Mohon tunggu...
Leil Fataya
Leil Fataya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

@leilfataya, author of Kucing Hitam & Sebutir Berlian ( Leutika Prio 2012 ), Suatu Pagi di Kedai Kopi ( Red Carpet, 2013 )

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kebun Ceri

25 Maret 2014   05:42 Diperbarui: 27 Februari 2019   15:45 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama wanita itu menggulung memoriku akan sebuah kebun, yang bertahun lalu sering kujelajahi bersama seorang gadis kecil berpipi ranum dan mata sebulat almond.

Hatiku melompat-lompat seperti tupai liar. Lalu aku mencoba tersenyum, hingga ia tak ragu bahwa aku ini masih waras atau tidak.

Kebun itu tidaklah spesial . Namun gadis kecil itulah yang menjadikan segala sesuatu menjadi istimewa. Dia dan segala keriangannya. Rok tutu dan tongkat peri adalah dia. Krayon dan balon adalah dia. Cokelat yang belepotan di pipinya. Bahkan kekesalannya akan PR perkalian.

Lantas, ingatan itu masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Setelah kupikir inilah hidupku, di ruangan dingin dan mengilap. Semua tak terkecuali serba modern, hingga aku yakin bahwa lalat pun akan mati jika terperangkap di sini. Setelah kuyakin bahwa pekerjaan ini akan sukses menjadikanku robot.

Nama wanita itu, tunggu...Ceri- apalah. Ceri, saja. Ceri...

Kebun ceri.

Gadis kecil itu tertawa di pelupuk mataku yang mulai menggenang di beberapa menit presentasi berlangsung. Sial, aku mencari segulung tisu tapi tak ada. Masa di ruangan sebeku ini tak ada tisu? Kukira semua orang akan flu, semua orang akan bersin, lalu mereka terbirit-birit mencari serbet makan atau kain baju.

Kebun ceri milik tetangga kami yang kaya. Mereka selalu mengizinkan kami untuk memetiknya, dan mungkin memanennya hingga satu karung,  asalkan gadis kecil itu diizinkan bermain bersama mereka beberapa waktu di sore hari. Sepasang suami isteri tanpa anak di masa tua

Oh ya ,tentu. Aku meluluskan permintaan mereka, karena iba.

Lalu pesta barbeque itu, di kebun ceri di suatu senja . Gadis kecil dengan rok tutu dan tongkat peri berlari, terbahak, gembira mengejar liukan kupu-kupu putih..

Kerongkonganku terasa pedih. Ruangan ini terlalu beku dan wajah-wajah kaku yang kulihat menyembelih sebuah harapan untuk pulih.

Gadis itu tertawa melihatku, dia berseru, ' mama.. Lihat aku hampir menangkapnya! '

Namun ia tak berhasil menangkap kupu-kupu putih.

Malaikat kematian lah yang mendekapnya lembut, setelah kakinya tersandung dan tubuhnya menghambur ke arah pemanggang dengan bara merah menyala.

' Maaf, tapi kami membutuhkan keseriusan Anda saat ini.. ' hentak seseorang.

Rapat kali ini dihadiri oleh para robot jenius, sedang satu-satunya barang rapuh di sini adalah aku.

Gadis kecilku tak berdaya lagi. Aku tak kuasa menolongnya. Andai kebun ceri itu tak pernah ada, andai sore itu menjadi hari yang terlompati...

' Nama Anda tadi.. Ceri..? ' tanyaku pada wanita itu.

Ia menggeleng sambil menyodorkan sebuah kartu nama.

Di situ tertera "Kelly".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun