Corona membuat banyak orang yang bicara soal lockdown. Ketika Filipina mengumumkan lockdown terhadap Metro Manila karena kasus corona, banyak yang bertanya kenapa Indonesia tidak melakukan hal yang sama di Jakarta. Bukankah kasus corona di Jakarta nyaris sama dengan di Metro Manila saat itu?
Apa itu lockdown? Secara harfiah, lockdown berarti kuncian, mengunci. Kalau di penjara, istilah ini dipakai sebagai prosedur keamanan darurat di mana narapidana terkunci di sel mereka dan menolak hak istimewa untuk makan, mandi, dan berbagai hal lainnya.Â
Secara umum, lockdown berarti setiap prosedur keamanan darurat di mana pihak berwenang melarang orang meninggalkan gedung, kompleks, rumah, dan lain-lain. Setiap orang harus tinggal di rumah, untuk masa waktu yang sudah ditentukan. Bisa sehari, dua hari, seminggu, atau bisa jadi dua minggu.
Corona yang merebak dan menjadi pandemi dunia, membuat sejumlah negara mengunci negaranya. Â Sebut saja Italia, China, Denmark, Filipina, dan Irlandia. Â San Marco di Venice, Italia, yang selalu ramai mendadak sepi setelah kebijakan lockdown diberlakukan.
Apa yang terjadi jika sebuah kota atau negara dikunci? Warga harus tinggal di rumah, tidak boleh keluar rumah dengan alasan apapun. Pekerja, yang bisa bekerja jarak jahu diminta bekerja dari rumah. Pelajar diliburkan dan kalau memungkinkan belajar online.
Bagaimana dengan pedagang di pasar, yang jualan keliling dengan gerobak, tukang es keliling, supir bajaj, supir mikrolet dan mereka yang bekerja hanya untuk mendapatkan uang buat besok. Mereka tidak punya simpanan.
Jangankan untuk seminggu, mereka  pedagang yang mendapat hari ini untuk makan besok.
Jika mereka tidak bisa berjualan sehari saja, apa yang akan terjadi? Mereka tidak punya uang untuk makan esok hari. Barang dagangannya, jika itu bahan makanan atau makanan bisa busuk. Â Jika tidak bisa berjualan sehari, mereka mungkin masih bisa makan, tapi apakah kuncian sehari ada gunanya untuk menyetop penyebaran virus corona?
Paling tidak dibutuhkan lebih dari dua hari, dengan batas waktu seminggu misalnya. Jika ini diterapkan, apa yang terjadi?
Ketika pemerintah Cina memutuskan menerapkan lockdown di Wuhan, tempat di mana virus corona pertama kali ditemukan, sejak jam sepuluh pagi hari itu, semua transportasi publik, termasuk bus, kereta, penerbangan, hingga perjalanan kapal feri ditangguhkan.Â
Sore harinya, mereka menutup jalan bebas hambatan dari Wuhan dan keesokan harinya, 12 daerah lain yang terhubung langsung dengan Wuhan juga ditutup.
Penutupan tersebut membuat lebih dari 50 juta orang tak bisa keluar dari tempat mereka berada. Februari, pemerintah Cina memperluas lockdown dengan menutup semua perusahaan tak strategis, termasuk pabrik pengolahan, di Provinsi Hubei, sampai sampai 10 Maret. Upaya ini dan  berbagai kebijakan lainnya membuat infeksi virus corona di Wuhan turun drastis.
Italia, yang penularan virus coronanya tinggi, kemudian melakukan hal yang sama. Awalnya, lockdown hanya berlaku di utara Italia, tapi kemudian diperluas sampai ke seluruh penjuru negara pada 9 Maret.
Peningkatan infeksi yang  pesat, membuat  Italia mengunci negaranya lebih ketat ketimbang Wuhan. Italia menutup semua perbatasan dan mengimbau warganya agar tak meninggalkan rumah untuk bekerja.
Selain itu, pemerintah juga memerintahkan warganya untuk menjaga jarak setidaknya satu meter dari orang lain.Bar dan restoran harus  tutup jam enam sore. Warga hanya bisa memesan makanan untuk dibawa pulang, tidak boleh berkumpul di tempat umum. Di akhir pekan, semua mal juga ditutup.  Yang melanggar aturan ini didenda atau hukuman penjara. Militer pun dikerahkan untuk memastikan aturan kuncian ini dipatuhi.
Manila kemudian juga menerapkan lockdown. Sekolah ditutup selama sebulan, larangan pertemuan massal, dan tak mengizinkan warga keluar masuk Manila. Presiden Manila, Duterte menegaskan aturan ini harus diterapkan dengan ketat dengan pengawasan militer.
Di Indonesia, Jokowi mengatakan belum akan melakukan kebijakan tersebut. Meski tekanan agar segera mengisolasi diri cukup tinggi. Belum ada keputusan dari pusat, beberapa daerah sudah melakukan beberapa pembatasan seperti menutup tempat-tempat wisata, meliburkan sekolah selama dua minggu.
Beberapa pakar mengatakan Indonesia tidak perlu melakukan lockdown. Hal yang bisa dilakukan adalah menjaga jarak sosial atau social distancing. Semakin cepat dilakukan maka akan makin baik. Ini bisa dilakukan secara pribadi misalnya dengan tidak mendatangi keramaian, atau orang yang sedang sakit. Pemerintah juga bisa melakukannnya dengan melarang datang ke kantor atau melakukan kerumunan.
Ketika jumlah penderita sudah mencapai 96 orang pada Sabtu, 14 Maret 2020, pemerintah juga mengatakan bahwa lockdown bukan pilihan. Kenapa pemerintah bersikap seperti ini?
Pemerintah khawatir dengan dampaknya yaitu kepanikan dan keresahan masyarakat. Yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah pembatasan parsial seperti yang dilakukan beberapa negara seperti Singapura dan beberapa negara lainnya dengan tetap memikirkan agar tidak terlalu berdampak pada golongan bawah, yang hidupnya: kerja hari ini untuk makan besok.
Sampai kapan dibatasi? Sampai badai ini pergi. Dan, saya selalu percaya, bajaj, eh badai pasti berlalu..............
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H