Mohon tunggu...
Leni Setya Wati
Leni Setya Wati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi - Almamater Wartawan Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saksi Bisu Perjuangan Pers di Bumi Pahlawan

11 Juli 2022   19:52 Diperbarui: 11 Juli 2022   20:02 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Monumen Pers Perjuangan (Foto: Dokumen Pribadi)

Nama Pers sepertinya sudah tidak asing ditelinga masyarakat Indonesia. Terlebih peranannya dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Seperti di Kota berjuluk Kota pahlawan terdapat gedung bernama "Monumen Pers Perjuangan Surabaya" bergaya Art Deco, memiliki jejak sejarah yang singkat di masa lalu. Saat itu menjadi Kantor berita pusat informasi, dan dipimpin oleh adik dari Soekarno ialah Soetomo (Bung Tomo).

Gedung ini berada di pojok pertemuan antara Jalan Tunjungan dengan Jalan Embong Malang. Tengara "Monumen Pers Perjuangan Surabaya" menempel pada dinding luar bangunan dengan langgam yang cukup menarik. Mesin waktu cukup besar  bertuliskan "SEIKO"  masih berfungsi dan beberapa ornamen seperti tusuk sate atau payung bersusun.

Sekilas jika orang yang melewati di depan monumen ini tak banyak yang mengetahui, karena terdapat dua satu pohon kersen yang menghalangi pandangan mata pengendara dan pejalan kaki. Di sisi kanan terlihat sebuah prasasti berjumlah dua, bertuliskan sejarah singkat tentang  monumen ini.

Halaman depan bangunan terdapat kandang ayam dan beberapa burung merpati berterbangan di jalan tunjungan. Makanan binatang berjuluk burung setia yang berserakan di pedestrian. Pintu masuk menara yang terbuat dari kayu dan selalu dikunci, membuat bangunan ini tampak seperti kosong. Namun ketika menoleh sebelah kanan terdapat tali panjang dari lantai 2, dan papan bertuliskan "Bel".

Bangunan yang berdiri sejak 1900 menjadi toko menyediakan aneka kebutuhan bernama "Simpangsche Bazaar". Kemudian tahun 1928 beralih fungsi "Toko Nam" memiliki nama lengkap NV Handel Maatschppij. Menjual barang provision end draken (P&D), serta barang kelontong. Gerai milik Sarkies bersaudara ini, tepat di depan toko menjadi tempat koordinasi arek-arek suroboyo sebelum menyerang belanda.

Singkat cerita tahun 1938  bangunan dirombak berganti nama "Toko Kwang", namun diambil alih oleh jepang sehingga gedung mulai dikosongkan. Pada tanggal 1 September 1945 berdiri  Kantor Berita Indonesia oleh para wartawan pribumi. Namun selang beberapa bulan tepatnya November, kantor tersebut tercerai berai karena pada masa itu terjadi peperangan cukup sengit.

Prasasti Monumen Pers Perjuangan (Foto: Dokumen Pribadi)
Prasasti Monumen Pers Perjuangan (Foto: Dokumen Pribadi)
Wiwiek Hidayat salah satu pengurus redaksi memutuskan memboyong semua peralatan seperti mesin ketik ke kediamannya di Mojokerto. Sedangkan Bung Tomo membawa pemancar radio hasil sitaan dari Jepang. Dari situlah Bung tomo dapat menggelorakan semangat para pejuang, arek -- arek Suroboyo melalui pidato emosionalnya. Yang mungkin kita saat ini sering mendengar gema suara nya, atau melihat foto dokumentasi Bung Tomo dengan Payung sedang berpidato.  Setelah Kondisi aman tahun 1960, Kantor Antara Indonesia Pindah ke kediaman Wiwiek. Mengalami beberapa kali perpindahan akhirnya tahun 2007 berada di Jalan Kombes Pol Mohammad Duriyat No. 41 A-B.

Pelaku-pelakunya adalah: Bung Tomo, R.M. Bintarti, Amin Lubis, Wiwiek Hidayat, Lukitaningsih, Hidayat, Samsul Arifin, Mashud, Jacub, Abd. Wahab, Tuty Agustina, Soewadji Garnadi, Sudjoko, Sukarsono, Sutoyo, Suwardi, Sumardjo, Petruk Sumadji, Fakih Hasan, Ali Urip, Mulyaningsih, Kusnendar, W.A. Saleh, Sumadi Gadio, Atmosantoso, Hasan Basri, Suwardi, Alimun, Sudarmo Kuntoyo, Samidjo, Rakhmad, Sofyan Tanjung, Moh Sin, Giman, Sumarsono, Wiryo Suman, Rifai, Ismail, Pepsia Bintarti, Sudardjo, Anwar Noris, dsb.

Nama nama diatas adalah wartawan dan pngurus kantor berita Antara -- Indonesia. Dan yang paling menarik adalah Bung Tomo sebagai pimpinan redaksi kantor berita yang hanya berusia jagung ini.

Monumen berwarna kuning gading yang memiliki 2 lantai kini sudah tidak terawat, karena berdiri di atas tanah perusahaan milik swasta dan tersisa monumennya saja di bagian depan. Akhirnya saksi bisu perjuangan pers hanya tersisa monumennya saja, yang ditinggali sudah delapan tahun oleh Zainal Karim.

Sejak saat itu membuat Boeng sapaan akrabnya, demo dengan komunitas Laskar Banteng Ketaton untuk memperjuangkan cagar budaya Toko Nam yang sudah hancur karena pembangunan Tunjungan Plaza (TP) 5. Selain itu lelaki berpeci bundar warna putih ini juga memperjuangkan hak bukti sejarah monumen pers.

"Dari demo damai mogok kerja akhirnya memenjarakan diriku sejak 10 Desember 2012," ujar lelaki yang mengenakan sarung ini. Kekecewan dirasakan Zainal dan kawan -- kawannya, Ia sangat menyayangkan PT. Pakuwon Jati merobohkan bangunan cagar budaya tepat di depan monument pers ini. Yang kini hanya tersisa pilar pilar bangunan Toko Nam. Kuncarsosno menambhakan bahwa itu bukalah pilar asli melainkan bangunan yang dibentuk lagi oleh PT. Pakuwon Jati. Hal tersebut sudah tak termasuk dalam kriteria sebagai bangunan cagar budaya yang berusia 50 tahun dan bernilai sejarah.

"Itulah yang tak ingin komunitas Banteng Ketaton rasakan kembali, kehilangan sebuah cagar budaya yang bernilai bagi sejarah. Maka dari itu dia sangat kekeh mempertahankan jangan sampai Monumen Pers Perjuangan ini menjadi korban yang kedua dari segala bentuk komersialisasi yang hanya mementingkan materi bukan History" tegas Zainal. 

Hal serupa juga dirasakan oleh Kuncarsono Prasetyo, pegiat cagar budaya ini menyayangkan tidak ada upaya pelestarian monumen dari pemerintah kota ( PEMKOT ) Surabaya. Karena milik swasta jadi tidak bisa mengambil alih bangunan. Mengingat zaman sekarang bangunan Vintage sedang digandrungi oleh kaum millenial.

"Tapi akan menjadi hal yang menarik jika vintage menjadi sebuah konten kreatif dan pembelajaran masa depan dari sejarah masa lalu," ujar lelaki berkacamata ini.

Kuncarsono juga mengungkapkan bahwa kantor berita Indonesia pertama bertempat di Monumen pers perjuangan surabaya. Terjadi perobekan bendera Belanda kala itu di Hotel Orange atau Hotel Yamato yang saat ini menjadi Hotel Majapahit pada 19 September 1945, hari itulah yang membuat semakin kuatnya sebagai kejadian yang sangat berpengaruh tentang perjuangan pasca kemerdekaan. Yang selama ini kita kenal dengan rangkaian Hari Pahlawan Nasional. momentum yang sangat bersejarah itu berhasil diabadikan oleh Abdul Wahab wartawan Kantor Berita Indonesia - Antara (KBI). Memotret dan akhirnya mendapat sudut pandang yang bagus dari atas gedung ini.   "Agak rancu sebenarnya tetapi sejarahnya keren," ujar lelaki berusia 41 tahun ini.

Tak banyak data yang pegiat cagar budaya ini ketahui, sama hal nya dengan Zainal Karim yang mengaku sebagai keponakan Bung Tomo tersebut. Alasan yang mendasari menurut Pak Kuncarsono adalah, memang sejarah di gedung itu benar -- benar sangat singkat. Hanya diguanakan selama kurang lebih 2 bulan sebelum meletus besar kekacuan di Surabaya. 

Prasasti Monumen Pers Perjuangan (Foto: Dokumen Pribadi)
Prasasti Monumen Pers Perjuangan (Foto: Dokumen Pribadi)
Pak Kucarsono menggambarkan suasana saat itu seperti kegentingan dimana -- mana, dilain sisi ada kebutuhan untuk mendirikan kantor berita untuk menyiarkan kepada seluruh media dan rakyat tentang apa yang terjadi Surabaya. Melihat gedung yang ditinggalkan Jepang ini tak berpenghuni, disitulah Bung Tomo memanfaatkan sebagai kantor perjuangan pers di Bumi Pahlawan. Dan jadilah saksi bisu selama peperangan di Surabaya melawan Belanda dan Inggris di Surabaya. Disinilah bukti peran penting adanya Pers untuk kemerdekaan suatu Negara, Jayalah Negeri Jayalah Pers Indonesiaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun