Mohon tunggu...
Lekat Kaulan
Lekat Kaulan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN, Internal Auditor, Traveller, Pengamat Perpolitikan

Pemula Entrepreneur, Sosialis, Adventurer dan Mencoba mengamati Politik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menggugat Permendagri 113

9 April 2018   13:15 Diperbarui: 9 April 2018   13:21 2532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak diterbitkan pertama kali, Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) 113 Tahun 2014 yang mengatur tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, hingga kini belum pernah dilakukan revisi. Padahal dari tahun 2017, sudah ada isu yang berhembus mengenai revisi PERMENDAGRI tersebut. Sudah memasuki bulan ke-empat tahun 2018, isu tersebut belum juga terealisasi.

Sebagai pihak yang banyak sekali terlibat dilapangan dalam memberikan sosialisasi peraturan tersebut, Menurut saya PERMENDAGRI 113 haruslah segera di revisi. Ada point penting yang menimbulkan multitafsir bagi Pemerintah Desa. Poin tersebut ialah penentuan Belanja Upah.

Menurut PERMENDAGRI 113, Pasal (15) Ayat (1) disebutkan bahwa Belanja Barang dan Jasa ialah belanja yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan. Kemudian pada ayat (2) menyebutkan tentang pembagian Jenis Belanja Barang Jasa, salah satunya yaitu Belanja Upah. Itu artinya, Belanja Upah dikategorikan sebagai belanja barang jasa, bukan belanja modal.

Hingga halaman terakhir dan Lampiran PERMENDAGRI tersebut, tidak ada penjelasan rinci mengenai apa itu belanja Upah. Oleh karenanya, hal itu menimbulkan penafsiran bahwa belanja Upah/Ongkos kerja atau apapun biaya yang digunakan dalam rangka membangun aset merupakan belanja barang jasa. Sehingga nilai sebuah aset tidak memperhitungkan pengeluaran berupa Upah/Ongkos kerja.

Jika merujuk pada Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu PERMENDAGRI nomor 13 tahun 2006 ,  Belanja Upah memang termasuk sebagai belanja barang jasa. Tapi Saat menghitung nilai sebuah aset, belanja upah tersebut dilakukan jurnal penyesuaian sehingga nilai asetnya memperhitungkan belanja upah. Yang menjadi permasalahan, bagaimana ceritanya mau dilakukan proses jurnal penyesuaian sedangkan Standar Akuntansi Pemerintah Desa pun belum ada.

Supaya sederhana, saya berikan sebuah ilustrasi dari persoalan diatas.

Pada tahun 2017, Pemerintah Desa Makin Sejahtera mendirikan gedung serbaguna. Rincian pengeluarannya adalah sebagai berikut:

  • Pembelian Material                     :           Rp75.000.000,-
  • Upah Kerja (Ongkos Tukang)  :           Rp20.000.000,-
  • Biaya Penunjang                           :           Rp5.000.000,-

Lalu menurut anda berapakah nilai bangunan tersebut saat sudah dikerjakan?

Jika kita mengikuti PERMENDAGRI 113, maka nilai bangunan tersebut hanyalah  Rp80.000.000,-.

Loooh. Kok bisa?

Harusnya nilainya itu kan Rp100.000.000,- dong. Dimana-mana, nilai sebuah bangunan itu dihitung dari semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendapatkan sebuah aset. Masa, developer perumahan hanya menjual sebuah rumah berdasarkan harga material dan target keuntungan saja, tapi upah tukang tidak mereka hitung. Rugi besar dong mereka.

Ya itu Karena menurut PERMENDAGRI, upah tidak termasuk sebagai belanja modal sehingga tidak menambah nilai aset. Oleh sebab itu, pada saat mencatat Kekayaan Desa, Nilai Aset nya hanya sebesar belanja yang dikeluaran untuk pembelian material dan biaya penunjang.

Ketika penentuan jenis belanja itu menjadi permasalahan. Terus apa akibatnya?

Akibatnya ialah, nilai sebuah aset menjadi rendah dan jika akan dilakukan jual beli atau tukar guling yang dilakukan oleh Pemerintah Desa, maka akan menyebabkan timbulnya kerugian Negara. Pihak yang akan membeli/melakukan tukar guling tersebut akan sangat diuntungkan karena mereka cukup membayar/mengganti bangunan tersebut senilai bahan material yang sudah dibelanjakan tanpa memperhitungkan belanja upah atau ongkos kerjanya.

Melihat permasalahan tersebut, sebagai pihak yang seringkali ditanyakan atau konsultasi mengenai pengelolaan keuangan desa, kami berharap PERMENDAGRI 113 tersebut segera dilakukan revisinya, khususnya terkait belanja upah.

Jika yang dimaksud oleh PERMENDAGRI 113, upah adalah ongkos kerja diluar kegiatan pembangunan , maka sebaiknya diberikan penjelasan rincinya.

Atau jika memang upah termasuk sebagai belanja barang jasa, seperti halnya PERMENDAGRI 13 tahun 2016 yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah, maka Kementrian Dalam Negeri seharusnya segera meminta kepada Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) untuk segera menyusun Standar Akuntansi bagi Pemerintah Desa. Sehingga tetap dimasukkan sebagai belanja modal melalui mekanisme jurnal penyesuaian.

Besar sekali harapan kami agar PERMENDAGRI 113 segera direvisi, agar tidak menimbulkan masalah baru bagi Pemerintah Desa suatu hari nanti. Sudah cukup sepertinya kegaduhan ini dihentikan karena perbedaan persepsi setiap orang yang membacanya. Dan semoga tidak ada aparat desa yang menjadi tersangka pada saat melakukan jual beli atau tukar guling aset hanya karena permasalahan teknis dari sebuah pedoman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun