"Anak-anak, negara kita itu punya beragam suku, agama, ras, dan budaya", saya terngiang kalimat yang diucapkan oleh guru saya sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.
Memang benar kalau Indonesia itu multikultural, namun siswa jarang diberikan pendidikan untuk merawat keberagaman dan pengetahuan tentang peristiwa atau potensi diskriminasi serta ekstremisme kekerasan (merasa kelompok sendiri paling benar, yang lain salah, dan terdapat keinginan menyakiti yang berbeda). Alhasil, kelompok rentan seperti penghayat kepercayaan, masyarakat adat, agama minoritas, dan sebagainya belum mendapatkan kebebasan beragama dan berkeyakinan sepenuhnya. Kita bisa apa?
Belajar Pencegahan Ekstremisme Kekerasan dengan Menyenangkan!
Saya sangat mengapresiasi adanya Modul Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di Indonesia (K-Hub PCVE Outlook #2). Sebagai gen Z, saya terpukau dengan tampilan dan ilustrasi yang merepresentasikan dan membantu melengkapi tulisan. Ilustrasi pada modul mudah ditangkap karena tidak rumit; kombinasi dan pemilihan warna nyaman dipandang lama oleh mata; mewakili keberagaman usia, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan sebagainya.
Belajar mengenai pencegahan ekstremisme kekerasan tidak menyeramkan dan tabu, namun jadi menyenangkan karena ilustrasi memicu gen Z seperti saya untuk ingin tahu lebih tentang topik pencegahan ekstremisme.
Selain gambar, font merupakan komponen yang sangat penting dan menunjang pemahaman. Font pada modul K-Hub (Knowledge Hub) cukup nyaman untuk dibaca, namun menurut saya ukuran font perlu diperbesar agar modul lebih banyak diakses oleh orang tua dan pembaca pemula.
Siapa Saja Bisa Mencegah Ekstremisme Kekerasan!
Modul pencegahan ekstremisme yang merupakan kolaborasi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), komunitas, dan pemerintah ini ditunjukkan tidak hanya untuk orang dewasa dan pendidik. Kategorisasi modul yang terdiri dari: semua persona, pendidik, pelajar, tokoh agama dan santri, dan umum ini sangat memudahkan pembaca untuk memilih yang sesuai dengan diri mereka. Selain itu, pembaca bisa mengerti perspektif dari masing-masing kategori setelah membaca modul. Semakin banyak membaca dan memahami, jadi makin menghargai.
Perlu Cerita di Sekitar untuk Menggandeng Pembaca dengan Realita
Pada bagian awal modul, perlu pengenalan mengenai 'apa', 'mengapa', dan 'bagaimana' kita berpartisipasi mencegah ekstremisme kekerasan. Selain itu, cerita-cerita mengenai konflik, pascakonflik, kisah keberagaman saat konflik, rekonsiliasi perlu dimasukkan ke dalam modul. Peristiwa Poso, Ambon, Sampit, Geger Pecinan, dan sebagainya perlu dijelaskan dan dianalisis dalam modul ini.
Penyusun modul perlu mengajak kolaborasi ilustrator, pembuat narasi, dan peneliti yang ada di Indonesia. Hal ini diperlukan karena pembaca akan lebih terhubung dengan sekitar ketika membaca edukasi pencegahan ekstremisme kekerasan sehingga penjelasan lebih mudah dipahami.
Ada sedikit catatan, menurut saya penyebutan atau judul modul bisa dibuat lebih eye catching dan memiliki slogan yang gampang diingat. Hal tersebut sangat penting agar proses menyebarkan modul dari mulut ke mulut lebih mudah terima. Bahasa pun memegang peranan penting untuk mengkomunikasikan isi modul, maka bahasa dalam modul perlu dibuat lebih mengalir (mudah dipahami) dan dipraktikkan.
Modul yang Inlusif Perlu Digaungkan!
Modul Pencegahan Ekstremisme K-Hub ini patut menjadi teladan untuk ragam modul lain di Indonesia karena modul ini tidak hanya melirik sudut pandang agama mayoritas, melainkan secara bertahap berkembang menampilkan sudut pandang agama Kristen, Buddha, dan sebagainya.
Saya sangat mendukung modul dengan ragam agama dan kepercayaan agar praktik baik pencegahan ekstremisme kekerasan lebih inklusif karena merangkul dan kerja sama banyak agama dan kepercayaan. Ajaran-ajaran baik pada tiap agama dan kepercayaan perlu diangkat dan terus diingatkan untuk mendukung sikap saling toleransi. Orang dewasa maupun orang muda perlu mengetahui nilai-nilai perdamaian yang diajarkan oleh ragam agama.