''Oh, it's finished,'' salah satu bertanya dengan suara mengambang.
''Yes.'' Suaraku tak kalah galaunya. Antara ada dan tiada. Mungkin bagi mereka seperti desiran angin.
''Yang satu lagi, apakah ada?''
''Tidak.''
Lalu sunyi.
Selanjutnya adalah kehampaan buatku. Aku sudah tahu babak selanjutnya. Tapi, aku masih berharap ada muzizat. Mereka melihat sesuatu yang positif dalam proposal yang aku sampaikan, yang aku siapkan pagi, siang, malam. Yang koreksinya sampai puluhan kali. Pleaseeeee..... Â
''Baiklah, ada yang mau ditanyakan lagi.''
''Tidak.''
''Kalau begitu cukup. Nanti hasilnya, paling lambat Senin atau Selasa.''
Aku tersenyum. Harus siap menghadapinya. Buatku, kata-kata terakhir hanya basa-basi, sekadar membuatku nyaman. Tapi, aku masih berharap, itu salah.
Di perjalanan pulang, aku mencoba berdamai dengan diriku sendiri. Yang penting sudah usaha, hasilnya biar Tuhan yang mengatur. Oh iya, Tuhan memang yang mengatur. Tapi, tetap saja rasa kesal, sebal, dan marah masih bercokol di hatiku. Rasanya sia-sia perjuangan seminggu ini. Hancur karena teman yang tidak menepati janji.