Aku bersyukur bahwa suamiku tidak menertawakan mimpiku itu. Ia seorang pria yang beriman. Ia yakin bahwa setiap orang dapat menjadi alat di tangan Tuhan. Tuhan dapat menggunakan siapa saja seturut kehendak-Nya. Manusia mungkin menilai dirinya tidak layak untuk itu tapi penilaian Tuhan berbeda dengan penilaian manusia. Ia tak menghakimiku, tak menertawaiku. Yah, suamiku menerima ceritaku dengan bijak.
“Membangun gereja?” tanggap Simon,” Bagaimana mungkin hal itu bisa terwujud?” lanjutnya.
Aku bisa pahami pertanyaan ini. Aku dan Simon hanyalah pegawai negeri berpangkat rendah. Untuk membangun rumah pribadi saja belum sanggup. Bagaimana bisa membangun sebuah gereja yang tentunya membutuhkan banyak biaya. Itu tak mungkin hanya bersumber dari gaji kami berdua. Tidak akan terwujud permintaan tersebut. Permintaan ini terlalu berat dan mahal untuk dipenuhi.
“ Pa, permintaan yang datang dari Tuhan tidak boleh disepelekan kalau tidak kita akan mendapat masalah,” jawabku
“ Masalah?” seru Simon. Aku menangkap nada ketakutan. ”Tuhan pasti mengerti bila kita tidak sanggup memenuhi permintaannya.”
Dalam kebingungan dan ketakutan, aku dan Simon memilih untuk berkonsultasi dengan pastor paroki. Dalam perjumpaan dengan Pastor Paroki, aku mendapatkan pencerahan tentang pengalaman rohaniku ini. Beliau mengatakan pengalaman rohani seperti itu tidak baik dipendam dan disimpan sendiri. Pengalaman rohani seperti itu harus dibagikan kepada orang lain. Pengalaman rohani bukan hanya rahmat pribadi tetapi juga rahmat bagi yang lain. Selain iman pribadi, iman orang lain pun bisa diperdalam oleh pengalaman iman kita. Kata-kata yang menyejukkan hati yang bingung dan takut. Tak sebatas penjelasan itu saja, beliau juga mengatakan bahwa permintaan Bunda Maria dalam mimpi tersebut bisa bermakna lain. Ia menceritakan bahwa ada seorang ibu yang bermimpi tentang peristiwa yang hampir serupa. Sang ibu melihat sebuah gereja tua yang tidak terawat lagi. Gereja itu tak berpintu lagi, tiang salib yang berada di atas menara gereja telah berkarat, banyak ilalang yang tumbuh di dalamnya, sarang burung gereja dan laba-laba memenuhi hampir seluruh Gereja. Seperti halnya diriku,ibu itupun bingung bagaimana memahami mimpi itu. Romo berkata bahwa mimpi tersebut adalah pesan dari Tuhan agar salah satu dari anak mereka harus menjadi seorang pelayan Tuhan, menjadi seorang pastor. Maka terjadilah seperti yang diminta. Putra pertama dari sang Ibu menjadi seorang pastor. Pastor itu kini telah berkarya di tanah misi Papua Nugini. Selain kisah ini, Romo pun berkisah tentang salah seorang perempuan beriman dalam Kitab Suci yaitu Hana. Hana, yang tua dan mandul, senantiasa berdoa kepada Tuhan agar ia dikaruniai seorang putra. Kesetiaan Hana dalam harap dan doa berbuah berkat dari Tuhan. Ia mendapatkan Samuel. Samuel, putra satu-satunya, dipersembahkan kepada Tuhan.
Cerita-cerita dari Romo inilah yang menguatkan niat kami. Niat untuk mempersembahkan anak kami bagi Tuhan. Santo, putra sulung kami, kami persembahkan bagi Tuhan. Kami berjuang keras agar ia dapat bersekolah di Seminari yang ada di daerah kami. Puji Tuhan semua berjalan dengan baik. Aku melihat kegembiraan di mata Santo.
***
Sejak kepergiaan suamiku, masalah-masalah bermunculan. Banyak orang yang datang menagih utang suamiku. Ada anggota keluarga yang hendak merebut hak tanah adat suamiku, uang kuliah putriku yang belum dibayar. Semuanya itu kuceritakan kepada putraku. Rumah yang belum selesai dikerjakan oleh suamiku. Ada begitu banyak hal yang berpindah ke pundakku. Ku ceritakan semua yang kualami ini pada putraku Santo. Ada rasa lega dan tenang setelah berbicara dengan putraku. Namun ketika mendengar kebimbangan putraku atas jalan yang ditempuhnya. Aku merasa takut dan gelisah. Aku takut jangan-jangan cerita pelepas sedih dan deritaku ini justru menghancurkan rumah imamat yang telah dibangunnya selama ini. Aku takut, ia berhenti lantaran ingat padaku, pada deritaku, derita seorang ibu. Aku memang menderita tapi aku kuat karena Tuhan ada bersamaku. Aku yakinkan Santo bahwa ibu kuat dan sangat berharap ia dapat menjadi seorang imam. Tuhan akan melindungi Ibu dan semua keluarga.
***
Sebulan yang lalu, Santo berkata padaku bahwa apapun keputusan yang akan diambilnya, aku harus mendukungnya. Apakah Santo terus melanjutkan hidup menjadi seorang imam ataukah justru berhenti dan memilih menjalani hidup yang lain. Aku mendengar nada ketidakpastian, nada kebimbangan dalam suara putraku, Santo. Apapun keputusanmu Santo, Ibu akan selalu mendukungmu. Engkau sudah dewasa. Engkau tahu mana yang terbaik.