Mohon tunggu...
Money

Awas, Hati-Hati dengan Hak Orang Lain! Dalam Islam Sudah Ada Ketentuannya Loh

17 Maret 2019   22:26 Diperbarui: 17 Maret 2019   23:54 3186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Awas, Hati-Hati Dengan Hak Orang Lain! Dalam Islam Sudah Ada Ketentuannya Loh 

            Islam adalah agama yang mengatur tentang segala bentuk aktivitas manusia, termasuk masalah ekonomi. Salah satunya adalah masalah tentang kepemilikan (al-milkiyyah). Islam selalu memberikan ruang kepada umatnya untuk mengakses segala sumber kekayaan-Nya, untuk memenuhi tuntutan kehidupan dan kesejahteraan.

Istilah milik berasal dari bahasa arabb  yaitu milk. Dalam kamus Almunjid dikemukakan bahwa kata-kata yang bersamaan artinya dengan milk (yang berakar dari kata malaka) adalah malkan, milkan, malakatan, mamlakatan, mamlikatan, dan mamlukatan. Menurut bahasa artinya Memiliki sesuatu dan sanggup bertindak bebas terhadapnya (Hasbi Ash Shiddieqy, 1989: 8).

            Menurut Wahbah Zuhaili sebagaimana dikutip oleh Ismail Nawawi  bahwa kepemilikan bermakna pemilikan manusia atas suatu harta atau kewenangan untuk bertransaksi secara bebas terhadapnya. Menurut ulama fiqih, kepemilikan adalah keistimewaan atas suatu benda yang menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan kepemilikannya untuk bertransaksi secra langsung diatasnya selama tidak ada halangan syariah.

Sedangkan menurut Abdul Madjid kepemilikan didefinisikan sebagai kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syariat untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar'i apabila seorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syariat, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri atau dengan perantara orang lain.

Menurut terminologi atau istilah, Suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain, menurut syariat, yang membenarkan pemilik ikhtisas it bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang (Hasbi Ash Shiddieqy, 1989: 8). Kata menghalangi  dalam definisi diatas maksudnya adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik sesuatu barang mempergunakan atau memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemiliknya, sebaliknya pengertian penghalang adalah sesuatu ketentuan yang mencegah pemilik untuk bertindak terhadap harta miliknya.

Sedangkan menurut syariat ada barang yang tidak dapat dimiliki kecuali dibenarkan oleh syariat, seperti harta yang telah diwakafkan tidak boleh dijual-belikan atau dihibahkan, kecuali sudah rusak atau biaya perawatannya lebih mahal dari penghasilannya. Dalam hal ini pengadilan atau pemrintah boleh memberikan izin untuk mentraksaksikannya harta tersebut.

            Di dalam Islam pemilikan pribadi tidak bersifat mutlak karena di dalamnya terdapat ketentuan hukum yang memiliki prinsip dasar sebagai berikut  :

  • Pada hakikatnya, kepemilikan bumi dan alam semesta dengan segala adalah milik Allah.
  • Kedudukan manusia terhadap bumi dan alam semesta hanya sebagai pemilik sementara.
  • Sumber-sumber daya ekonoi tidak diikuti dengan kepemilikan oleh sebagian kelompok.
  • Kepemilikan sesuatu harus didasarkan pada proses transaksi yang benar sesuai dengan ketentuan Allah.

Adapun ciri-ciri sistem pemilikan secara ekonomi adalah :

  • Sesuai dengan karakteristik syariah Islam yaitu bebas dan membebaskan
  • Selalu bersandar pada kepentingan umum (maslahah) sebagai salah satu sumber dari sumber-sumber pembentukan hukum Islam.
  • Berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah yaitu suatu corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum.

Secara garis besar dilihat dari unsur harta dan manfaat, dapat diklasifikasikan menjadi dua: 

Pertama, kepemilikan sempurna (milkultamman), maksudnya suatu kepemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya bentuk benda dan kegunaanya dapat di kuasai. Kepemilikan sempurna ini bisa di peroleh dengan banyak cara, jual beli misalnya. Menurut pendapat Wahbah Zuhaili sebagaimana di kutip oleh Ismail Nawawi mengatakan bahwa dalam benda tamman (sempurna), pemilik mempunyai wewenang yang mutlak, atas harta yang di miliki, ia bebas melakukan transaksi, investasi dan lainnya seperti hibah, wakaf, wasiat, ijarah dan lainya, karena mereka memiliki dzat harta dan manfaatnya. Jika ia merusak barang yang dimiliki, maka ia tidak memiliki kewajiban untuk menggantinya. Akan tetapi dari sisi agama ia mendapatkan sanksi, karena merusak harta benda hukumnya haram.

Kedua, kepemilikan tidak sempurna (milqunnaqishah), maksudnya kepemilikan atas salah satu unsur harta benda saja. Bisa berupa kepemilikan barang atau benda atas manfaatnya, tanpa memiliki benda disertai atas kepemilikan atas bendanya. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut, memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki manfaat (kegunaan)nya saja tanpa memiliki zatnya. Pemilikan harta tanpa manfaat, yaitu memilik hartanya tanpa manfaat, seperti pemilik mobil memberikan wasiat kepada orang lain selama satu tahun. Ketika orang yang mewasiatkan mobil tersebut meniinggal, maka mobil tersebut secara fisik miliknya ahli waris, selama wasiat tersebut dalam satu tahun belum habis, maka ahli waris tidak memiliki manfaat pada mobil tersebut. Sedangkan orang yang di beri wasiat tersebut, sebaliknya hanya memiliki manfaat atas mobil tersebut,tapi tidak memiliki atas benda atau mobil tersebut.

Perolehan kepemilikan yang sah menurut islam :

  •  Dengan berusaha (Ibrazul mubahat)
  • Tanpa berusaha (al-khalafiyah)
  • Disebabkan Attawalludu Minal Mamluk

Perolehan kepemilikan yang tidak sah menurut islam : segala hal yang didapat dari perbuatan menyimpang.

Ghasb secara bahasa artinya mengambil sesuatu dari orang lain dengan cara paksaan. Sedangkan menurut istilah fuqaha adalah mengambil dan atau menguasai hak orang lain secara zalim dan aniaya dengan tanpa hak. Ghasb hukumnya haram. Orang yang melakukan ghasb harus bertaubat kepada Allah SWT dan mengembalikan barang ghasb serta meminta maaf kepada pemiliknya. Jika barang ghasb masih ada, maka dikembalikan seperti sedia kala. Namun jika sudah binasa, maka barang tersebut harus diganti.

Pencurian adalah mengambil harta orang lain secara rahasia saat orang tersebut terjaga. Jika mengambilnya secara kekerasan, maka hal itu adalah muhaarabah dan jika mengambilnya karena menguasai, maka hal itu adalah ikhtilas (jambret) dan jika mengambilnya saat ia diamanahi, maka hal ini disebut khianat.

Seseorang yang menanam tanaman di tanah rampasan, maka tanaman itu milik yang punya tanah, dan bagi perampas harus mengembalikannya. Hal ini, jika tanaman belum dipetik, adapun jika sudah dipetik, maka pemilik tanah tidak berhak selain upah.

Pohon yang ditanam juga wajib dicabut, begitu juga bangunan yang dibuat juga harus dirobohkan. Dalam hadits Raafi' bin Khadaij disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

- << >>

"Dari Rafi' bin Khadij RA berkata; Rasulullah bersabda; Barang siapa menanam tanaman dilahan seorang kaum tanpa seizinnya, maka ia tidak berhak mendapatkan hasil tanamannya sedikitpun dan walaupun ia telah mengluaran modal (biaya) mengelolanya." (HR. Abu Dawud)

Berarti jika, orang yang melakukan ghasb telah membuat bangunan di tanah rampasannya atau menanami tanaman di atasnya, maka ia harus merobohkan bangunan itu atau mencabut tanaman itu, jika pemiliknya meminta demikian. Jika tindakan perampas sampai meninggalkan bekas ke tanah yang dirampasnya, maka ia wajib mengganti rugi kekurangannya, di samping itu sisa-sisa bangunan dan tanaman harus dihilangkan juga sehingga saat ia menyerahkan tanah kepada pemiliknya dalam keadaan baik. Ia pun wajib membayar upah standar mulai dari sejak merampas sampai menyerahkannya, karena ia mencegah pemiliknya untuk memanfaatkan tanah tersebut. Jika ia merampas sesuatu dan menahannya hingga menyebabkan harganya turun atau menjadi rendah maka ia harus menanggung kekurangannya.

           

"Tangan-tangan yang muncul di atas tangan perampas semuanya adalah tangan tanggungan."

Maksudnya Tangan-tangan di mana barang rampasan berpindah dari tangan ke tangan kepadanya melalui jalan perampas semuanya akan binasa.

Dengan demikian, jika orang kedua mengetahui hakikat sebenarnya dan bahwa orang yang memberikan barang kepadanya adalah perampas, maka ia harus menanggung dosa karena ia telah berbuat zhalim dengan kesengajaan (diketahuinya) tanpa izin pemiliknya. Namun jika orang kedua tidak mengetahui keadaan sebenarnya, maka yang menanggung adalah perampas (orang pertama).

Jika barang rampasan adalah yang biasa disewa, maka perampas wajib mengganti upah semisalnya (standar) selama barang itu berada di tangannya. Karena manfaat adalah harta yang jelas nilainya, maka wajib ditanggung seperti menanggung barang. Semua tindakan ghaasib (perampas) adalah batal, karena tidak ada izin pemiliknya.

Jika seseorang merampas sesuatu dan ia tidak mengetahui di mana pemiliknya serta tidak mampu mengembalikannya, maka ia bisa serahkan kepada hakim yang akan menaruhnya di tempat yang benar atau ia sedekahkan memakai nama pemiliknya. Sehingga jika disedekahkan, maka pahalanya untuk pemilik barang dan si perampas sudah lepas tanggungan.

Oleh karena itu, berbicara mengenai sistem pemilikan, dalam kehidupan bermasyarakat, manusia selalu membutuhkan orang lain, merefleksikan diri saling tolong menolong dalam berbagai hal termasuk dalam menghadapi berbagai macam problema yang ada dalam masyarakat bukan secara ekonomi untuk menutupi kebtuhan antara yang satu dengan yang lain melalui pola bisnis.

Sifat ketergantungan seseorang kepada orang lain dirasakan sejak manusia itu dilahirkan. Setelah dewasa, tidak ada manusia yang serba bisa, karena manusia bersifat lemah (dlo'if). Seseorang hanya mampu di bidang tertentu saja, disegi yang lain ada kekurangannya. Setiap manusia mempunyai kebutuhan secara ekonomis, social, politik, dan lainnya, sehinggah sering terjadi pertentangan-pertentangan kehendak atau sering terjadi konflik dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan  yang mengatur kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar hak orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun