Sudah pada tau Kampung Ilmu Surabaya? Belakangan jadi suka mampir ke tempat ini gara-gara Kompasianer Mbak Usi Saba Kota. Ya tuh, gegara Mbak Usi yang bikin saya jadi belok ke tempat ini lantaran putus asa. Apa pasal?
Seminggu lalu datanglah pesan wasap Mbak Usi soal sumbang menyumbang buku yang ditulis oleh Pak Bamset. Singkat kata saya mengiyakan saja saat Mbak Usi minta tolong untuk membelanjakan sejumlah uang untuk buku-buku bacaan. Berhubung Surabaya sedang sepi pameran buku, beberapa kali saya harus keluar-masuk swalayan mencari buku diskonan.Â
Sengaja tak membeli buku terbitan anyar di toko buku supaya bisa dapat lebih banyak eksemplar. Pengalaman mendirikan rumah baca yang lalu membuat saya paham bahwa berbelanja di toko buku besar, meski membawa dana berjuta-juta tetap saja dapatnya nggak bisa sebanyak-banyak yang kita harapkan. Harganya tuh, beugh.
Sebetulnya jarak antara Kampung Ilmu dengan rumah saya nggak sampe 5 menit jauhnya. Naik motor maksreset aja udah tiba. Lokasi tepatnya berada di kawasan Jalan Semarang. Sangat dekat dengan stasiun kereta api Pasar Turi. Dulunya yang saya tahu, sebelum ada Kampung Ilmu di kawasan Jalan Semarang ini memang banyak dipenuhi oleh PKL penjual buku-buku bekas. Setelah direlokasi sekitar tahun 2000-an, pedagang-pedagang ini akhirnya diberi tempat khusus untuk berjualan.
Saat berkunjung ke sana minggu lalu, tujuan utama saya mencari buku-buku cerita bergambar. Sempat bertanya pada sebuah stand, sang penjual menunjukkan saya satu tempat di bagian ujung lokasi yang memang khusus menjual komik anak-anak (dan dewasa). Di tempat yang ternyata pemiliknya adalah Bendahara Paguyuban PKL Kampung Ilmu itu saya menemukan banyak buku cergam baru seharga warbyazah. Cuma 5ribu rupiah per buah!
Sudah seperti sakau lantaran bahagia. Itu harga per buku yang harusnya dibanderol IDR 30K per buah bisa kami dapat segitu murahnya. Berkah ini namanya. Â
Ada banyak relawan pengajar yang sudi meluangkan waktu untuk mengajar anak-anak yang benar-benar tertarik untuk mendapat ilmu di sana. Gratis, katanya. Hebat ya.
Ada kurang lebih 80-an stand penjual dagangan di tempat ini. Tak hanya menjual buku bekas, buku-buku baru pun banyak.
Seperti sore tadi. Saat berkunjung kembali ke tempat ini, lagi-lagi langkah saya terhenti oleh alunan  musik gamelan Jawa yang diikuti berpuluh-puluh anak dan remaja putri yang sedang belajar menari. Sebab seperti namanya, kampung kecil ini tak hanya berisi buku-buku yang notabene adalah sumber ilmu. Di tempat ini pula siapa saja bisa menggali ilmu sebanyak yang ia mau.
Selamat berkunjung ke Kampung Ilmu.
Salam wisata dalam kota.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H