Argumen di atas juga digunakan kalangan kontra vaksin dengan alasan teologis, alasan religius, anggapa program imunisasi dan penggunaan vaksin tak sesuai dengan keimanan. Tentunya terdapat pula bumbu-bumbu teori konspirasi.
Sebagai contoh, komunitas Kristiani Quakers di Inggris dan komunitas Baptist di Swedia. Filosofi dasarnya adalah, tubuh adalah rumah Tuhan, dengan demikian penggunaan vaksin yang dikatakan berasal dari zat kotor, kuman dan virus, merupakan pencemaran atas filsafat tersebut.
Tentu saja pemikiran tersebut menjadi hak, sepanjang tidak membahayakan orang lain dan lingkungannya. Patut dicatat adalah, penemu vaksin, Edward Jenner, mendapat dukungan dari rekannya pendeta ternama inggris, Rowland Hill, pada abad 18.
Penggunaan pertamakali inokulasi bagi mengantispasi cacar mematikan variola di wilayah Massachusetts, Amerika Serikat, juga seorang pendeta, Cotton Mather. Sejarah juga mencatat, misionaris Katolik dan Anglikan melakukan vaksinasi saat wabah cacar variola menyerang pesisir Baratlaut India, pada 1862.
Namun tetap saja, dalam tafsirnya, komunitas Saksi Jehovah, tidak menyarankan umatnya untuk menerima vaksin. Bahkan komunitas tersebut pernah memberikan larangan keras tentang vaksinasi pada 1931 - 1952, meski kemudian mencabutnya, dan bersikap sedikit membebaskan pengikutnya.
Beberapa aliran kepercayaan seperti komunitas Christian Science dan juga Congregation of Universal Wisdom, tetap melarang pengikutnya untuk mendapat vaksinasi, meski tanpa didukung alasan keilmuan yang kuat.
Penyakit bukanlah sesuatu yang mulia, dalam konsep teologis penyakit diberikan agar kita melakukan upaya/ ikhtiar untuk menyembuhkan. Belajar dan mengambil hikmah dari sakit itu kecerdasan, namun menikmati sakit, jelas merupakan kelainan.
Sementara sebagian umat Yahudi Ortodoks juga mempermasalahkan Vaksin, karena bertentangan dengan Kashrut, hukum religius dalam tata cara konsumsi mereka. Yakni isu penggunaan elemen bio babi dalam katalisator pembuatan vaksin. Babi sendiri merupakan hewan yang Treif alias haram untuk dikonsumsi bagi kaum Yahudi berdasarkan Torah/ Taurat.
Namun, kalangan Yahudi sendiri banyak yang tak sependapat cara pikir anti vaksin, karena dalam aturan pikuach nefesh Yahudi, untuk mempertahankan kehidupan sebagian aturan religius Yahudi dapat diabaikan.
Saat abai dengan manfaat program imunisasi dan penggunaan vaksin, maka perdebatan selalu muncul. Kalangan Yahudi anti vaksin akan kembali mempertanyakan sejauh mana manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa vaksin, kekuatan dari urgensi dan darurat.
Hal serupa juga terjadi di Indonesia, dengan penduduk mayoritas muslim, tentunya proses pembuatan vaksin menggunakan unsur tak halal akan menjadi alasan untuk menolak program imunisasi dan penggunaan vaksin.