Mohon tunggu...
Leil Fataya
Leil Fataya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

@leilfataya, author of Kucing Hitam & Sebutir Berlian ( Leutika Prio 2012 ), Suatu Pagi di Kedai Kopi ( Red Carpet, 2013 )

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tingkatan Doa Apa Ini?

29 November 2012   14:30 Diperbarui: 14 Maret 2019   14:06 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini si fulan yang berbatas tirai denganku malam tadi

 Aku bersaksi

 Demi angin menggemerisikkan dedaunan

 Sungguh bahwasanya

 Aku tidak hanya menyaksikan dinding bisu tuli

 Maka terlihatlah sekelebat bayang

 Rukuk dan sujud bergantian
---

Wahai fulan, apa yang kau lakukan?   Aku bergumam. Dia berjingkat melewati kami yang asyik terlelap, dan bukankah demikian seharusnya? Ini dini hari, di saat semua berharap selimut dan bantal empuk jadi kawan.

Pancuran bambu di depan mengucur air sesaat kemudian. Aku mengeluh, karena tiba- tiba suara gemericik pelan membuyarkan kantuk sedemikian mudah. Sepersekian waktu yang lalu aku terjaga sendiri, entah! Bukan karena langkah kaki, karena ia telah menahan suara.

Fulan masuk dan menggelar alas. Ia rukuk dan sujud, dan aku menatapnya malas. Ini dini hari, masih ada waktu untuk menyapa Tuhan lain kali.

Ini si fulan yang membisikkan doa-doa

 ---

 Ya Tuhanku, Pencipta sekalian alam

 Yang memilikiku dan mengatur rencanaku

 Sebaik-baiknya dalam buku langit

 Aku menghadapMu lagi karena aku rindu

 Aku menjauhkan lambungku dari peraduan

 Karena aku ingin ampunan dan kecintaan

 Ya Tuhanku, betapa hati ini hampir mati

 Jika bukan karena Engkau memilihku

 Untuk kembali

 Ke jalanMu bersama anginMu

 Maka aku mengendarainya dengan sedih sungguh

 Karena memang kebodohan adalah sebab

 Dan kelemahanku melihat dunia fana

 Kau menjauhkanNya

 Apa kira?

 Aku hidup dalam kufur, mungkin hampir kafir

 Bodoh, lemah adalah sebab, katakan saja

 Memang, ya

 Ya...Tuhanku, namun Engkau tetap memilihku

 Kini sang angin telah membawaku ke gerbang perhentian

 Antara dua pilihan

 Ke mana kecondongan

 Beratkanlah aku Ya Tuhanku

 Akan kewajibanku, imbalan atas anginMu

 Butakan mataku dari yang semu

 Aku berjalan dalam sepi, biar saja

 Asalkan Engkau menyetujuinya

 --

Wahai  fulan yang berbatas tirai,

Tingkatan doa apa ini?

Aku menggigil, di tengah sunyi

----

=Salam Damai=

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun