Secara kasar, cadangan tiap penduduk Saudi bisa bertahan 8,3 kali lebih lama dibanding penduduk Rusia, 8,6 kali dibanding China, dan 17,9 kali dari Iran. Yang terpenting adalah bagai mana Arab Saudi mengelola pengeluaran.
-Manuver Ekonomi Cerdas-
Dalam periode minyak mahal, Arab Saudi mengalokasikan keuntungan pada investasi, dana cadangan asing, serta mengurangi beban hutang. Rasio hutang Saudi hanya pada kisaran 1,6 % (Des 2014) saja dibanding Pendapatan Domesti Bruto (PDB).
Rasio Hutang Arab Saudi jauh di bawah Indonesia yang memiliki rasio 25,02 %, begitu pula Rusia 17,92 %, China 41,06 %, Iran 16,36 %. Saudi lebih "adem ayem" dalam menghadapi beban hutang negara.
Terkait keinginan Saudi untuk menjual sebagian kebanggaannya, perusahaan minyak, Aramco, itu merupakan langkah privatisasi demi memudahkan langkah Investasi internasional Aramco. Hal ini bukan menunjukkan titik lemah Saudi.
Kenyataannya, Aramco Saudi, sedang menjajaki kerjasama dengan Total Prancis, untuk meluaskan refinari minyak Satorp milik Saudi. Tak hanya itu, Aramco melakukan negosiasi dengan China National Petroleum Corporation (CNPC) untuk membeli saham perusahaan China tersebut, senilai 1 - 1,5 miliar Dolar.
Aramco juga membeli industri rubber Jerman, Laxness, dengan nilai kesepakatan sekitar 10 miliar Dolar. Tahun lalu, perusahaan minyak Al saud ini menambah saham kepemilikannya di refeneri minyak milik Korea selatan, S-Oil, menjadi 63 %.
Dari kesepakatan di atas, tampak Arab Saudi memanfaatkan situasi jatuhnya harga minyak dunia. Saudi mengambil alih perusahaan yang jatuh karena perang ekonomi yang digaungkannya.
-Nyali Militer-
Mengapa Saudi menantang Rusia dengan niat mengirim pasukan darat ke Suriah? Ini pasti jelas, semua juga tahu Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan atlanti Utara (NATO) berada di belakang Arab Saudi.
Namun seberapa nyatakah kemampuan militer Saudi? Menarik, karena yang dapat menjadi perhatian adalah bagaimana Arab Saudi melakukan belanja militer, dan besaran anggaran yang dikeluarkannya.