Mohon tunggu...
Nia
Nia Mohon Tunggu... Lainnya - pekerja lepas

hanya mencoba menyibukkan diri

Selanjutnya

Tutup

Roman

Jika "Aku"

11 Juli 2024   16:50 Diperbarui: 11 Juli 2024   19:05 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Seandainya, hanya angan2 yang kita semua tau bahwa itu tidak mungkin. Hal terlarang yan membuat candu. Jika dipikir kembali, katanya kita tidak menyukuri nikmat Tuhan. tapi, lagi-lagi, manusia bisa apa?

Ketika rasa penyesalan setelah mengambil  langkah yang salah.  Ini bukan tentang menyalahkan takdir Tuhan. Tapi tentang penyesalan dan bekerjanya kata "Seandainya"

Jika saja, saat itu. aku tidak seperti wanita yang terlalu menjunjung tinggi nilai betapa mengangungkannya wanita. Betapa layaknya wanita dijadikan Ratu oleh semua orang . Hingga aku lupa, bahwa jika ingin diperlakukan sebagai seorang ratu, aku harus terlebih dahulu menjadi ratu.

ahh tidak, bukan begitu. jika boleh jujur. Ini tentang egoku. Egoku sebagai wanita yang ingin disembah dan dimohon oleh seseorang untuk terus bersama dia.

_________

Pagi itu, matahari begitu terik. ntah mengapa sang petinggi instansi ini begitu semangat memberi petuah yang jujus saja, tak ada yang mendengar. Bahkan, panitia penyelenggara nya sibuk masing=masing pada topik yang mungkin saja membiacarakan orang lain. tidak ada hal yang lebih mengasyikkan dibanding membicarakan orang lain, bukan? atau mereka sibuk pada layar gudget mereka yang ntah menampilkan apa.

Andai saja, HP kami tidak disita, kuyakin hari ini tidak akan segabut ini. 2 hari dan ini hari terakhir. Maka aku harus semangat. Kampus ini, adalah hal yang paling kunantikan sejak setahun yang lalu. 

Tapi mengapa? Kampus seluas dan sebagus ini, memiliki fasilitas indor yang besar. Mengapa diadakan di tengah lapangan dengan panas terik tanpa pelindung? Kenapa juga tubuhku hanya merasa panas, lapar, haus, bukannya perasaan lemas seperti mau pingsan? Kalau saja. Yaaa, Ini perandaian. Andai saja tubuh ini bisa menyetel sakit disaat aku benar-benar menginginkannya. Aku tidak akan terjebak di lautan mahasiswa baru yang jumlahnya bahkan mencapai ribuan. Sialan.

Aku tidak tau, ntah sampai dimana  acara yang digelar setelah Rektorat memberi kata yang aku saja tidak tau apa itu, yang kunantikan akhirnya tiba. Dimana kakak tingkat memberi intruksi bahwa kami bisa berdiri dan bubar barisan. beberapa kakak tingkat mengelilingi barisan kami. kutebak dia senior di fakultas ku -Fakultas Ilmu Sosial dan Pendidikan. Mereka menyuruh kami untuk  tidak terpencar dan kembali berjalan menuju fakultas kami. 

Yang benar saja? Jalan kaki? Di siang hari ini?

"Kamu tidak apa?" sebuah suara mengagetkanku.

Menoleh kekiri, membuatku mengernyit. Sejak kapan pula pria ini ada disampingku? Dia tidak mengunakan kemeja hitam putih seperti kami, khas mahasiswa baru. dia mengenakan, Humm kaos yang benar-benar lusuh oleh keringat. jins yang koyak di kedua sisi lututnya.. wajahnya juga menggambarkan apa yang sudah dilaluinya sepanjang hari. benar=benar lusuh. Siapa pria aneh ini? jikapun Panitia, tapi dia tidak menggunakan almamater. Khas para senior yang sejak tadi mengelilingi kami.

"ya" ucapku singkat kembali berjalan mengikuti rombongan.

"Nanti akan dikumpulkan di ruang Auditorium kok. Ada AC nya. ada makanannya. Sekalian makan siang." ujarnya yang mampu  membuatku menoleh ketika mendengar kata makan.

Sepertinya dia tau apa yang kurasakan. Kelaparan. Contohnya saja dia tertawa ketika melihat reaksiku.

kenapa? Lapar di situasi mencekam seperti tadi kan kan bukan hal bodoh. Itu hal wajar. Dia saja yang aneh.

"Ginuuukkk"seruan seseoang membuat kamiberdua menoleh bersamaan 

Dia pakai almamter, berarti senior. Pria yang lebih rapi dengan kemeja dalam yang dihiasi almamater dan celana jins nya. -minus sobek. Hanya saja pria ini lebih berisi dan rambut gondrongnya yang diikat kuda.

"Sampean, nengkene, ana opo?

Pria gondrong itu dengan santainya merangkul pria disebalahku ini. 

Berarti dia juga senior kan?

"widiiihhh,,, udah ada aja incaran maba yaa?" 

pria gondrong ini melikku dengan tatapan yang sialannya ingin sekali ku tampar.  Mengingat dia seniorku kedepan, maka dengan sangat amat terpaksa aku menundukkan kepala sebagai tanda menyapa yang sopan. 

aku gak tau apa yang dikatakan 2 orang pria yang keberadaannya sungguh mengganggu sejujurnya. Mencoba tak mendengarkan apa  yang mereka bicarakan. Fokus kejalan karna kami sudah sampai di depan pigura masuk fakultasku, tanpa sadar membuatku tersenyum. Beberapa tahun kedepan, setiap hari aku akan bolak balik kemari, melewati pintu ini. Saat lulus nanti, aku akan berfoto di depan air mancur dengan jejeran bendera berbagai fakultas yang juga bertuliskan fakultas kami dengan nama fakltas dan menenteng bunga, selempang dan bunga. Ahh jangan lupakan buku skripsi

astaga membayangkan saja membuatku bahagia

________TBC

Part 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun