PERAN AKAL DALAM MEMAHAMI WAHYU DAN DALIL HUKUM ISLAM
Lely Nur Andriani
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Hukum Pidana Islam. e-mail: lelynuraa@gmail.com
Abstract
Reason as a natural power, which distinguishes between good and bad, benefit or harm, has theoretical power and practical power which are two sides of the same mind, but the power of reason is not unlimited. The methodology used in this writing is using the literature study or literature review method. Literature studies can be obtained from various sources, including journals, books, documentation, the internet and other libraries. Reason carrying out valid reasoning is a revelation transmitted by reason itself so that it is in accordance with the revelation and postulates of Islamic Law.
Keywords :Â Reason, Literature Study, Revelation
Abstrak
Akal sebagai kekuatan fitri, yang membedakan baik atau buruk, manfaat atau mudharat yang memiliki daya teoritis dan daya praktis yang merupakan dua sisi dari akal yang sama, akan tetapi daya akal bukanlah tidak terbatas. Metodologi yang digunakan pada penulisan ini yaitu dengan menggunakan metode studi pustaka atau Literatur review. Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku, dokumentasi, internet, dan pustaka lainnya. Akal melakukan penalaran yang valid merupakan wahyu yang ditransmisi oleh akal itu sendiri sehingga sesuai dengan wahyu dan dalil Hukum Islam.
Kata Kunci : Akal, Studi Pustaka, Wahyu
Pendahuluan
     Akal merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh hampir semua manusia di muka bumi. Akal setiap manusia memiliki kemampuan berpikir yang berbeda beda. Tidak semua manusia dapat melakukan penalaran yang dalam atau jauh terhadap suatu peristiwa yang terjadi pada alam semesta.
     Manusia dan akal tentunya tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling mengikat dan memengaruhi. Akal yang dapat melakukan penafsiran yang mendalam merupakan suatu mukjizat yang tidak semua orang dapatkan. Penafsiran yang mendalam ini merupakan bekal bagi seseorang untuk dapat melakukan penalaran terhadap wahyu yang diberikan oleh Allah SWT. Sejatinya akal lah yang menjadi pembeda antara kualitas setiap insan. Akal akan mengantarkan setiap orang pada keputusan dan pemahaman yang berbeda.
    Wahyu yang ditransmisikan oleh akal secara baik akan menghasilkan dalil yang benar dan sesuai dengan hukum Islam. Dalam penalaran wahyu haruslah memiliki akal yang sehat dan luas. Karena akal akan sangat memengaruhi hasil dari berfikir itu sendiri.
Metode Penelitian
     Metodologi yang dipakai pada penulisan ini yaitu dengan menggunakan metode studi pustaka atau Literatur review. Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku, dokumentasi, internet, dan pustaka lainnya. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penulisan. Tulisan ini mencantumkan penjelasan mengenai definisi serta penjabarannya.
Pembahasan
A.Definisi Akal dan Wahyu
    Akal secara bahasa berasal dari kata Arab al-'aql yang berarti kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu. Kata al-'aql merupakan mashdar dari kata 'aqola -- ya'qilu -- 'aqlan yang artinya "paham (tahu, mengerti) dan memikirkan (menimbang)".
    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akal diartikan sebagai daya pikir atau pikiran. Akal juga dapat diartikan sebagai: Kemampuan memahami lingkungan, Jalan atau cara melakukan sesuatu, Daya upaya, Ikhtiar.
    Jadi akal adalah kompleksitas pikiran, perasaan, dan keinginan batin. Dalam bahasa Arab, akal berasal dari kata aql yang muncul dalam Al-Qur'an sekitar 49 kali dalam bentuk kata kerja 'aqala, ya'qilun, 'aqalu, ta'qilun, na'qilu, dan ya'qilu yang mengacu pada penggunaan akal.
    Bagi Izutzu kata al-'aql masuk ke dalam wilayah falsafat Islam dan mengalami perubahan dalam arti. Dan dengan masuknya pengaruh falsafat Yunani ke dalam pemikiran Islam, maka kata al-'aql mengandung arti yang sama dengan kata Yunani, nous. Falsafat Yunani mengartikan nous sebagai daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia.
    Akal menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk hidup lainnya, hal ini dikarenakan manusia dapat menerima berbagai pengetahuan teoritis. Selain daripada itu, akal yang diperoleh oleh seseorang dari pengalamannya akan mempengaruhi hidupnya termasuk memperhalus budinya. Tak jarang akal pun menjadi insting bagi manusia terhadap peristiwa yang akan terjadi kedepannya atau terhadap dampak dari peristiwa yang sedang terjadi.
    Sedangkan wahyu berasal dari kata dari bahasa yakni Arab al-wahy yang berarti suara, api, dan kecepatan, serta dapat juga berarti bisikan, isyarat, tulisan, dan kitab. Wahyu juga merupakan sesuatu yang disampaikan oleh Allah SWT kepada utusan-Nya.
    Wahyu Allah yang diturunkan kepada utusan-Nya khususnya kepada Nabi Muhammad pada garis besarnya berisi: aqidah, prinsip-prinsip keimanan yang perlu diyakini oleh setiap mu'min; hukum-hukum syari'at yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alamnya; akhlak, tuntunan budi pekerti luhur; ilmu pengetahuan; sejarah tentang umat-umat terdahulu sebagai pelajaran; informasi tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
B.Berdalil dengan Akal
    Dalil berasal dari kata bahasa Arab dalla-yadullu yang berarti menunjuk. Dalam konteks agama Islam, dalil adalah petunjuk atau alat yang digunakan untuk memutuskan sebuah perkara.
    Dalil merupakan sebuah aturan atau prinsip hukum yang digunakan sebagai landasan dalam mengambil keputusan. Dalam proses berpikir dan berargumen, dalil merupakan bagian penting yang menjadi dasar atau pijakan bagi seseorang untuk mengambil keputusan atau membuat kesimpulan yang benar.
    Sebuah dalil yang benar dapat dilakukan dengan cara berpikir melibatkan akal yang sehat. Bahkan, mu'tazilah meyakini bahwa akal dapat menentukan baik dan buruk, memilih dan memutuskannya meskipun tanpa wahyu.
    Akal yang dimaksimalkan dalam proses berpikir dapat menghasilkan penalaran terhadap segala peristiwa dari pengalaman ataupun pengetahuannya. Penalaran yang valid adalah wahyu yang ditransmisi oleh akal sehingga sesuai dengan wahyu.
   Akal hanya dimiliki oleh manusia dan hal itulah yang membuat manusia menjadi lebih tinggi derajatnya dan menjadi makhluk yang mulia dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Muhammad Abduh (1336 H: 110) dalam Risalah al-Tauhid-nya mengatakan bahwa akal manusia dibagi menjadi dua, yaitu akal kaum awam dan akal kaum khawas. Akal orang awam hanya menjangkau masalah-masalah yang sederhana, sedangkan akal orang khawas mampu menjangkau masalah yang lebih rumit.
    Akal dapat memperoleh segala informasi secara luas mengenai berbagai hal, akan tetapi bukan berarti akal tidak terbatas. Ada banyak hal yang tidak dapat diketahui hanya melalui akal. Manusia dapat mengetahuinya hanya melalui wahyu.
    Akal tidak dapat mengetahui perincian kebahagiaan serta kesengsaraan yang menunggunya di akhirat dan cara menghitung perbuatan baik ataupun buruknya nanti. Oleh karena itu, manusia membutuhkan Al-Quran untuk memperoleh pengetahuan lebih luas tentang Tuhan dan masa depannya di alam gaib.
    Apabila wahyu memerlukan akal untuk memahami dirinya, akal pun berhajat pada wahyu, baik sebagai pengetahuan informatif maupun pengetahuan konfirmatif. Agama dan akal saling berkaitan atau seperti menjalin hubungan. Akal menjadi tulang punggung ajaran agama, terutama karena adanya kebutuhan akal untuk menjelaskan wahyu. Wahyu dan akal tidak pernah ada pertentangan karena tidak mungkin Tuhan menurunkan wahyu kepada manusia yang tidak berakal meskipun dalam wahyu terdapat ayat-ayat yang tidak mudah dipahami oleh akal.
    Akal manusia sudah seharusnya digunakan sebagaimana mestinya, karena akal manusia bukan hanya sekedar ilham yang terdapat dalam dirinya, melainkan juga ajaran Al-Quran. Al-Quran tidak semata-mata memberikan perintah, tetapi juga memotivasi manusia untuk berpikir (Harun Nasution, 1987: 46).
    Fungsi akal sangatlah tinggi dalam memahami wahyu sehingga akal dapat menyampaikan manusia pada ketauhidan. Harun Nasution mengatakan bahwa semua bermula dari akal dan jika memasuki wilayah hati, kebenaran akal lebih universal karena berpijak kepada wahyu yang telah sejak awal diyakini kebenarannya.
C.Hubungan Fungsional Akal dan Wahyu Al-Quran
    Akal dan Al-Quran tentunya memiliki hubungan fungsional karena akal dan pemikiran manusia dapat menjabarkan makna, pesan, dan maksud Allah SWT. Yang dituangkan dalam ayat-ayat Al-Quran. Isinya berisikan pesan melalui ayat-ayat Al-Quran tentang keharusan manusia untuk mengetahui kebenaran secara empirik melalui pendekatan indrawi yang objektif. Pada Surat Ali Imran ayat 190 menyebutkan penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang-malam adalah pelajaran bagi orang-orang yang berakal dan mau menggunakan akalnya untuk berpikir.
    Hubungannya dengan dalil akal tersebut adalah sudah menjadi kewajiban bagi manusia untuk mengetahui Tuhan dengan akalnya dengan benar. Tuhan tidak akan diketahui kecuali dengan pengetahuan dan proses berpikir yang melibatkan akal. Inti pengetahuan Tuhan ini berkisar pada perihal ketauhidan serta keadilan Tuhan. Dengan kata lain, seseorang yang tidak mengetahui Tuhan dengan kekuatan nalar akalnya, tidak dibenarkan untuk mengetahui kewajiban hukum.
    Dalam Sosiologi Hukum Islam, kedudukan akal sangatlah penting dilihat dalam berbagai perspektif, yaitu manusia sebagai individu dan manusia sebagai kelompok. Pada mulanya manusia dilahirkan menjadi individu dan mempertahankan kehidupannya dengan melibatkan akal pikiran. Lalu manusia membentuk sistem sosial dalam komunitas dan membangun kekuatan kelompok.
Kesimpulan
    Akal diartikan sebagai daya pikir atau pikiran. Akal menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Wahyu merupakan sesuatu yang disampaikan oleh Allah SWT. Kepada utusan-Nya yang berisikan petunjuk ataupun perintah.
    Akal dapat memperoleh segala informasi secara luas mengenai berbagai hal. Akal yang dimaksimalkan dalam proses berfikir dapat menghasilkan penalaran terhadap segala peristiwa dari pengalaman ataupun pengetahuannya. Wahyu memerlukan akal untuk memahami dirinya, akal pun berhajat pada wahyu.
    Akal dan Al-Quran saling berkaitan dan memiliki hubungan fungsional, karena akal dan pemikiran manusia dapat menjabarkan makna, pesan, dan maksud Allah SWT. Yang dituangkan dalam ayat-ayat Al-Quran. Dalam Sosiologi Hukum Islam, kedudukan akal sangatlah penting dilihat dalam berbagai perspektif, yaitu manusia sebagai individu dan manusia sebagai kelompok.
Daftar  Pustaka
Buku
Ahmad Saebani, Beni. (2024). Sosiologi Hukum Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
As-Shalih, Subhi. (1993). Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Web
https://www.uinsalatiga.ac.id/moderasi-islam-memelihara-keseimbangan-akal/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H