Mohon tunggu...
Hendro Meze Doa
Hendro Meze Doa Mohon Tunggu... -

aku orang yang frendly and open minded

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kersen

27 Maret 2013   12:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:08 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam nelangsa, aku berharap akhirku segera datang. Untuk apa berlama-lama hidup dalam kesendirian. Lebih baik pergi dan mungkin aku berganti bentuk pada kelahiran berikutnya.  Aku ini siapa jika tak ada yang lain. Yang lain kemana, mereka menjauh dariku. Aku ini, kersen kota yang nelangsa. Hidup di kota serasa hidup di hutan. Lebih baik hidup di hutan bersama yang lain. Bisa bermain bersama-sama tanpa takut untuk menghilang. Huh ..mau bagaimana lagi. Aku tak punya pilihan dan tak bisa memilih. Aku hanya diam dalam takdirku. Tak seperti dua manusia tua di bawahku ini. Setelah bertahun-tahun berteman dengan sampah, kini berdiam di bawah tubuhku menjadi seorang penjahit.

Senangnya kedua manusia ini. Mesra mereka sepanjang usia mereka.  Sayang mereka belum beranak.

*

Lagi-lagi dalam benak malamku. Aku melihat bulir-bulir keluar dari tubuh kersen. Setiap lekuk ketiak kersen menyembul bulir-bulir yang memerah. Bulir-bilur memerah itu terbungkus dalam daun-daun emas.

Uhm, apakah ini pertanda baik. Sejauh yang kudengar dari cerita orang, mimpiku pertanda baik. Mungkin semakin berbuah, semakin beruanglah aku. Saat ku bercerita pada Mariamku, ia hanya tersenyum dan menutup mata dengan tangan menepuk dada.

Tapi ada satu hal yang lain dari mimpi itu. Ini tak kuceritakan pada Mariamku. Setiap kali burung punai memakan bulir-bulir kersen itu, burung punai akan kehilangan sayap dan jatuh ke bumi, lalu mati. Apa artinya ini?

Sejak malam itu, ritual baru kujalankan. Setiap pagi, aku selalu membawa sebuah jerigen air kali untuk membasahi tubuh kersen. Mariamku juga. Mariam membantuku menggembur tanah di sekeliling kersen. Bahkan sesekali ia meremas dua susu tuanya untuk kersen. Seolah-olah hendak menyusui kersen. Kami merawat kersen serupa anak kami sendiri.  Dengan begitu, yakin kami, kersen akan terus berbuah lebat.  Semakin lebat semakin beruang. Dalam bayang-bayang, aku akan bisa memberi kebahagiaan untuk Mariamku. Akan kuajak mengelilingi kota dengan mobil. Tak hanya keliling kota, bila perlu keliling dunia sekalian. Bayang-bayang ini semakin mendorongku untuk bekerja lebih rajin. Aku sudah lupa dengan sisa mimpi yang belum ber-arti bagiku.

Orang-orang tersenyum geli melihat laku kami. Mereka ingin bertanya tapi tak berani. Mereka pasti berpikir derita dan miskin telah membuat dua manusia tua  itu gila. Aku ingin mecerca mereka tapi aku ingat, aku harus berdoa. Berdoa supaya semua usaha Mariam dan diriku tak sia-sia. Aku tak ingin mengotoriku mulut dengan cerca sebelum berdoa. Berdoa harus dengan mulut yang bersih, pikirku.

“Kersen,Berbuahlah kekal”

“kersen, Berbuahlah kekal”

“Kersen, Berbuahlah kekal”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun