Hanin divonis leukimia setelah beberapa bulan lalu kesehatannya menurun. Kalimat takbir mengiri tangis sang bunda. Sungguh, Allah maha baik untuk Hanin agar senantiasa melabuhkan cintanya hanya kepada sang pencipta. Sakit yang ia terima bukan menjadikannya lemah dalam beribadah, namun ia semakin melangitkan doa kepadaNya.Â
Hari ini Hanin laksanakan dhuha dengan segenap rasa cinta ia miliki pada sang pencipta. Doa panjang ia ucapkan disertai derai air mata. Berharap bahwa Allah meleburkan dosanya lewat sakit yang diberi dan hati yang lapang untuk menerima segala ketetapanNya. Termasuk keikhlasan untuk menghapus rasa kagumnya atas sang kakak mulai hari ini.
Pernikahan Hamzah dilaksanakan hari ini dan orangtuanya dengan berat hati meninggalkan Hanin sendirian karena harus menjadi saksi atas pernikahan Hamzah.Â
Telah berlangsung dua bulan pernikahan Hamzah dan begitu pula semakin bertambah parah sakit yang Hanin rasakan. Kamar rumah sakit menjadi tempat yang semakin sering Hanin huni saat ini. Dalam sakitnya selama ini, tak pernah Hanin tinggalkan dhuha yang telah menjadi cintanya. Ia tau, bahwa hanya dhuha yang kelak akan menjadi cinta terakhirnya.Â
Hanin selalu mengatakan kepada sang bunda bahwa ini merupakan ujian yang harus Hanin terima dari Allah dan patut Hanin syukuri. Tak terhitung berapa kali bunda Aminah menangis dalam sujudnya, memohon kepadaNya untuk kesembuhan sang putri. Begitu pula ayah Farhan yang selalu memasang raut tegar dikala ia menatap wajah sang putri yang kian menirus setiap harinya.Â
Pagi ini menjadi hari dimana segala rahasia yang selama ini Hanin simpan rapat-rapat terbongkar. Bunda Aminah yang sedang mengambil tasbih kesayangan Hanin didalam laci tanpa sengaja membuka buku diary tempat Hanin menuangkan segenap rasa yang ia miliki untuk Hamzah. Betapa terkejutnya sang bunda mengetahuinya. Semakin sesak pula sedih yang ia pikul.Â
Bersamaan dengan hal itu, terdengar kabar bahwa kondisi Hanin semakin menurun. Ia ditemukan tidak sadarkan diri diatas ranjang rumah sakit saat melaksanakan shalat dhuha. Ayah Farhan dan Bunda Aminah tergugu mendengarkan penjelasan dokter mengenai semakin ganasnya penyakit Hanin. Hanya takbir yang mampu terucap.
Disaat kalutnya kondisi pagi ini, Hamzah datang tiba-tiba ke ruang rawat Hanin dengan raut wajah yang merah padam. Ia datang bersama sang istri, Yasmin. Betapa kecewa yang ia rasakan karena satu-satunya keluarga yang ia miliki menyembunyikan hal besar darinya.Â
Jika pagi ini ia tidak berkunjung ke rumah orangtuanya, ia tidak akan mengetahui bahwa Hanin, adiknya sedang tertimpa ujian. Di depan kamar yang Hanin tempati, ia tak mampu melanjutkan langkah. Terdiam menatap sang adik yang sedang melantunkan dzikir sambil berbaring lemas dari kaca pintu. Yasmin meneteskan air mata sembari mengelus punggung sang suami.
Terjadi perdebatan sekembalinya Farhan dan Aminah dengan Hamzah. Farhan meminta maaf kepada Hamzah dan mengatakan bahwa ini merupakan permintaan dari Hanin sendiri. Berat untuk Hamzah terima, ia merasa tidak berguna sebagai seorang kakak. Ia bahkan sempat merasa menjadi orang asing karena tidak mengetahui akan hal ini.Â
Disela perdebatan, bunda Aminah mengungkapkan rahasia Hanin. Raut terkejut tak bisa disembunyikan dari Hamzah, Farhan, serta Yasmin. Bingung, sedih, dan terluka mengiringi hati. Tak mampu berbuat apapun karena keadaan telah mengikat.Â