"Dari demo damai mogok kerja akhirnya memenjarakan diriku sejak 10 Desember 2012," ujar lelaki yang mengenakan sarung ini. Kekecewan dirasakan Zainal dan kawan -- kawannya, Ia sangat menyayangkan PT. Pakuwon Jati merobohkan bangunan cagar budaya tepat di depan monument pers ini. Yang kini hanya tersisa pilar pilar bangunan Toko Nam. Kuncarsosno menambhakan bahwa itu bukalah pilar asli melainkan bangunan yang dibentuk lagi oleh PT. Pakuwon Jati. Hal tersebut sudah tak termasuk dalam kriteria sebagai bangunan cagar budaya yang berusia 50 tahun dan bernilai sejarah.
"Itulah yang tak ingin komunitas Banteng Ketaton rasakan kembali, kehilangan sebuah cagar budaya yang bernilai bagi sejarah. Maka dari itu dia sangat kekeh mempertahankan jangan sampai Monumen Pers Perjuangan ini menjadi korban yang kedua dari segala bentuk komersialisasi yang hanya mementingkan materi bukan History" tegas Zainal.Â
Hal serupa juga dirasakan oleh Kuncarsono Prasetyo, pegiat cagar budaya ini menyayangkan tidak ada upaya pelestarian monumen dari pemerintah kota ( PEMKOT ) Surabaya. Karena milik swasta jadi tidak bisa mengambil alih bangunan. Mengingat zaman sekarang bangunan Vintage sedang digandrungi oleh kaum millenial.
"Tapi akan menjadi hal yang menarik jika vintage menjadi sebuah konten kreatif dan pembelajaran masa depan dari sejarah masa lalu," ujar lelaki berkacamata ini.
Kuncarsono juga mengungkapkan bahwa kantor berita Indonesia pertama bertempat di Monumen pers perjuangan surabaya. Terjadi perobekan bendera Belanda kala itu di Hotel Orange atau Hotel Yamato yang saat ini menjadi Hotel Majapahit pada 19 September 1945, hari itulah yang membuat semakin kuatnya sebagai kejadian yang sangat berpengaruh tentang perjuangan pasca kemerdekaan. Yang selama ini kita kenal dengan rangkaian Hari Pahlawan Nasional. momentum yang sangat bersejarah itu berhasil diabadikan oleh Abdul Wahab wartawan Kantor Berita Indonesia - Antara (KBI). Memotret dan akhirnya mendapat sudut pandang yang bagus dari atas gedung ini. Â "Agak rancu sebenarnya tetapi sejarahnya keren," ujar lelaki berusia 41 tahun ini.
Tak banyak data yang pegiat cagar budaya ini ketahui, sama hal nya dengan Zainal Karim yang mengaku sebagai keponakan Bung Tomo tersebut. Alasan yang mendasari menurut Pak Kuncarsono adalah, memang sejarah di gedung itu benar -- benar sangat singkat. Hanya diguanakan selama kurang lebih 2 bulan sebelum meletus besar kekacuan di Surabaya.Â
Pak Kucarsono menggambarkan suasana saat itu seperti kegentingan dimana -- mana, dilain sisi ada kebutuhan untuk mendirikan kantor berita untuk menyiarkan kepada seluruh media dan rakyat tentang apa yang terjadi Surabaya. Melihat gedung yang ditinggalkan Jepang ini tak berpenghuni, disitulah Bung Tomo memanfaatkan sebagai kantor perjuangan pers di Bumi Pahlawan. Dan jadilah saksi bisu selama peperangan di Surabaya melawan Belanda dan Inggris di Surabaya. Disinilah bukti peran penting adanya Pers untuk kemerdekaan suatu Negara, Jayalah Negeri Jayalah Pers Indonesiaku.Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H