.
Â
Epilog
Â
‘Kuambilkan dessert ya,’ kata-kata Dina membangunkan kesadaran.
‘Sudah kenyang,’ sahutku enggan.
‘Tapi aku belum,’ ‘Tunggu bentar,’ ucapnya meninggalkanku begitu saja di antara banyak undangan. Sesekali kudengar ibu-ibu berkata, ‘Pengantinnya cantik ya.’ Tentu saja. Sangat cantik malah. Aku tak bisa mendustai penglihatanku. Dewi memang begitu cantik dalam balutan kebaya warna biru. Dan Bima, ah, senyumnya, masih menawan seperti yang dulu.
Â
Ada saat di mana tangisku tak kunjung mau berhenti. Ada saat aku begitu rapuh dan tak mampu untuk berdiri, bahkan untuk menyangga tubuhku sendiri. Dan saat-saat seperti itu baru kusadari, bahwa aku benar-benar membutuhkanmu. Jika saja waktu bisa diputar kembali, sebelum kau mencariku akulah yang akan menemukanmu, Bima.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H