Ketidakadilan dan moralitas berlebihan sangat mengganggu Ayu. Ketika bisa bikin novel, lulusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1994 ini, ingin membebaskan bahasa Indonesia dari moralitas berlebihan itu.Â
Sekalian, tentunya menggugat banyaknya ketidakadilan pada perempuan. Pada Bilangan Fu, pendobrakan itu makin luas. Ayu juga menggugat fundamentalisme yang selama sepuluh tahun belakangan ini makin berlebihan.
Miko Toro, anggota Klub Buku dan Film SCTV lainnya masih penasaran. Bagi dia, pasti ada sebab yang membuat Ayu selalu bercerita tentang orgasme atau dengan kata lain selalu memasukkan persoalan seks, yang selalu vulgar.
Inilah jawaban Ayu, yang sekaligus mengulas pilihan dirinya untuk tidak menikah, setidaknya sampai saat ini. Menurut dia, buat laki-laki seks terlihat gampang: "Tapi bagi perempuan, problemnya lebih nyata sehingga harus lebih berani bicara soal seksualitasnya." Fungsi seks perempuan dan lelaki berbeda. Perempuan bisa hamil meski tidak menikmati seks.Â
Perempuan bisa diperkosa dengan gampang, sehingga dia harus tahu organ tubuhnya. Ironisnya, nilai-nilai di masyarakat seringkali membuat perempuan tak tahu dan tidak menguasai tubuhnya. Ada problem biologi dan kultural yang bisa diatasi dengan membuat perempuan lebih berani bicara mengenai tubuhnya.
"Apakah karena itu Anda tidak tidak mempercayai lembaga perkawinan?" tanya Daeng, peserta diskusi lainnya.Â
Hmm, boleh jadi, inilah pertanyaan yang seringkali didengar seorang Ayu Utami.
"Saya bukan tidak mempercayai lembaga perkawinan. Pernikahan itu lembaga yang baik dan dibutuhkan untuk melindungi yang lemah: wanita dan anak-anak. Apalagi di negara yang belum melindungi perempuan dan anak-anak. Itu yang belum ada di Indonesia," ujar Ayu serius.Â
Perempuan lemah terutama ketika hamil, melahirkan dan menyusui. Dia harus keluar dari publik untuk sementara waktu sehingga harus dilindungi negara, sehingga perempuan tak punya pilihan selain mencari perlindungan pada keluarga inti dan suami. "Itu batasan pernikahan buat saya," kata dia.Â
Sementara di Skandinavia, perlindungan itu sudah diberikan kepada perempuan sebagai individu, tanpa merujuk status menikah atau tidak.
Jawaban Ayu cukup menarik untuk jadi perenungan. Tapi, aku lebih tertarik bertanya mengenai kualitas tulisan Ayu di tiga novelnya. Aku merasa ada penurunan kualitas bahasa, gaya penulisan, dan keindahan pada dua novelnya, yaitu Larung dan Bilangan Fu, dibanding Saman.