Arab Saudi. Ya,hampir semua dunia mengetahui dan mendengar negara besar di Liga Arab ini, apalagi masyarakat Indonesia yang sangat erat dengan negri petro dollar ini tentu tidak asing ketika membayangkan negara islam terbesar di timur tengah ini.Â
Mulai dari pertumbuhan ekonomi yang 'menggila' , tentang 'Dead Pinalty' para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) khusunya para Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja menjadi buruh migran non-skill yang tersandung hukum wilayah Kerajaan Saudi Arabia, atau yang terakhir tentang keberhasilan mereka mengalahkan Tim Panser Jerman dalam gelara Piala Dunia 2022 Qatar.
Saya pernah bermigrasi dan menetap di  Kerajaan Arab Saudi dengan status sebagai Tenaga Kerja Indonesia bidang Kesehatan. Saya tidak sendiri, bersama-sama dengan tenaga kesehatan Indonesia lainnya yang multi-profesi; Perawat, Fisioterapi, Ahli Farmasi, dan saya tentunya Terapis Gigi dan Mulut. Saat itu saya menjadi satu-satunya tenaga Dental Hygienist di Prince Sultan Rehabilitation Center atau Markaz Tahel Al-Shameel di sebuah provinsi wilayah timur tepatnya di kota Dammam.Â
Saya bekerja di salah satu dari beberapa Rumah Sakit yang semua pasienya mempunyai permasalahan dengan kebutuhan fisik, psikis, verbal, dan non-verbal. Kota Dammam sendiri adalah kota yang berbatasan langsung dengan negara Bahrain dan Qatar.
Bagi sebagian orang bekerja ke luar negeri mungkin menjadi primadona apalagi bagi tenaga kesehatan khususnya teman-teman dari ranah Keperawatan, dengan upah yang bisa sangat berbeda jauh dengan gaji yang bisa diraih ketika mereka bekerja di negeri sendiri.Â
Bahkan ada beberapa tenaga kesehatan Indonesia yang berpenghasilan mencapai hingga 100 jutaan setiap bulan. Bekerja di luar negeri bisa menjadi jalan pintas untuk mewujudkan cita-cita ditengah harga-harga yang terus merangsek naik.
 Tidak heran jika banyak perawat Indonesia yang memiliki niatan untuk bekerja di luar negeri termasuk di Arab Saudi. Lalu bagaimana dengan Terapis Gigi dan Mulut kita?
Cerita tentang keberhasilan tenaga kesehatan Indonesia yabng kerap berhasil mewujdukan mimpi-mimpi dengan berpenghasilan tinggi tentu menjadi motivasi tersendiri untuk saya mengembangkan karir  internasional. Bekerja menjadi Terapis Gigi dan Mulut yang memiliki lisensi dunia, menjadi profesional dengan skala Internasional, dan dapat banyak memiliki pengalaman dan relasi dari mancanegara.
Saya lulus pada tahun 2011 dengan predikat tanpa cumlaude atau gelar mahasiswa terbaik mungkin menjadi satu dari banyak sebab saya menjadi pengangguran hampir selama 2 Â tahun. Banyak tempat kerja yang saya masukan lamaran dengan ber
bagai posisi, namun semuanya menawarkan upah yang dibawah standar.ÂUpah yang ditawarkan pasti akan habis untuk membayar kamar kost, kebutuhan harian, dan lainnya. Semuanya? Tidak. Ada tempat yang saya lamar justru malah tidak memanggil saya interview. Hehehe...
Perjalanan saya menuju internasional tepatnya terjadi  pada bulan April tahun 2015 silam, saat itu hasrat ingin bekerja di luar negeri sudah sangat membuncah, dari tahun itu juga pencarian informasi dan akses tentang kesempatan bekerja di luar negeri.Â
Situs demi situs lowongan kerja luar negeri saya kunjungi, pertanyaan melalui messenger facebook saya kirim satu per satu ke perawat yang pernah dan masih berkarir  untuk menanyakan tentang peluang kerja Terapis Gigi dan Mulut di luar negeri, dan banyak lagi namun hasilnya nihil.Â
Entah kenapa setiap kali PJTKI menginformasikan kebutuhan tenaga kesehatan di luar negeri, tidak ada kebutuhan tenaga Terapis Gigi dan Mulut baik dalam bahasa asing atau yang sudah dialihbahasakan, yang ada dan selalu ada hanya Perawat, Bidan, Radiografer, dan Ahli Farmasi. Kadang pernah saya menyesal karena telah memilih prfoesi yang tidak dibutuhkan baik di negeri sendiri apalagi uar negeri.Â
Ditengah padamnya semangat karena realita, saya pernah membaca sebuah catatan di salah satu blog pribadi perawat indonesia yang bekerja di Qatar. Blog yang berisikan tentang pengalaman bekerja di Rumah Sakit di Qatar  Petroleum salah satu perusahaan minyak raksasa di dunia.Â
Harapan mulai ada ketika salah satu PJTKI mem-posting peluang kerja di Qatar, dan satu tenaga kesehatan yang dibutuhkan memiliki kualifikasi  adalah lulusan Kesehatan Gigi. Â
Tanpa menunggu waktu lama, langsung apply lamaran. Satu minggu berselang ada kabar yang membuat perasan campur aduk, pertama senang karena PJTKI merespon e-mail yang saya kirim, tapi yang kedua sedih ketika petugas PJTKI memberikan informasi jika kebutuhan yang diingkan oleh rumah sakit adalah female dental hygienist,Â
"Loh emangnya kenapa kalau pria, sama-sama Terapis Gigi kok"! satu kali mendapat kesemapatan yang terlewatkan, karena memang tubuh bukan berjenis kelamin perempuan, dan dengan berat hati  harus merelakan kesemapatan.
4 (empat) bulan berselang ada PJTKI di Jakarta menyebar informasi peluang kerja tenaga kesehatan Indonesia terdapat formasi Terapis Gigi dan Mulut dengan visa Dental Technician (bukan tekniker gigi). Â
Ada beberapa syarat mutlak yang harus dimiliki yakni fasih berbahasa Inggris. Sempat pesimis bisa melewati test user karena  Bahasa Inggris yang dimiliki saat itu kacau.Â
Pada bulan ketiga setelah mendaftar dilakukan interview dengan user (pihak  pemberi kerja dari Arab Saudi), syukurlah proses awal dilewati dengan baik. Interview berjalan lancar menggunakan bahasa asing, proses yang sangat luar biasa.Â
JIka saya tidak mengambil short course bahasa asing mungkin ceritanya berbeda. 2 minggu saya pergi ke Kampung Inggris Pare di Kediri untuk agar lancar berbahasa inggris.Â
Proses selanjutnya adalah pembuatan paspor dan tes kesehatan Medical GAMCA, proses yang juga menentukan. Mereka (user)Â tidak menerima calon pekerja dengan riwayat kesehatan tidak baik.
"Saya sempat belajar bahasa inggris di Pare Kabupaten Kediri, jawa timur. Selama beberapa minggu untuk agar bisa lancar dalam komunikasi, karena bagaimanapun komunikasi adalah hal penting untuk modal saya yang bermimpi menjadi sebagai seorang profesional di internasional"
3 hari kemudian menerima kabar bahwa akan segera dilaksanakan PAP atau Pembekalan Akhir Pemberangkatan. Ini yang dinanti-nanti, proses ini adalah proses terakhir TKI, yang setelahnya PAP usai maka siap-siap diberangkatkan menuju negara tujuan, dan kami terjadwal berangkat meninggalkan Indonesia pada tanggal 29 Mei 2015 menggunakan pesawat Etihad menuju Abu Dhabi untuk transit kemudian selanjutnya menuju Bandara International Riyadh, Saudi Arabia.
Dental Hygienist disini adalah profesi terhormat, di Australia kabarnya posisi ini khusus diperuntukan untuk warga yang menjadi warga Australia saja atau yang memilik kartu citizen, berarti hampir pasti tidak akan ada peluang kerja Dental Hygienist untuk warga asing di Australia, pun juga di Arab Saudi yang ternyata sudah lama memakai jasa Dental Hygienist dari Filipina sebelumnya.Â
Filipina sendiri terkenal dengan julukan negeri 1 jua perawat, tenaga kesehatan mereka tersebar disemua negara bagian unia, bahkan uniknya saking susahnya mencari kerja di negerinya sendiri Lulusan Kedokteran Gigi Filipina harus mau menerima visa menjadi Dental Hygienist di negeri orang.Â
Profesi ini jelas merupakan pekerjaan yang juga terdapat di negara lainya. Hanya karena sebuah sistem yang belum terkoneksi langsung dengan hubungan internasional, Terapis Gigi dan Mulut yang dikenal di luar negeri Dental Hygienist masih kesulitan mengembangan potensi untuk dapat Go International.Â
Persaingan dunia kerja akan terus berkembang, pun dengan Terapis gigi dan mulut Indonesia, suatu hari pasti akan bersaing terbuka dengan tenaga Dental Hygienist luar negeri baik di mancanegara ataupun Indonesia.Â
Ditulis di kota Dammam, July 7th 2015
Diperbarui di Kabupaten Bogor pada 30 Nopember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H