Mohon tunggu...
Money Pilihan

Mampukah Arab Saudi Bertahan?

14 Februari 2016   13:08 Diperbarui: 14 Februari 2016   14:01 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Riyal_sumber_sputniknews.com_"][/caption]Saat ini tokoh utama panggung Timur Tengah bukanlah Suriah, Yaman, ataupun Iran, namun Arab Saudi. Peran yang menarik, paska negeri Al Saud yang secara frontal melawan dominasi Iran serta kekuatan Rusia dan China.

Menarik, itu jelas, Saudi menggaungkan perang ekonomi global melalui kampanye penurunan harga minyak dunia. Negera tersebut ogah memotong kuota produksi minyaknya untuk mendongkrak nilai emas hitam.

Tak hanya itu, Saudi dengan kekuatan militernya menyatakan perang terbuka pada kekuatan yang didukung Iran, terutama Al Haouti Yaman. Begitu pula dukungan bagi oposisi di Suriah, serta dorongan pada elemen yang berseberangan dengan Hezbulloh Libanon.

Manuver gurun dilakukan Saudi pada Rusia, kekuatan besar di belakang Iran, menantang kebijakan Vladimir Putin di Timur Tengah. Permainan siapa tahan panas. Ya, dengan jatuhnya minyak ekonomi Rusia berantakan, begitu pula tantangan Saudi membawa laskar Arab untuk berperang di Suriah.

Sejujurnya, dalam permainan tahan sakit, kampanye agresif Saudi juga bepengaruh pada dirinya sendiri (Self Destruct). Perlahan tapi pasti, ekonomi Saudi turut tergugat, begitu pula secara militer, jika terjadi salah manuver dapat dipastikan Timur Tengah akan terjebak dalam dekade perang darah.

-Tantangan Ekonomi Saudi-

Sebagai negara dengan 90 % pendapatan berasal dari ekspor energi, dipastikan rendahnya harga minyak dunia turut merugikan Arab Saudi. Meski strategi "saya sulit, kamu lebih menderita" lumayan sukses, namun beberapa indikator menjadi ancaman bagi Saudi.

Pada 2015 Saudi mengalami defisit neraca belanja negara, tak tangung-tanggung nyaris 100 miliar Dolar, tepatnya 97,9 miliar Dolar. Tepuk tangan meriah dari semua seteru Saudi.

Beberapa analis internasional memprediksi Arab Saudi diambang ketumbangan, apapun motivasi analisis tersebut, mereka melakukan penilaian berdasarkan realitas faktual. Bahkan terdapat analisis IMF yang menyatakan Saudi akan bangkrut pada 2020 jika tak mengantisipasi defisit.

Januari lalu, Mohammad bin Salman, memberi sinyal bahwa akan menjual sebagian kepemilikan perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco. Tentunya menjadi senjata bagi lawan Saudi menyatakan negara tersebut mulai kolaps.

-Adaptasi Saudi-

Secara kasat mata, banyak kalangan termasuk di Indonesia yang menilai Arab Saudi hanya terdiri oleh orang 'bodoh' dan 'tamak'. Pandangan tersebut tak dapat disalahkan, karena menggunakan indikator penilaian permukaan semata.

Sebelum menilik strategi cerdas rumah Al Saud, sebaiknya kita lihat dulu kemampuan Arab Saudi untuk bertahan, terutama melalui anggaran belanjanya dibandingkan dengan beberapa negara.

Pada 2014 belanja Saudi sekitar 293,3 miliar Dolar, dengan jumlah penduduk sekitar 31 juta jiwa. Ini bearti pembangunan Saudi senilai 9.462 Dolar/ penduduk.

Sementara belanja Indonesia 2016 sekitar 158,31 miliar Dolar, dengan jumlah penduduk sekitar 255 juta jiwa, ini bearti pembangunan Indonesia hanya senilai 621 dolar/ penduduk.

Begitu jauh antara Saudi dan Indonesia, Saudi mengeluarkan belanja 15 kali lipat dibanding Indonesia. Dengan belanja 621 Dolar/ penduduk saja Indonesia masih jauh dari bangkrut. Ini bearti, Saudi banyak mengeluarkan belanja yang tak perlu, jika anggaran belanja dipotong separuh saja, rakyat Saudi masih jauh lebih sejahtera dibanding Indonesia.

Bagai mana dibanding dengan negara lain?

- Belanja Rusia 440,1 miliar Dolar (2014), dengan 147 juta jiwa, bearti 2.994 Dolar/ penduduk.
- Belanja Iran 67,1 miliar Dolar (2014), dengan 79 juta jiwa, bearti 849 Dolar/ Penduduk
- Belanja China 2.285 miliar Dolar (2014), 1.375 juta jiwa, bearti 1.662 Dolar/ Penduduk

Dengan 9.462 Dolar/ penduduk, tampak bahwa Arab Saudi jauh lebih makmur dibanding rivalnya, Rusia, Iran, China, pengurangan separuh belanjapun Saudi tetap lebih makmur. Jadi, terlihat Saudi lebih mudah beradaptasi pada iklim ekonomi sulit, dengan cara pemotongan belanja yang tidak perlu.

Karenanya pada 2016 ini belanja Saudi turun SR 840 miliar (224 miliar Dolar) dari proyeksi SR 975 miliar (260 miliar Dolar). Adaptasi pemotongan belanja Saudi, sangat minim pengaruh gejolak politik dan sosial, berbeda jika dibanding Rusia, china, dan Iran.

Daya tahan Saudi juga didukung dari besaran dana cadangan internasionalnya, Saudi sedikitnya memiliki dana cadangan asing senilai 660 miliar Dolar, ini bearti terdapat cadangan 21.290 dolar bagi setiap penduduk Arab Saudi (21.290 Dolar/ penduduk).

- Dana cadangan asing Rusia 376,7 miliar Dolar, dengan penduduk 147 juta jiwa (2.571 Dolar/ Penduduk)
- Dana cadangan asing China 3.406 miliar Dolar, dengan penduduk 1.375 juta jiwa (2.477 Dolar/ penduduk)
- Dana cadangan asing Iran 94 miliar Dolar, dengan penduduk 79 juta jiwa (1.190 Dolar/ penduduk)

Secara kasar, cadangan tiap penduduk Saudi bisa bertahan 8,3 kali lebih lama dibanding penduduk Rusia, 8,6 kali dibanding China, dan 17,9 kali dari Iran. Yang terpenting adalah bagai mana Arab Saudi mengelola pengeluaran.

-Manuver Ekonomi Cerdas-

Dalam periode minyak mahal, Arab Saudi mengalokasikan keuntungan pada investasi, dana cadangan asing, serta mengurangi beban hutang. Rasio hutang Saudi hanya pada kisaran 1,6 % (Des 2014) saja dibanding Pendapatan Domesti Bruto (PDB).

Rasio Hutang Arab Saudi jauh di bawah Indonesia yang memiliki rasio 25,02 %, begitu pula Rusia 17,92 %, China 41,06 %, Iran 16,36 %. Saudi lebih "adem ayem" dalam menghadapi beban hutang negara.

Terkait keinginan Saudi untuk menjual sebagian kebanggaannya, perusahaan minyak, Aramco, itu merupakan langkah privatisasi demi memudahkan langkah Investasi internasional Aramco. Hal ini bukan menunjukkan titik lemah Saudi.

Kenyataannya, Aramco Saudi, sedang menjajaki kerjasama dengan Total Prancis, untuk meluaskan refinari minyak Satorp milik Saudi. Tak hanya itu, Aramco melakukan negosiasi dengan China National Petroleum Corporation (CNPC) untuk membeli saham perusahaan China tersebut, senilai 1 - 1,5 miliar Dolar.

Aramco juga membeli industri rubber Jerman, Laxness, dengan nilai kesepakatan sekitar 10 miliar Dolar. Tahun lalu, perusahaan minyak Al saud ini menambah saham kepemilikannya di refeneri minyak milik Korea selatan, S-Oil, menjadi 63 %.

Dari kesepakatan di atas, tampak Arab Saudi memanfaatkan situasi jatuhnya harga minyak dunia. Saudi mengambil alih perusahaan yang jatuh karena perang ekonomi yang digaungkannya.

-Nyali Militer-

Mengapa Saudi menantang Rusia dengan niat mengirim pasukan darat ke Suriah? Ini pasti jelas, semua juga tahu Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan atlanti Utara (NATO) berada di belakang Arab Saudi.

Namun seberapa nyatakah kemampuan militer Saudi? Menarik, karena yang dapat menjadi perhatian adalah bagaimana Arab Saudi melakukan belanja militer, dan besaran anggaran yang dikeluarkannya.

Dari data International Institute for Strategic Studies (IISS), pada 2014 Saudi membelanjakan sekitar 80,8 miliar Dolar untuk kebutuhan militer. Ternyata, pengeluaran militer Saudi lebih besar dibanding Rusia yang hanya 70 miliar Dolar. Tampak bahwa Arab Saudi sudah bertekad untuk menjadi dominasi militer di kawasan Timur Tengah.

Agar mudah, Arab Saudi mempersenjatai tiap penduduknya dengan senjata senilai 2.803 Dolar (2.803 dolar/ penduduk), untuk Rusia (488 Dolar/ penduduk), China (95 Dolar/ penduduk). Jadi bisa dibayangkan kesiapan Saudi dari jumlah dan kualitas militer yang mereka siapkan.

Namun tentunya, semua kemampuan militer tersebut akan sia-sia jika tidak didukung dengan mental tarung yang tangguh. Baik Rusia dan China memiliki strategi dan pengalaman militer yang jauh di atas Saudi, apalagi keduanya memiliki senjata pamungkas, yakni arsenal nuklir.

Setidaknya, modal miter Arab Saudi dapat membuatnya cukup disegani di kawasan. Membuat Iran harus secara sembunyi melakukan penyerangan, melalui politik, dan faksi-faksi yang bertikai.

Jadi jelas, Saudi memiliki alasan dan srategi sendiri, telah hitung-hitungan. Namun, tetap saja peran yang dimainkan Saudi cukup berbahaya, salah langkah, maka dunia akan ikut terseret dalam petaka, baik ekonomi ataupun militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun