Mohon tunggu...
Leli Hesti
Leli Hesti Mohon Tunggu... Dokter - *Minat dengan hal-hal baru dan teman-teman baru*

*Minat dengan hal-hal baru dan teman-teman baru* Belajar lebih banyak bercerita via blog fotografi ini :https://www.sedoso.net/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filosofi Muncak

3 Januari 2021   20:40 Diperbarui: 3 Januari 2021   22:22 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya pergi ke Rinjani beberapa saat lalu, saya perhatikan betapa kuatnya para porter atau guide Rinjani yang notabene merupakan orang lokal. Dengan beban puluhan kilo, trek yang menanjak curam, mereka ringan saja melangkahkan kakinya dengan lincah di sela-sela akar dan bebatuan.

Peralatan mereka sungguh biasa.. Tidak perlu tas carrier merk terkenal untuk mengangkut barang-barang atau beban logistik selama berhari-hari diatas nanti. Jangankan memakai jaket wind proof, wind breaker, jaket bulang dan semacamnya.

Pakaian mereka hanya kaos oblong biasa, beberapa bahkan kami temui tidak memakai baju!.. Alas kaki juga bukan sepatu gunung atau hiking boots, melainkan cukup sandal jepit merk lokal. Begitu sederhana..seolah-olah perjalanan ini hanya main ke kampung sebelah !

Salah satu porter tangguh dari Rinjani (dokpri)
Salah satu porter tangguh dari Rinjani (dokpri)

Bandingkan dengan kami yang mempersiapkan diri  jauh-jauh hari? Sibuk hunting semua peralatan yang harus dibawa, bahkan kalau perlu sewa atau membeli gear model terbaru..

Lalu saya berpikir , apa yang membuat mereka begitu kuat dan tangguh ya?

Apa ini tentang kebiasaan...?

Atau hanya tentang kekuatan pikiran bahwa medan yang akan di lalui hanya biasa-biasa saja, jadi ya semua tentang ini menjadi biasa-biasa saja..

Saya sering  mendengar bahwa untuk sebuah perjalanan pendakian, selain persiapan  fisik maka mempersiapkan mental jauh lebih penting..Dan ini saya buktikan kemarin !

Dengan trek yang luar biasa berat, sebenarnya beberapa kali saya hampir menyerah untuk maju. Terutama saat perjalanan summit menuju puncak Dewi Anjani..utamanya lagi ketika  kami harus melalui letter E !  Belum lagi ditambah kabut yang terus datang dan pergi sehingga puncak menjadi tidak tampak dan ini makin membuat saya frustasi karena tujuan saya seolah-olah menjauh..

Sungguh kekuatan pikiran menjadi lebih penting saat itu..

Kaki ini sudah tidak sanggup melangkah sebenarnya..lebih tepatnya sudah diseret..saat 1-2 kali melangkah ke depan ,lalu tubuh ini limbung ke belakang. Maka pilihan terbaik adalah istirahat sejenak sambil menguatkan motivasi untuk tetap maju. Dan pasrah !

Istirahat sejenak di perjalanan .. (dokpri)
Istirahat sejenak di perjalanan .. (dokpri)

..Pelan-pelan saja..Nanti juga akan sampai kok..:-)

Saya pikir kita harus mampu mengukur diri sendiri.. Jadi sejak awal, sudah saya persiapkan mental untuk pasrah walau nanti tidak bisa sampai ke puncak. Ini bukanlah sebuah persaingan siapa yang bisa ke puncak  adalah siapa yang paling hebat..

Ini adalah sebuah perjalanan dimana saya harus bisa mengukur kemampuan diri, tidak memberatkan orang lain dan yang terpenting tidak membahayakan keselamatan banyak orang!

Ketika semuanya menjadi biasa-biasa saja ,maka beban untuk menapaki pendakian (terutama beban harus sampai di puncak ) menjadi lebih ringan..its okay not to reach the top !

Tapi saya akui ini tidak mudah...rasanya memang terbebani ketika satu persatu teman-teman atau orang lain mendahului langkah kita dan tau mereka sudah semakin dekat dengan puncak! Atau ketika bertanya kepada orang-orang yang sudah turun , masih berapa lama lagi perjalanan menuju kesana? Rasanya mental ini menjadi lebih drop dan tiba-tiba rasa untuk menyerah di titik itu makin besar..

Ini sebenarnya sudah pernah saya alami di pendakian sebelumnya..

Oleh karena itu, sejak awal ketika saya menyadari bahwa Rinjani bukanlah medan yang ringan, hal ini membuat rasa pasrah saya makin besar kemudian saya makin biasa-biasa saja dan anehnya beban pendakian kemarin menjadi lebih ringan !

Kembali lagi ke soal porter rinjani..sepertinya kasus saya jadi sedikit mirip dengan kasus porter diatas. Dengan pikiran bahwa perjalanan yang akan dilalui biasa2 saja, plus kebiasaan jalan mereka yang sudah ratusan kali mendaki pada medan yang sama..BaM ! lalu semuanya menjadi terasa ringan buat mereka..

Tentu ,tetap saja ada perbedaan fisik antara saya dengan mereka hehhe..Tapi saya rasa untuk hal ini dapat saja kita biasa kan sebenarnya..dengan latihan fisik yang kontinyu, maka medan yang berat bisa kita lalui dengan biasa-biasa saja..

Seharusnya filosofi ini bisa dipakai pada episode perjalanan hidup kita yang lain.

Ketika kita sadar dan pasrah bahwa hidup bukanlah tentang persaingan siapa yang lebih hebat, maka kita akan biasa2 saja saat melihat orang lain lebih sukses ke puncak ! Saat kemudian semua terasa begitu berat dan pada titik nadir untuk menyerah, maka pilihan terbaik adalah istirahat sejenak, pasrah dan bersikap biasa-biasa saja sambil tetap menguatkan motivasi untuk meneruskan hidup..Walaupun itu artinya kita harus menyeret langkah kaki kita, its okay selama kita tidak menyerah..Pelan-pelan saja..

Lalu pelan-pelan meneruskan langkah kita.. (dokpri)
Lalu pelan-pelan meneruskan langkah kita.. (dokpri)

Ketika ada kabut sesekali datang dalam hidup, tujuan makin tidak jelas..namun kalau kita pikir bahwa semua episode hidup tersebut akan kita lewati, maka harusnya semua juga akan terasa menjadi biasa2 juga ... Dengan pikiran dan mental yang terlatih, rasa pasrah yang di perbesar ,seharusnya semua akan baik-baik saja pada akhirnya..

Hidup kita mungkin tidak akan lurus begitu saja menuju tujuan..akan berbelok-belok..akan ada beban tambahan di sela-sela perjalanan..maka hanya dengan kekuatan pikiran , sikap pasrah, tawakkal kepada Sang Kuasa dan meneruskan hidup pelan-pelan dengan tidak menyerah, harusnya sih semua terasa  biasa-biasa saja ya dan ujung-ujungnya jadi lebih ringan.

Upss , saya lupa..dengan semua pengorbanan diatas, maka insya Alloh kita akan mendapatkan bonus ! Sebuah puncak dimana kita bisa melihat ke bawah, kepada sekeliling  , kepada semua episode dalam perjalanan hidup untuk kemudian meneruskan tujuan menuju puncak yang lain..

Sebuah puncak keabadian untuk bertemu dengan Sang Pencipta kita kelak..:-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun