Jika saya simpulkan ada dua pertanyaan masalah yang jadi diskursus publik, yakni:
Pertama, bagaimana detail teknis mekanisme ekspor benih yang terkendali dan terbatas? Terutama memaknai dua kata "terkendali dan terbatas".
Yang dimaksud "terbatas" apakah ada pengaturan kuota? Bagaimana mekanismennya pengendalian kuota tangkap dan ekspor tersebut sehingga kuota betul-betul sesuai ketentuan?Â
Lalu apakah pengaturan kuota tangkap ini telah berbasis pada kajian stok yang komprehensif dan mendalam?
Faktanya pelarangan ekspor benih juga tidak menjamin ekspor ilegal terhenti, apalagi jika keran ekspor dibuka, maka dipastikan akan terjadi out of control mengingat nilai ekonominya yang besar.
Melihat integritas para penegak hukum yang minim trust seperti saat ini, tentu tidak heran kemudian ada banyak muncul kekhawatiran publik.
Pemikiran yang menyatakan bahwa daripada diselundupkan lebih baik dilegalkan bagi saya adalah kurang tepat.
Apakah kata "terbatas" berarti bahwa kegiatan ekspor dilakukan pada bulan-bulan tertentu berdasarkan musim?Â
Bagaimana mekanismenya dan apakah ini akan memicu eksploitasi besar-besaran pasa musim tertentu. Tentu karena mereka akan menggunakan aji mumpung.
Dan terakhir, apakah kata "terbatas" itu berarti ekspor benih dilakukan sampai budidaya dalam negeri berkembang?
Jika ini yang dipakai, maka berapa lama KKP mampu melakukan improve agar budidaya ini bisa berkembang. Setahun, dua tahun atau tiga tahun? Saya rasa ini PR besar.Â