-membayar hutang yang tidak di bank
-modal menggarap sawah.
TPP pertama bapak habis, saya pun meski tak kebagian apa-apa sungguh sangat bahagia melihat bapak membagi uang dan memasukkannya ke amplop-amplop. Dengan wajah puas dia menjanjikan saya untuk diajak makan sate kambing.
TPP selanjutnya bapak masih sibuk membayar hutang dan memperbaiki rumah, yang selama ini bisa dibilang tidak layak, mulai lumayan, sudah ada 2 kamar, meski saya tetap tidak kebagian jatah kamar, saya bahagia.
TPP selanjutnya bapak tak sebahagia yang dulu , karena bapak dituntut untuk bisa komputer, untuk bisa On Line, untuk bisa ini dan itu, melihat bapak membeli komputer baru (meski ketipu) saya bahagia, tiap hari beliau sibuk didepan komputer untuk belajar dan mengerjakan administrasi.
Setelah sekian tahun berselang, saya melihat bapak tak lagi bercerita tentang TPP, entah kenapa, tiap saya tanya selalu menghindar.
akhirnya saya jadi guru. sekarang saya megerti. bagaimana guru tua (sekelas bapak saya selalu dibully oleh banyak pihak karena TPPnya. dituntut untuk mengikuti performa anak muda karena TPPnya.
saya akhirnya mengerti, kenapa bapak pernah bilang, "lebih baik tidak dapat TPP". karena tanggungan moral yang begitu tinggi.
Apapun tentang guru selalu dikaitkan dengan TPP. Kepercayaan wali murid kini berganti dengan kecurigaan, dimana-mana dibahas TPP. sungguh saya prihatin.
APAKAH GURU TAK LAYAK "DISEJAHTERAKAN"?
APAKAH GURU YANG SUDAH BERJUANG PULUHAN TAHUN dan SERBA KEKURANGAN TAK LAYAK MENDAPAT "PENNGHASILAN LEBIH"? ya jangan ditanya kemampuan dan profesionalismenya, mereka kebanyakan berumur kepala 5. tapi yang perlu diingat, pada jamannya, mereka pernah berjaya loh....