Enaknya berangkat sekolah dianterin sama Uda begini, nggak perlu capek-capek menunggu angkot dan nggak keringatan juga karena berdempetan di kursi penumpang. Kadang-kadang, Papa yang anterin kalau nggak buru-buru ke kantor.
Lima belas menit kemudian, kami tiba di sekolah. Gue minta Uda mengantarkan sampai gerbang saja biar nggak repot keluar lagi. Kasihan juga, karena harus ke kampus setelah ini.
"Makasih ya, Uda," ucap gue tersenyum manis sambil menyerahkan helm.
"Sama-sama, Ri. Nanti pulang jam berapa?"
"Kayaknya sorean deh. Ari udah mulai masuk klub basket hari ini."
Uda manggut-manggut. "Kalau gitu pulang sendiri aja. Hati-hati ya adik sayang."
"Iya, Uda sayang. Hati-hati juga ya," balas gue sambil melambaikan tangan.
Perlahan senyum di wajah memudar ketika melihat Honda CBR berwarna biru memasuki gerbang. Tanpa sengaja pandangan ini bersirobok dengan mata sayu milik si Pengendara. Si Kunyuk melihat sinis ke arah gue sebelum memasuki gerbang.
Kaki ini terus melangkah meski harus melewati tempat parkir motor terlebih dahulu. Sudah pasti nanti bakalan ketemu sama si Dekil itu. Jangan sampai dia bikin mood gue rusak pagi-pagi. Sebisa mungkin diri ini pura-pura nggak lihat ke arahnya.
Pura-pura nggak lihat, Ri. Anggap aja nggak ada. Dia makhluk nggak kasat mata, bisik gue ketika melangkah menuju pintu masuk gedung.
Pegangan mengerat di tali tas dengan pandangan lurus ke depan. Sepuluh langkah lagi menuju pintu masuk gedung, gue bisa bernapas lega setelah itu dan langsung masuk ke kelas.