Mohon tunggu...
Lendy Kurnia Reny
Lendy Kurnia Reny Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Blogger dan content creator. Kindly visit ma blog : https://www.lendyagasshi.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Hilal bagi Al

24 Mei 2020   00:01 Diperbarui: 24 Mei 2020   00:00 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun segera ia buang jauh-jauh prasangka buruk terhadap Allah. Ia yakin, 5 ribu masih cukup untuk membeli sebungkus mie dan akan ia masak di kost-an nanti, hiburnya dalam hati.

Tak disangka, sesampainya di kost-an, anak Ibu kost sedang berulang tahun dan Ibu kost merayakannya dengan berbagi rejeki. Walau tak banyak, begitu kata Bu Kost, Al tetap merasa bersyukur. Karena begitu dibuka, bungkusan itu berisi sepaket nasi kuning, sepotong ayam bagian paha, sambal goreng ati dan kering tempe. Eh, masih ada mie dan acar. Sungguh lengkap dan cukup membuat Al urung makan mie lagi...mie lagi.

Alhamdulillah bini'matihi tatimmush sholihaat.

Tak lupa Al mengucap syukur ketika mendapat kebaikan dan rejeki dari Allah.

Kembali ke aktivitas Al selama masih bekerja saat semua orang mengeluh dirumahaja, capek, bosan dan mati gaya serta lain-lain. Malah ada yang mulai tidak sabar sehingga tampak di berita-berita yang Al baca bahwa banyak orang yang sudah mulai berdesakan di mall dan pusat perbelanjaan hanya untuk belanja baju baru or just have fun, hang-out with their friends, Al masih tetap dengan protokol bekerja yang sama. Cek suhu tubuh ketika datang, semprot desinfektan lalu bekerja dengan physical distancing.

Hari yang dinanti pun tiba. Jum'at ini adalah hari terakhir Al bekerja. Ia diberi gaji utuh plus bingkisan Lebaran dari bosnya. Karena perekonomian sedang lesu, maka tak ada THR dalam bentuk uang, tahun ini. Semua berpaminta dengan syahdu tanpa mendekat. Al dengan gembira pulang ke kost-an dan telepon emak di kampung, hanya menggunakan telepon suara, tanpa bisa video call, karena emak tidak punya smartphone canggih.

"Maak...
Al nyuwun pangapuro sing akeh yo, mak... Tahun ini, Al ora biso mulih. Emak baik-baik di desa yaa...
Al tetap bisa transfer uang buat emak dan bapak. Jangan khawatir uang sekolah Lala, Mak... Al usahakan selalu. Dungakno Al yo, Mak...Pak.
"
((Maak...
Al minta maaf ya, mak... Tahun ini, Al gak bisa pulang kampung. Emak baik-baik di desa yaa...
Al tetap bisa transfer uang buat emak dan bapak. Jangan khawatir uang sekolah Lala, Mak... Al usahakan selalu. Doakan selalu Al disini yaa, Mak, Pak...))

Dengan bercucuran air mata, Emak mendoakan Al nun-jauh di sana, di kota yang kata orang, tempat mengadu nasib terbaik. Hanya Allah-lah tempat Emak mengadukan segalanya. Emak tetap memohon kesehatan dan keberkahan untuk anak sulungnya, Alfian.

Di bawah langit Jakarta, Al pun mendoakan hal yang sama untuk Emak Bapak dan adiknya, Lala yang berada di sebuah dusun di Jogjakarta, tempat dimana dulu bencana gunung merapi sempat meletus.

Walau Lebaran kali ini hanya ditemani empat buah dinding yang mengurungnya, Al tetap percaya bahwa hilal yang tampak tahun ini berupa rejeki kesehatan dan kesempatan untuk terus bekerja di pabrik. Itu sangat berarti untuk Al, seorang anak kampung yang hijrah ke kota demi sesuap nasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun