Coaching clinic merupakan upaya yang tepat untuk menjadikan proses pembelajaran semakin dekat dan bermakna. Inilah saat yang tepat untuk belajar kepada negara seperti Finlandia yang meletakan dimensi humanisme dalam proses pendidikan. Sudah menjadi tanggung jawab guru untuk memanusiakan manusia melalui sistem pembelajaran yang humanistik.Â
Konsep pendidikan humanistik meliputi:(a) Pendidikan manusia secara fisik dan biologis (b) pendidikan manusia secara batin dan psikologi (c) pendidikan manusia secara sosial dan (d) pendidikan manusia secara spiritual. Namun sistem ini juga bukan segalanya tetap memiliki sisi lemah.Â
Salah satu kelemahan teori humanistik terlihat ketika kreatifitas disalahgunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan arah pendidikan. Misalnya, ketika ada individu yang tidak bertanggung jawab ditengah tengah kelompok dengan  alibi hak asasi manunisa.
Keadaan ini terjadi ketika proses pengerjaan tugas secara berkelompok. Anak-anak yang  rajin, nilainya semakin baik sedangkan anak menengah kebawah akan semakin hilang. Pernah suatu ketika aktifitas dikelas dibuat tugas berbasis kelompok.Â
Pada dasarnya tujuannya adalah untuk meningkatkan solidaritas kelas. Namun beberapa anak mengeluh "ahh kelompok lagi". Guru bertanya "Kenapa?". "Gak asyik bu, mereka penghambat kerja dan hanya nunut jeneng (numpang nama)". Akhirnya egoime tumbuh.
Menurut Garrison (1940), remaja memiliki kebutuhan khas yaitu kebutuhan untuk diikutsertakan dan diterima oleh kelompoknya sebagai wujud eksistensi diri. Namun karena pandemi yang mengharuskan mereka menjaga jarak dan menciptakan dunia baru melalui media maya akhirnya jiwa sosialpun ikut bergeser.Â
Kerja kelompok berbasis maya banyak mengalamai kendala karena kesenjangan sarana, seperti jaringan internet yang tidak semua anak punya. Pada akhirnya mereka cenderung lebih nyaman untuk mengerjakan segala sesuatu sendiri. Inilah yang menyebabkan egoism tumbuh.
Selain kebutuhan khas tersebut, remaja juga punya sifat memberontak jika diperintah oleh otoritas yang lebih tinggi. Maka tak heran jika pada jenjang SMA ini banyak peserta didik yang tidak mengerjakan tugas dan segala tuntutan mata pelajaran karena dianggap sebagai bentuk otoritas guru. Tugas adalah bentuk perintah guru, bukan kewajiban yang harus dilaksanakan. Maka tugas kita bersama untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab peserta didik untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Kisah nyata terjadi ketika peserta didik berdiskusi disebuah ruang. Seorang guru masuk mengucapkan salam. Salam dijawab, namun tanpa menoleh. Tentu sebagai seorang guru merasa cemas dan menerka-nerka.Â
Apa yang terjadi? Padahal sebelum pandemi ketika seorang pesera didik bertemu dengan guru, mereka selalu menerapkan budaya 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun) dan sekarang tidak ada. Hal yang lebih megejutkan, dibelakang guru tersebut ada kakak tingkat yang juga menyapa mereka. Dan anehnya mereka serentak langsung berdiri dan mengepalkan tangan, pengganti jabat tangan era pandemi. Dan itu tidak dilakukan kepada guru. Mengapa? Siapa yang salah?
Fenomena lain seperti asyik dengan hp ketika pembelajaran, masuk begitu saja ketika ada guru dikelas, bergetar dan keluar keringat berlebih ketika UH lisan, lebih banyak diam dan menundukkan kepala, lebih memilih bermain game dan sosmed dari pada ngobrol bersama teman dan masih banyak lagi. Dan ini adalah PR kita bersama.Â
Kondisi tersebut dalam istilah sosial disebut dengan alienasi atau keterasingan. Keterasingan yang dialami peserta didik berasal dari proses pendidikan yang seharusnya berjalan sangat menyenangkan. Namun mereka mengalami dilema untuk menyikapi proses pendidikan yang tidak menyenangkan akibat dari kebijakan darurat masa pandemi.
Kondisi diatas membuat peserta didik kehilangan kesenangan dalam belajar sehingga berdampak pada hilangnya semangat untuk mengikuti pelajaran dikelas. Merdeka belajar telah diterapkan sebagai salah satu upaya bangkit dari dampak pandemi. Guru dan peserta didik sama-sama belajar dan menjalani kurikulum baru.Â
Sistem pembelajaran telah berlaku fullday sebagai bentuk pelayanan Pendidikan terhadap peserta didik. Berdasarkan pengalaman, suatu ketika masuk kelas melihat peserta didik yang lesu karena mungkin jam. Melihat kondisi ini maka proses KBM dalam artian memberikan materi sesuai beban KD diberhentikan. Pada akhirnya waktu ini dipergunakan untuk saling menuliskan keluh kesah mereka dalam proses pendidikan disekolah.
Langkah untuk mendengar dan mengetahui keluh kesah tersebut semata merupakan proses belajar. Belajar bukan hanya memenuhi target KD dalam silabus, namun tentang menciptakan pengalaman dan memori yang menyenangkan saat belajar. Pada awal ajaran baru sekolah melakukan IHT sebagai bentuk peningkatan kompetensi guru.Â
Dalam kesempatan itu, seorang pemateri IHT menanyakan kepada peserta "apa yang anda ingat dari proses KBM semasa sekolah?" semua sepakat menjawab, gurunya, metodenya, cara mengajarnya dan semua berkaiatan dengan pengalaman belajar. Ternyata setelah direnungkan, memang benar bahwa materi pelajaran, nilai UH dan semua proses formal tidak diingat. Memori yang terekam adalah tentang proses belajar dan motivasi yang disampaikan.
Berdasarkan kesadaran tersebut maka sebagai guru sosiologi, penulis berupaya untuk mencipatkan suasana belajar yang menyenangkan. Guru memiliki pemahaman bahwa pada dasarnya anak usia SMA merupakan pribadi yang telah dewasa dalam belajar. Sehingga guru memberikan kepercayaan kepada mereka dalam belajar mandiri.Â
Coaching Clinic Of Sociologi: Strategi tepat menjadi Dekat ini memposisikan guru sebagai teman diskusi. Guru memberikan materi yang harus dipelajari. Peserta didik mencari materi dari berbagai sumber. Tidak boleh ada pertanyaan sebelum ada sumber literasi yang mereka pelajari. Baru setelah membaca dari berbagai sumber dan mereka belum paham maka guru akan membimbing mereka untuk memahami literasi yang telah dilakukan. Dengan metode ini peserta didik merasa dipercaya bahwa mereka memiliki kemampuan serta termotivasi untuk belajar secara mandiri.
Jadi apakah selama ini guru telah memberikan memori yang bermakna bagi peserta didik? Perlahan tapi pasti, kebangkitan paska pandemi akan segera dijalani. Bebaskan peserta didik dari keterasingan dan persiapkan mereka untuk merdeka belajar dengan menyenangkan agar kelak tumbuh menjadi sosok yang berpendidikan sesuai peradapan jaman. Sebuah diksi membangun imajinasi. Sudah selayaknya guru mampu mengilhami dan menjadi motivasi untuk semakin berprestasi atau paling tidak happy menjalani hari.
Referensi
Surya Putra.Yanuar. 2017. Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi (Online)
https://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/viewFile/142/133
 Winurini.Sulis. 2020. Pemasalahan Kesehatan Mental AKibat Pandemi Covid-19. (online) https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XII-15-I-P3DI-Agustus-2020-217.pdf
_/_Perkembangan Peserta Didik: Psikologi Perkembangan Remaja (online) Â Â Â Â Â https://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/9104/BAB%20X.pdf?sequence=12&isAllowed=y
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H