Sengaja saya beri judul ulasan kali ini dengan lontaran sebuah pertanyaan. Saya tentu bermaksud merangsang publik terutama stakehokders perikanan untuk mendalami lebih jauh apapun rencana kebijakan yang akan diambil Pemerintah. Manfaat atau mudharatnya.
Pada ulasan ini, saya tentu juga perlu menyampaikan opini saya untuk menimbang seberapa jauh manfaat atau mudharatnya, terutama terhadap upaya kita membangun kemandirian pengelolaan sumber daya Indonesia dari perspektif akuakuktur.
Sebagai insan akuakultur, saya mengapresiasi langkah awal Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo yang telah kembali memunculkan paradigma public partisipatory dan evidence based dalam pengambilan keputusan kebijakan.
Pun halnya yang mulai memunculkan akuakultur ke permukaan sebagai sub sektor yang diharapkan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Setelah sebelumnya akuakultur mati suri akibat kebijakan yang lebih berat sebelah.
Beberapa hari yang lalu, Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik (KP2KP) yang dibentuk KKP menyelenggarakan konsultasi publik yang pertama dengan mengusung tema "Bergerak Cepat, untuk Kesejahteraan, Keadilan dan Keberlanjutan".Â
Saya perlu mengkoreksi tema ini terutama pada tiga tujuannya " kesejahteraan, keadilan dan keberlanjutan".
Koreksi saya mestinya cukup dengan kata "keberlanjutan" saja, karena kesejahteraan dan keadilan adalah pokok pikiran dari prinsip keberlanjutan itu sendiri.Â
Pemisahaan atas tiga kata akan berimbas pada pendekatan yang parsial dan tak seimbang. Padahal makna keberlanjutan adalah bagian integral dari tiga pokok pilar ekologi, ekonomi, dan sosial (kesejahteraan dan keadilan), sehingga pendekatannya harus simultan.
Dalam paparannya mengenai arah kebijakan baru kelautan dan perikanan, Koordinator Penasehat Menteri KP yang juga Menteri KP era Kabinet Gotong Royong, Prof. Rokhmin Dahuri, menyampaikan setidaknya 9 (sembilan) poin pokok yang akan ditindaklanjuti khususnya berkaitan dengan rencana review terhadap 29 Peraturan Menteri KP yang dinilai menghambat percepatan ekonomi perikanan nasional.Â
Salah satu poin yang coba saya telaah yakni review Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016, khususnya yang berkaitan dengan tata kelola benih lobster.
Setidaknya ada 3 (tiga) poin rekomendasi yang telah dikaji para penasihat MKP tersebut, yakni:Â