Mohon tunggu...
Endra Widyastomo
Endra Widyastomo Mohon Tunggu... -

karyawan swasta suka menulis dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pesta Sudah Selesai, Quo Vadis Indonesia?

22 Agustus 2014   18:07 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:51 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jam menunjukkan pukul 20.45 WIB, Yang Mulia Hamdan Zoelva mengetuk palu mengakhiri Sidang MK sengketa Pilpres 2014. Ketukan palu tersebut juga sekaligus mengakhiri pesta demokrasi 5 tahunan Bangsa Indonesia. Pesta kali ini memang sangat meriah dan hiruk pikuk karena para undangannya bisa larut dalam suasana. Tidak seperti pesta-pesta sejenis sebelumnya dimana para undangan hanya sekedar datang dan pulang tanpa kesan. Dengan kata lain hanya formalitas untuk memenuhi hak dan kewajibannya.

Meskipun ada yang tidak puas dengan penyelenggaraan pestanya, tetapi diyakini bahwa masih jauh lebih banyak undangan yang merasa puas baik dengan acaranya maupun tamu-tamu khusus yang menjadi bintang pesta tersebut.

Analogi di atas kurang lebih bisa menggambarkan situasi yang dirasakan dan mungkin dimaknai oleh sebagian Rakyat Indonesia yang telah berhasil melawati tahapan-tahapan panjang PILPRES 2014. Hampir 5 bulan berlalu sejak diumumkannya Calon Presiden dan Wakil Presiden secara resmi oleh KPU. Itu belum termasuk hiruk pikuk pergunjingan masyarakat untuk meramalkan siapa yang akan maju sebagai Capres dan Cawapres yang terjadi jauh sebelum pengumuman resmi KPU.

Ternyata waktu yang cukup panjang dalam persiapan dan pelaksanaan pesta demorasi ini sama sekali tidak menimbulkan rasa kebosanan bagi masyarakat. Justru semakin lama semakin menegangkan karena dari setiap tahapannya selalu ada hal yang menimbulkan rasa penasaran dan menegangkan. Dan puncaknya adalah keputusan Sidang MK tangal 21 Agustus 2014.

Bagi masyarakat yang larut dalam pesta ini ketok palu tersebut akan seolah-olah menjadi akhir dari hari-hari penuh emosi dan senyuman yang mungkin bisa jadi bisa mengalihkan sejenak kepenatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Akan menjadi kenangan saat-saat dimana kita berdebat, marah-marah, bersorak kemenangan ataupun menangis kecewa. Mungkin untuk sebagian masyarakat akan kembali merasa kesepian karena berakhirnya pesta demokrasi ini.

Tanggal 22 Agustus 2014 saat fajar mulai merekah, dan masyarakat mulai beraktivitas, tahapan baru dalam proses politik akan dimulai. Proses Pilpres yang berlangsung aman nampaknya tidak lagi menyisakan masalah-masalah krusial yang berpengaruh signifikan baik secara politik maupun keamanan. Moment of truth akan dihadapi Bangsa ini, apakah keputusan mayoritas pemilih adalah keputusan yang tepat untuk mewujudkan cita-cita Bangsa selama 5 tahun kedepan.

Harapan yang dirangkai dan dipercayakan kepada pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla demikian besar. Rasa letih dan putus asa yang dirasakan oleh sebagian besar Rakyat karena terpuruknya Negara ini telah menggelorakan hati dan jiwa untuk menetapkan pilihan kepada mereka berdua sebagai sepasang ksatria yang akan mewujudkan kebangkitan Bangsa ini dari keterpurukan dan kekhawatiran akan masa depan.

Diyakini sebagian besar Masyarakat tidak memahami janji-janji kampanye yang dipaparkan dalam bentuk Visi dan Misi karena dibutuhkan pemahaman akademis dan politis untuk bisa memahami makna Visi dan Misi tersebut. Pemahaman sebagian besar masyarakat lebih bersifat rasa simpati terhadap sifat dan postur yang tampak dan dirasakan pada diri Calon yang didukung. Sosok Joko Widodo yang bersahaja, jujur, sering dihina, terpatah-patah saat bicara, andap asor (sopan) dan seorang kepala keluarga yang baik mungkin merupakan refleksi dari pada sosok Rakyat Jelata.

Selama ini panggung politik dipenuhi oleh sosok-sosok Amptenar/Ndoro atau Juragan. Stereotip sosok Pejabat Negara adalah borjuis dan kadang-kadang menyeramkan sehingga menimbulkan rasa segan bagi Rakyat Jelata untuk berdekatan apalagi berteman. Semakin lama semakin jauh jarak Pejabat Negara dengan Rakyatnya sehingga seolah-olah kedua kelompok tersebut hidup dalam dunia yang terpisah, saling tidak peduli satu sama lain. Timbul kasta Pejabat dan kasta Rakyat Jelata.

Selamat kepada Rakyat Jelata yang wakilnya sudah ditetapkan menjadi Presiden Republik Indonesia.

Presiden terpilih sejak awal akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Warisan permasalahan dari Pemerintahan SBY, persoalan-persoalan masa lalu terkait korupsi dan HAM, carut marut birokrasi pemerintahan, juga peraturan serta perundangan yang tidak berpihak pada masyarakat akan menjadi masalah-masalah prioritas yang harus dicari pemecahannya. Mungkin harus segera diambil keputusan-keputusan yang ekstrim dan tidak populer untuk merombak carut marut situasi yang ada untuk memperbaiki performa pemerintahan.

Kebijakan tentang subsidi bahan bakar minyak yang dilematis harus segera ditentukan. Begitu pula kebijakan tentang Pendidikan dan Kesehatan yang menjadi andalan pada saat kampanye. Belum lagi pengungkapan kasus-kasus korupsi dan HAM yang ada kemungkinan terkait dengan koalisi partai pendukung.

Begitu banyak luka-luka masa lalu yang belum sembuh, pula begitu banyak kepentingan-kepentingan yang berseberangan dengan kehendak Rakyat. Akankah Joko Widodo mampu untuk berdiri kokoh menentang badai dan tetap kokoh hingga badai berlalu?

Ujian pertama adalah penyusunan Kabinet, yang pada Pemerintahan sebelumnya adalah ajang balas jasa bagi koalisi pendukung. Segera bisa kita saksikan apakah komitmen susunan Kabinet yang berbasis kompetensi benar-benar akan terwujud. Kita sangat berharap bahwa hal tersebut menjadi kenyataan karena akan menjadi pondasi yang kokoh bagi legitimasi Pemerintahan yang baru. Metode yang dicoba dilakukan dengan membuka pintu masukan dari masyarakat untuk calon-calon Menteri mudah-mudah bisa dimanfaatkan secara efektif oleh team penyusun.

Ujian kedua adalah sejauh mana keharmonisan antara Eksekutif dan Leglisatif dalam bermitra untuk sebesar-besarnya melayani kepentingan Rakyat. Mayoritas Leglisatif diasumsikan saat ini akan dikuasai oleh koalisi yang berseberangan dengan Joko Widodo. Bahkan belum ditetapkan sebagai Presiden, sekelompok anggota Leglisatif sudah mengancam akan mempersulit pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden.

Serta ujian-ujian berat yang lain yang akan timbul dalam jalannya Pemerintahan Baru.

Kembali akan ingatan terhadap proses Pilpres 2014. Penuh pertarungan antara 2 kelompok besar yang bertolak belakang warnanya. Pertarungan antara kelompok yang dipenuhi oleh Elite Politik yang berkuasa melawan kelompok yang didukung oleh Rakyat biasa. Pertarungan antara kelompok yang dimobilisasi melawan kelompok yang terbentuk secara partisipatif.

Meskipun hiruk pikuk Pilpres 2014 sudah berakhir tetapi sesungguhnya hiruk pikuk yang baru akan terjadi segera. Pangung politik baru akan segara dibuka tabirnya. Akankan terjadi pertarungan yang mirip dengan pertarungan saat Pilpres 2014?

Setidaknya 53% dari jumlah Pemilih sudah memberikan mandatnya kepada Joko Widodo dan Jusuf Kala untuk memimpin Negeri ini. 53% Pemilih ini juga akan mengemban tanggung jawab terhadap pilihannya untuk mengawal dan mengawasi jalannya Pemerintahan Baru, tidak serta merta melepaskan diri dari proses politik di masa yang akan datang. Tanggung jawab moral tersebut sebagai bentuk patriotisme dalam memperjuangkan masa depan Bangsa yang lebih baik.

Kita berharap, seperti halnya proses Pilpres 2014 yang berlangsung transparan dan akuntabel, jalannya Pemerintahan Baru juga akan transparan dan akuntabel. Kondisi tersebut memungkinkan Rakyat untuk turut serta mengawasi dan mengingatkan jika jalan yang ditempuh tidak lagi sesuai dengan visi dan misi yang sudah menjadi komitmen.

Selain itu sosok Rakyat Biasa hendaknya jangan pudar dan berubah menjadi sosok ‘Ndoro’ sehingga terbentang jarak. Bahasa dalam berkomunikasi juga hendaknya bukan bahasa retorika normatif seperti kebiasaan Pejabat-pejabat Pemerintah sebelumnya tetapi cukup bahasa lugu sederhana yang bermakna tunggal dan mudah dipahami.

Contoh perilaku sederhana dan ikhlas dalam mengabdi juga jangan dirubah menjadi sosok borjuis hanya demi kepentingan public relation terutama dengan Negara-negara Sahabat. Biarlah Negara-negara sahabat bisa memberikan penghargaan kepada mayoritas Rakyat, yang penampakannya diwakili oleh Joko Widodo, bukan kepada minoritas Rakyat yang berpenampilan borjuis.

Sebaliknya diharapkan Rakyat Indonesia akan legowo untuk mendukung kebijakan-kebijakan Pemerintah yang semata-mata ditujukan untuk kesejahteraan Rakyat secara merata. Bisa jadi kebijakan-kebijakan tersebut tidak populer dan bersifat jangka panjang. Hendaknya rakyat harus obyektif dalam mengambil sikap demi masa depan Bangsa bukan kepentingan sesaat.

Partisipasi sukarela yang secara luar biasa terjadi dalam Pilpres 2014 hendaknya tetap berlangsung dalam mengawasi dan mengawal jalannya Pemerintahan mendatang.Akan menjadi tidak berarti jika kekuatan 70% anggota Leglisatif melawan 53% pemilih Pilpres 2014 apabila terjadi pertarungan kepentingan. Sepanjang 53% Pemilih ini membela kebijakan Pemerintah yang pro-Rakyat.

Kita berharap bahwa terjadi keseimbangan antara Pemerintahan yang konsisten dengan visi dan misinya dan Rakyat yang partisipatif dalam politik untuk mengawasi dan mengawal pelaksanaan visi dan misi. Seperti saat Pilpres 2014, dalam suka dan duka diharapkan partisipasi Rakyat memberikan dukungan sukarela bagi kebijakan Pemerintah yang bertujuan untuk kesejahteraan Rakyat. Jikalau ini terjadi maka niscaya Bangsa Indonesia yang adil makmur sejahtera bukan lagi menjadi utopia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun