Tiongkok dengan negara kawasan Asia Tenggara tidak harmonis, tentu pemicunya adalah perebutan wilayah perairan Laut China Selatan.

Pembangunan struktur langsung Alibaba di Asia Tenggara, jelas akan banyak rintangan dengan sentimen anti-Tiongkok yang cukup panas di hampir semua negara Asia Tenggara. Dalam kacamata bisnis sangatlah berisiko dan kontraproduktif. Di sisi lain, Lazada telah eksis selama 4 tahun di Asia Tenggara, terbukti unggul, dibangun oleh punggawa Jerman Eropa, berpusat di Singapura, tentu suatu pilihan yang sangat manis dalam perspektif pelebaran sayap bisnis.

Sejatinya, Lazada oleh para pendiri bukan menawarkan produk lapak sebagai jualan utama, namun produk utama yang ingin dijual adalah Lazada itu sendiri. Rocket Internet Jerman sudah melihat peluang sulitnya e-commerce Tiongkok untuk menembus sentimen negatif pasar Asia Tenggara. Mereka hanya memerlukan investasi beberapa tahun, membuka penguasaan pasar, penguasaan pengiklanan, dan menyebarkan struktur.

Lazada memang membukukan pendapatan $ 190 juta pada 9 bulan pertama di 2015. Namun, sesungguhnya pengeluaran mereka lebih besar dari pendapatan yakni sekitar $ 212,9 juta pengeluaran. Selisih tersebut merupakan bentuk investasi karena jualan utamanya adalah Lazada itu sendiri. 

Dampak, Kondisi, dan Peluang

Akuisisi Alibaba atas Lazada hanya sebagai lonceng pengingat karena globalisasi merupakan keniscayaan. Bahkan ketakutan akan globalisasi kemudian menutup diri akan memberikan kehancuran lebih dalam. Lebih baik berkompetisi awal daripada bertarung terakhir saat semua pemain sudah menjadi ekonomi sakti. Bukankah Alibaba sendiri pernah berada dalam posisi kurcaci kerdil?

- Prediksi yang paling pasti adalah kekuatan Alibaba pada Lazada akan mendorong penggunaan berbagai jenis perangkat smartphone, karena platform e-commerce mengutamakan konsumen jenis ini.

Pemerintah Indonesia dan pengusaha smartphone lokal seperti Mito, Smartfren, Advan, harus mengamankan posisi dengan kepastian kerja sama dengan Alibaba Lazada. Ini akan menjadi momentum besarnya bisnis teknologi Indonesia.

- Implikasinya, Alibaba pasti mengharapkan jaringan provider internet tersebar di seantero Nusantara dengan kapasitas besar dan cepat. Kesempatan bagi Telkomsel, Indosat, dan lainnya untuk memperkuat daya tawar dengan Alibaba Group.

Kerja sama provider telekomunikasi nasional memberikan peluang pemerataan akses internet di Indonesia. Kita juga melihat potensi naiknya saham-saham telekomunikasi melalui kepastian kerja sama dengan Alibaba.

- Berbeda dengan Eropa, pembayaran menggunakan kartu kredit tidak umum bagi Asia Tenggara, apalagi Indonesia. Tentu untuk memfasilitasi hal tersebut,  pembayaran elektronik jenis lain akan menjadi populer, semisal uang elektronik Telkomsel, Indosat, dan lainnya.

Kembali, ini merupakan peluang pendapatan bagi provider telekomunikasi Indonesia. Tentu saja semuanya akan bekerja sama dengan pihak bank, yang pada akhirnya menambah kapasitas perbankan nasional.

- Untuk Indonesia, mengirim pesanan barang ke-17 ribu pulau yang tersebar, tentu perkara yang penuh tantangan. Efeknya jasa pengiriman seperti Tiki, Wahana, JNE, dan lainnya, tentu memiliki daya tawar yang besar jika membuka kepastian kerja sama dengan Alibaba Lazada.

Alibaba sudah merencanakan matang hal ini. Pada 2014, raksasa ini membeli kontrol atas layanan pos Singapura, Singapore Post Limited, senilai $ 249 juta. Jelas suatu usaha untuk mengatasi masalah pengiriman barang. Ini dapat bermanfaat bagi jasa ekspedisi dan pengiriman barang Indonesia. Namun, untuk PT Pos Indonesia, sepertinya sudah berbeda segmen bisnis sebagai pusat transaksi pembayaran, jadi keutamaan tentunya pada Tiki, Wahana, JNE, dan banyak lainnya.

- Untuk produsen barang Indonesia, Alibaba Lazada merupakan picu untuk mengubah paradigma marketing. Lihat sisi positif, setiap produk buatan Indonesia dapat menjadi produk global.

- Bagi situs e-commerce Indonesia, tentu wajib inovatif, memiliki segmentasi konsumen, dan jangan menutup diri untuk kerja sama dengan Alibaba. Ingat! Alibaba juga pernah menjadi suatu yang kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun