"Astaga! Mau ngomong kayak gimana lagi sih biar lo yakin kalau gue ikut klub basket ini bukan mau deketin atau caper sama lo, Kunyuk?" balas gue tanpa bisa menutupi rasa kesal lagi. Napas juga terasa sesak sekarang.
Mata sayu si Kunyuk kini menatap gue tajam. "Apa lo bilang? Kunyuk?"
"Iya, lo itu Kunyuk. Monyet kecil. Tahu, 'kan? Kunyuk yang sok kegantengan dan berpikir semua cewek ngejar-ngejar dia," jelas gue tertawa keras tanpa sadar saking frustasinya menghadapi cowok kayak gini.
Brandon, si Kunyuk, maju satu langkah ke depan. Matanya nggak lepas dari gue sejak tadi. Dia pikir nyali ini bakalan ciut lihat tampang sok cool-nya? Sorry to say, gue nggak takut sedikitpun.
"Kenapa? Mau intimidasi gue? Silakan, nggak takut," tantang gue sambil membusungkan dada.
Rahangnya tampak mengeras sekarang. Gue nggak gentar malah maju juga selangkah sehingga pandangan kami beradu selama beberapa detik.
"Ada apa ini, Bran?" Tiba-tiba terdengar suara cewek dari samping kanan gue.
Spontan kepala ini menoleh ke arahnya. Ternyata salah satu siswi termodis dengan penampilan elegan berdiri bersama dengan empat orang temannya. Mungkin mereka satu geng.
Gue dan si Kunyuk sama-sama mundur satu langkah ke belakang. Dia memalingkan paras dengan tatapan dingin kepada cewek-cewek itu.
"Bukan urusan lo," sahut si Kunyuk sambil berlalu memasuki gedung.
Gue juga memutuskan untuk masuk ke gedung secepatnya. Bahaya juga berlama-lama di dekat lima cewek itu. Dari auranya saja sudah menyeramkan. Mungkin mereka fans si Kunyuk.