Mohon tunggu...
Dadang Sukandar
Dadang Sukandar Mohon Tunggu... Konsultan - Advokat & Konsultan Hukum

Konsultan Hukum & Advokat

Selanjutnya

Tutup

Money

Menghitung BPHTB (Pajak Pembeli) dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan

4 September 2016   21:01 Diperbarui: 27 Juli 2019   13:34 7855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam jual beli tanah dan bangunan, penjual akan dikenakan pajak penghasilan (PPH) dan pembeli dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) dengan nilai masing-masing 5%. Kewajiban pembayaran PPH muncul karena penjual menerima penghasilan, yaitu uang harga tanah, sedangkan pembeli wajib membayar BPHTB karena memperoleh tanahnya. Bukan hanya pada saat jual beli tanah, BPHTB juga dikenakan terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan (tukar menukar, hibah, waris, pemasukan tanah kedalam perseroan, dan lain-lain).


Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah (pembeli). Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu nilai transaksi. Hal ini berbeda misalnya dengan tukar menukar, hibah atau warisan, yang dasar NPOP-nya menggunakan nilai pasar (Nilai Jual Objek Pajak/NJOP).

Nilai Perolehan Obyek Pajak atau harga transaksi bisa lebih besar atau bisa juga lebih kecil dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), tergantung dari kesepakatan antara penjual dan pembeli. Terkadang harga transaksi bisa juga sama dengan nilai NJOP. Apabila harga transaksi lebih kecil dari NJOP, maka yang menjadi dasar penentuan NPOP adalah nilai NJOP. Sebaliknya, jika harga transaksi lebih besar dari NJOP, maka nilai penentuan NPOP berdasarkan harga transaksi. Jadi, diantara NPOP dan NJOP, digunakan nilai yang paling tinggi untuk dasar penentuan BPHTB.

Selain NPOP dan NJOP, faktor penentu besarnya nilai BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP adalah nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tariff BPHTB. Jika harga transaksi tanah Rp. 100.000.000, maka sebelum harga transaki tersebut dikenakan tarif BPHTB (5%) terlebih dahulu harga transaski itu dikurangi NPOPTKP – misalnya dikurangi NPOPTKP sebesar Rp. 80.000.000 untuk daerah DKI Jakarta. Hal ini membuat nilai pajak pembeli lebih kecil dibandingkan nilai pajak penjual – penjual tidak dikenakan NPOPTKP.

Setiap daerah memiliki NPOPTKP yang berbeda, tergantung peraturan daerah tersebut. Untuk wilayah DKI Jakarta, misalnya, NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 80.000.00000 untuk transaksi jual beli tanah, sedangkan untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah adalah sebesar Rp. 350.000.000.

Contoh menghitung BPHTB dalam transaski jual beli tanah:

Seorang pemberli membeli tanah hak milik dari penjual dengan nilai jual beli sebesar Rp. 200.000.000. Maka pajak penjual dan pajak pembeli adalah sebagai berikut:

Pajak Pembeli (BPHTB)

NPOP : Rp 200.000.000,00

NPOPTKP : Rp   80.000.000,00 (-)

NPOP Kena Pajak : Rp  120.000.000,00

BPHTB: 5% x Rp 120.000.000 = Rp 6.000.000

Pajak Penjual (PPh)

NPOP : Rp  200.000.000

NPOP Kena Pajak : Rp  200.000.000

PPh: 5% x Rp 200.000.000,00 = Rp 10.000.000

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun