Baru saja saya membaca tulisan Budi Doank dan Flo yang membahas tentang keperawanan dan keperjakaan. Masih pentingkah untuk saat ini ?Seperti halnya Flo, saya dilahirkan dari orang tua yang taat dalam beragama. Orang tua mewajibkan kami untuk bersekolah di sekolah agama. " Sebagai bekal untuk hidup ", Kata beliau. Dan benar saja, saya yang sampai tingkat SLTA hanya melihat hal-hal sederhana diantara pergaulan para sahabat begitu masuk universitas dan bekerja warna merah kuning hijau biru ungu de el el jenis manusia semua ada termasuk pandangan mereka tentang keperawanan dan keperjakaan.
Ada A yang selalu memakai jilbab besar dan bahkan saya sesama perempuan pun tidak mengetahui rambutnya lurus, ikal, atau keriting karena di depan kami yang satu rumah pun ia tetap memakai jilbab. Setiap manusia dapat khilaf, ternyata ia telah melakukan hubungan bebas diluar nikah dan baru kami ketahui setelah hubungan itu berjalan selama 2 tahun.Dia menikah tidak dengan pasangan diluar nikahnya itu dan sekarang Ia telah berpulang ke hadirat Allah ( Semoga diampuni dosa-dosanya).Mengenangnya saya teringat semua keramahtamahan dan kebaikan-kebaikan yang telah ia lakukan pada kami dan pada semua orang.
Ada B yang semua sahabat di kampusnya rata-rata telah hamil pada saat melangsungkan pernikahan. Ia senang sekali menonton sinetron Kamila dan berpendapat bahwa semua orang dapat saja menjadi orang jahat meski orang itu menganggap sakral keperawanan.Buktinya Kamila justru yang dijahati ! Itu pandangan dia.
Ada C yang menurut saya apes karena Ia hamil setelah berhubungan dengan seorang pemuda yang sebenarnya telah sering berhubungan suami isteri dengan perempuan-perempuan lain. Setelah dilangsungkannya pernikahan pun hobbi pemuda itu tidak juga berhenti. Namun C terlihat sabar dan ikhlas menerima kenyataan tersebut.
Berkaca pada pengalaman teman-teman itulah saya sedikit bisa menyimpulkan :
1. Perempuan yang tidak menganggap sakral keperawanan biasanya lebih ramah, baik, dan penolong.
2. Pihak perempuan yang selalu menjadi korban.
3. Bagi perempuan yang mau "dihamili" sebelum "dinikahi" lebih sering dicurigai suaminya bahwa saat suami tidak di rumah ia mau diajak tidur oleh laki-laki lain.
4. Isteri "nakal" rumah tangga menjadi taruhan namun tidak demikian jika pihak suami yang "nakal".
Tips :
1. Bagaimana mengetahui calon suami masih perjaka atau tidak ? Lihatlah bagaimana cara bergaul para sahabatnya. Selain itu buka mata, buka telinga, dan buka hati untuk siap menerima informasi apapun baik atau buruk tentang pasangan.
2. Ingatlah keluarga dan buatlah komunikasi yang sehat. Jika akan mempermainkan laki-laki ingatlah bagaimana jika saudara laki-laki kita disakiti oleh perempuan lain begitu pula sebaliknya.
Lalu, bagaimana pandangan saya sendiri terlepas dari berbagai hal yang terjadi pada teman-teman saya itu ? Saya masih menganggap bahwa keperawanan adalah hal sakral namun saya dapat memahami lingkungan dan budaya sekarang. Bagaimana saya akan memaksakan pandangan saya dimana budaya setempat menganggap bahwa hilangnya keperawanan dianggap hal yang wajar seperti halnya tanggalnya satu buah gigi pada saat kita masih anak-anak. Bahkan ada satu orang teman facebook saya yang sering kali diledek oleh teman-temannya kalau Ia tidak bisa meniduri perempuan dan saya lihat bagaimana ia terlalu memaksakan diri untuk itu (ha ha ha....).Kita harus berani hidup. Setiap zaman memiliki tantangannya sendiri dan semua yang kita lakukan pasti memiliki konsekuensi logis. Jika kita sayang pada diri kita dan sayang pada keluarga kita, kita pasti akan senantiasa bijaksana dalam bertindak. Tuhan telah mempersiapkan taqdir-Nya untuk semua manusia, perawan maupun tidak perawan....Perjaka atau tidak perjaka.Selain itu, Tuhan Maha tahu.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H