"Lho, bukankah disana sudah ada kursinya ?"
"Ya, tapi semua penuh...."
"Tidak janji juga kalau kursi itu penuh dengan barang hasil belanja. Mengapa barang-barang itu tidak dititipkan di petugas di pintu depan ?"
"Ini aku ambil, ya? Itu Mami saya sudah memanggil...." Katanya lagi. Ibunya memang sudah menunjukkan jarinya ke arah mejaku. Dua kali ia bolak-balik ke mejaku. Tapi mengapa ia balik lagi ke mejaku ?"
"Maaf, kata Mami tidak baik seorang gadis makan malam seorang diri. Bagaimana kalau kau juga bergabung ke meja kami ? Aku bawakan makanan-makananmu...." Katanya sambil mengambil dua buah piring dan satu gelas yang ada di depanku. Tak lama ia balik lagi.
"Ayo, Kalau Ia marah itu bisa membuat suasana lebih runyam. Ayo...." Aduh, mau tidak mau. Ketika sampai di mejanya, Ibu itu memperhatikan mangkuk yang masih aku pegang.
"Oh, kau suka sup jamur ? Jacob pesankan lagi dua mangkuk sup jamur untuk gadis ini. Kau menyukainya, ya ? Tapi kalau aku lebih suka sup jagung. Menurutku itu lebih enak daripada sup jamurmu itu. Jacob, kau pesankan juga sup jagung untuk gadis ini......" Tak lama kemudian empat mangkuk sup telah terhidang di depanku.
"Kau habiskan, ya ?Oh ya, mengapa kau tidak kesini bersama kawan-kawanmu ? Pasti tidak enak jika makan seorang diri." Ibu itu kembali menikmati makanan di depannya. Namun ia menoleh lagi ke arahku.
"Namamu siapa ?" Wow, ia butuh namaku juga ternyata.
"Marie."
"Marie. Nama bagus. Kalau itu anakku.Namanya Jacob dan ini ayahnya." Jacob tersenyum ke arahku. Aku seperti pernah melihat wajah seperti itu. Ah, tapi itu tidak mungkin dan itu tidak begitu penting. Hal terpenting, seperti kata Jacob, adalah bagaimana agar aku bisa menghabiskan empat mangkuk sup di depanku agar ibunya tidak merasa kecewa.