Fenomena Pembeli Bukan Lagi Raja
Seorang kawan baik mengeluhkan suatu kejadian yang dianggapnya tragis malam itu.
Kamis malam tepatnya di salah satu toko yang bisa saja dijuluki spesialis menjual obat-obatan, sebut saja (Toko Obat Koplak 24 Jam).
Motor diparkirnya tanpa firasat buruk akan terjadi peristiwa krusial memalukan. Pintu kedua toko yang terbuat dari dinding kaca utuh dengan posisi pintu kaca dorong berada di sebelah kirinya, sangat jelas bertanda stiker kata "DORONG". Artinya, petunjuk itu sangat dipahami oleh setiap pengunjung terkecuali yang mengalami buta huruf permanen.Â
Sebelum turun dari tunggangannya, matanya sempat melihat perawakan sosok wanita muda yang agak pendek, kurus, dan lunglai bersandar malas pada dinding kaca yang dihadapannya tertera stiker tulisan "LOKET".
Dengan sangat sadar akan kondisi lazimnya sebuah toko, pintu itu didorongnya setengah bertenaga. Dan tiba-tiba pintu tak terdorong ataupun terbuka.Â
Seketika pintu hendak didorong tuk kedua kalinya, terdengar suara agak lantang menyeruak, "Lewat sini pak! Mau beli apa?" Ternyata suara tegas itu berasal dari gestur malas yang tak punya etos kerja.Â
Kawan yang bernasib naas di malam kuntilanak terhentak jiwa raganya karena suara gelegar itu seperti membentaknya. Pertanyaan wanita kecil berbusana gaul tampak alim terlalu berintonasi merendahkan kawan yang sial itu.
"Sini pak, lewat sini!", ujar wanita dengan bahasa tubuhnya dan mimik ketus sambil menunjuk kaca berlubang persegi yang melekat erat kata "LOKET".
Kawanku malang yang merasa dilecehkan logikanya oleh anak muda jarang baca dan kurang beretika tersebut kemudian spontanitas menjawab dengan suara datar, "Nona, bicara pelan-pelan saja, jangan terlalu kasar. Saya datang untuk berbelanja bukan untuk memalak Nona!"
"Tapi lewat sini pak ("LOKET"), bukan lewat di situ ("DORONG")!" Perempuan muda segera membalas cepat tak mau kalah, seraya bibir tersumbing mengarahkan jari telunjuknya ke arah pintu kaca.