Kebijakan tentang subsidi bahan bakar minyak yang dilematis harus segera ditentukan. Begitu pula kebijakan tentang Pendidikan dan Kesehatan yang menjadi andalan pada saat kampanye. Belum lagi pengungkapan kasus-kasus korupsi dan HAM yang ada kemungkinan terkait dengan koalisi partai pendukung.
Begitu banyak luka-luka masa lalu yang belum sembuh, pula begitu banyak kepentingan-kepentingan yang berseberangan dengan kehendak Rakyat. Akankah Joko Widodo mampu untuk berdiri kokoh menentang badai dan tetap kokoh hingga badai berlalu?
Ujian pertama adalah penyusunan Kabinet, yang pada Pemerintahan sebelumnya adalah ajang balas jasa bagi koalisi pendukung. Segera bisa kita saksikan apakah komitmen susunan Kabinet yang berbasis kompetensi benar-benar akan terwujud. Kita sangat berharap bahwa hal tersebut menjadi kenyataan karena akan menjadi pondasi yang kokoh bagi legitimasi Pemerintahan yang baru. Metode yang dicoba dilakukan dengan membuka pintu masukan dari masyarakat untuk calon-calon Menteri mudah-mudah bisa dimanfaatkan secara efektif oleh team penyusun.
Ujian kedua adalah sejauh mana keharmonisan antara Eksekutif dan Leglisatif dalam bermitra untuk sebesar-besarnya melayani kepentingan Rakyat. Mayoritas Leglisatif diasumsikan saat ini akan dikuasai oleh koalisi yang berseberangan dengan Joko Widodo. Bahkan belum ditetapkan sebagai Presiden, sekelompok anggota Leglisatif sudah mengancam akan mempersulit pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden.
Serta ujian-ujian berat yang lain yang akan timbul dalam jalannya Pemerintahan Baru.
Kembali akan ingatan terhadap proses Pilpres 2014. Penuh pertarungan antara 2 kelompok besar yang bertolak belakang warnanya. Pertarungan antara kelompok yang dipenuhi oleh Elite Politik yang berkuasa melawan kelompok yang didukung oleh Rakyat biasa. Pertarungan antara kelompok yang dimobilisasi melawan kelompok yang terbentuk secara partisipatif.
Meskipun hiruk pikuk Pilpres 2014 sudah berakhir tetapi sesungguhnya hiruk pikuk yang baru akan terjadi segera. Pangung politik baru akan segara dibuka tabirnya. Akankan terjadi pertarungan yang mirip dengan pertarungan saat Pilpres 2014?
Setidaknya 53% dari jumlah Pemilih sudah memberikan mandatnya kepada Joko Widodo dan Jusuf Kala untuk memimpin Negeri ini. 53% Pemilih ini juga akan mengemban tanggung jawab terhadap pilihannya untuk mengawal dan mengawasi jalannya Pemerintahan Baru, tidak serta merta melepaskan diri dari proses politik di masa yang akan datang. Tanggung jawab moral tersebut sebagai bentuk patriotisme dalam memperjuangkan masa depan Bangsa yang lebih baik.
Kita berharap, seperti halnya proses Pilpres 2014 yang berlangsung transparan dan akuntabel, jalannya Pemerintahan Baru juga akan transparan dan akuntabel. Kondisi tersebut memungkinkan Rakyat untuk turut serta mengawasi dan mengingatkan jika jalan yang ditempuh tidak lagi sesuai dengan visi dan misi yang sudah menjadi komitmen.
Selain itu sosok Rakyat Biasa hendaknya jangan pudar dan berubah menjadi sosok ‘Ndoro’ sehingga terbentang jarak. Bahasa dalam berkomunikasi juga hendaknya bukan bahasa retorika normatif seperti kebiasaan Pejabat-pejabat Pemerintah sebelumnya tetapi cukup bahasa lugu sederhana yang bermakna tunggal dan mudah dipahami.
Contoh perilaku sederhana dan ikhlas dalam mengabdi juga jangan dirubah menjadi sosok borjuis hanya demi kepentingan public relation terutama dengan Negara-negara Sahabat. Biarlah Negara-negara sahabat bisa memberikan penghargaan kepada mayoritas Rakyat, yang penampakannya diwakili oleh Joko Widodo, bukan kepada minoritas Rakyat yang berpenampilan borjuis.