Mohon tunggu...
Dom Asteria
Dom Asteria Mohon Tunggu... Jurnalis - Energy Journalist

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

3 Upaya Saling Peduli bersama Wanita Azerbaijan

18 Juli 2021   19:30 Diperbarui: 22 Maret 2022   19:58 2028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sofia Rinat, Wanita Azerbaijan. (Dok. Pribadi/Dom Asteria)

Republik Azerbaijan merupakan negara sekuler di Kaukasus yang berbatasan dengan Rusia di sebelah utara, Georgia dan Armenia di barat dan Iran di selatan.

Sofia Rinat adalah satu-satunya wanita Azerbaijan yang aku kenal dari negara ini (berharap lebih banyak). Dia lebih muda empat tahun dari aku dan berdiam di Baku, Ibukota Azerbaijan. Bertemu secara kebetulan dari satu kegiatan pendidikan secara online, akhirnya menjalin komunikasi secara lebih mendalam.

Belum pernah bertatap muka secara langsung, tetapi kesempatan itu sangat dekat. Tapi kembali kepada realisasinya nanti kita tidak pernah tahu. Rancangan manusia berbeda dengan rancangan-Nya.

Tahun ini Sofia lolos ke salah satu Univ. di Indonesia untuk melanjutkan pendidikan Master Degree. "Aku bingung mau memilih Bandung, Surabaya atau Yogyakarta", curhatnya satu waktu. "Bagaimana kalau di Jakarta? Biar jarak kita tidak terlalu jauh," usulku. "Tempatnya macet, aku suka yang tenang dan dingin", ungkapnya.

Akhirnya dengan satu dua cara kami bekerjasama untuk mencari di Univ. mana kira-kira Sofia bisa melanjutkan pendidikan, jurusan Sejarah atau Budaya. Kebetulan aku mampu sedikit menilai tutur kalimat dalam Bahasa Indonesia, akhirnya interaksi semakin sering terkait memeriksa surat-suratnya yang berhubungan dengan Kedutaan RI di Azerbaijan dan Univ. tujuannya.

Sebagai seseorang yang masih berjuang dalam hal finansial, aku sebenarnya lebih fokus pada pekerjaanku, ini yang lebih real menurutku. Karena terkait perut dan kebutuhan hidup. Meskipun demikian, kami selalu berusaha saling berkomunikasi. Dari penuturannya, untukku Sofia seorang yang sopan dan kami tidak pernah melakukan yang namanya video call. Bukan karena berparadigma buruk, setidaknya kami berdua berusaha mencoba untuk tidak video call dulu sebelum bertemu di Indonesia.

Ke depan sudah berjanji  mengelilingi Indonesia bersama dan mengenal budaya di masing-masing daerah secara lebih mendalam. Bahkan naik motor pun Sofia suka, katanya. Kita lihat saja nanti.

Bahkan untuk menulis ini dan tulisan sebelumnya aku selalu berkonsultasi ke dia, sebagai teman. Ketika kami berdiskusi tentang perasaan dan masa depan, jawaban Sofia selalu "Terserah." Hal ini berdasar faktum-faktum yang dilihatnya terkait ketaksetiaan pria dan aku punya tugas untuk membuktikan itu.

Sofia sendiri tidak terlalu peduli dengan situasi finansialku pun fisikku yang pra-rupawan, haha. Tetapi ini juga tak pernah cukup untukku karena Sofia mengaku ingin tinggal dekat dengan orang tuanya. Kebetulan Ayahnya juga mantan jurnalis, jadi dia tahu bagaimana perjuanganku sehari-hari.

Aku berkarya di salah satu media energi berbayar yang jarang diketahui publik. Tugasku lebih pada bagaimana melaporkan perkembangan situasi pemenuhan energi di Indonesia dan ini cukup menantang. Selain kemampuan bahasa, bahasa teknis, juga kemampuan menjalin relasi sangat dibutuhkan, sama seperti jurnalis semuanya.

Di masa pandemik atau tidak, bekerja lebih banyak dari rumah kecuali ada konferensi-konferensi terkait. Meski demikian, komunikasiku ke Sofia juga tidak dekat-dekat amat. Kami komunikasi seperlunya, tidak ada pertanyaan "apakah kamu tidur pakai selimut? Makan apa hari ini? Darimana saja hari ini? Sikat gigikah kamu?" dan sejenisnya. Dia juga sembari bekerja sebagai Social Manager dan Volunteer untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Indonesia di Azerbaijan.

Dia punya mimpi punya pasangan orang Indonesia. Jika ada kelak pria Indonesia yang menggantikan posisiku juga tidak masalah untukku, karena aku masih ingin tinggal di Indonesia. Dan kalau berakhir ke dia, syukur entah tinggal dimana pun kelak. Kecintaanku kepada tanah air seperti aku juga mencintai diriku.

Yang menarik untukku lebih pada aku diberi kesempatan oleh Sang Ada berkomunikasi dengan wanita yang bukan dari negaraku sendiri dan itu berlangsung secara alami tanpa ada niat sebelumnya cari-mencari. Tidak perlu untukku juga menunggu kontaknya.

Kesederhanaan satu sama lain menjadi cita-cita kami karena kebetulan kami suka dengan tipe-tipe kesederhanaan, dunia budaya, bahasa dan musik sesekali menyelangi. Sejauh ini kami tidak ada mengikat hubungan sebagaimana biasa aku alami. Boleh dikatakan stuck di zona pertemanan.

Tidak ada juga upaya satu sama lain untuk melangkahkan lebih jauh karena berjanji bertemu dulu, untuk mencocokkan satu sama lain. Aku menulis ini agar ada kenangan bahwa aku pernah menuturkan tentang wanita Azerbaijan lepas kelak menjadi satu keluarga atau tidak. Setidaknya mengenalnya sebagai seorang sahabat, itu sudah lebih dari pada cukup. "Cinta" tidak harus memiliki bukan?

Dia dan aku adalah makhluk historis. Jika ditelisik dari tulisan Joachim Fischer (2018) untuk menciptakan kesatuan antara roh, jiwa, dan badan (Geist, Seele, Leib) itu memerlukan saling-hubung antara organ-organ fisik, psikis dan tubuh dalam hirarki akal budi, kehendak (volition), emosi, hasrat. Percaya bahwa dua kultur yang berbeda bisa saling menopang (koekstensif) sekaligus pada saat yang sama tetap bersifat tak-tereduksi.

Adapun bentuk kepedulian aku dan Sofia ialah:

Sofia Wanita Azerbaijan yang lebih suka diberi hadiah bunga. (Dok. Pribadi/Dom Asteria)
Sofia Wanita Azerbaijan yang lebih suka diberi hadiah bunga. (Dok. Pribadi/Dom Asteria)

1. Kamu adalah aku

Emmanuel Levinas menawarkan cara memandang "orang lain" sebagai wajah yang menampakkan diri kepada "aku". Wajah itu eksterior, memiliki keberlainan, bermakna dalam dirinya sendiri dan luhur.

Berhadapan dengan wajah "orang lain", "aku" membangun relasi yang asimetri dengan "orang lain". Relasi jenis ini membutuhkan kehadiran konkret, yang memungkinkan seseorang untuk melakukan percakapan. Kehadiran konkret tidak harus selalu bertemu secara fisik, tetapi saling berkabar dan menunjukkan bahwa "aku ada".

Aku ada dibuktikan dengan kepedulian mengetahui perjuangan "orang lain" dan itu juga perjuangan "aku". Saling mendukung itu tidak pernah mudah. Pengalaman di belakang mengajarkanku bagaimana bahwa jauh lebih baik mencintai diri secara tulus. Mencintai "orang lain" secara sewajarnya juga sebuah bentuk kepedulian.

2. Kehadiran

Gabriel Marcel pernah menuliskan "getting to Mars is a problem, falling in love is a mystery". Jatuh cinta selalu misteri, jika jatuh cinta pun Sofia ke aku, namun semesta tidak mendukung toh sia-sia.

Jika aku pun ngebet mengejar, tetapi tidak ada dukungan dari berbagai pihak, sama saja sia-sia bukan? Salah satu kata kunci untuk melukiskan hubungan manusia dengan sesamanya ialah kata "kehadiran". Hadir di sini bukan berarti pada tempat yang sama, tapi kehadiran diwujudkan jika "aku" berjumpa dengan "engkau".

"Kehadiran" di sini direalisasikan secara istimewa dalam cinta. Di sini, bentuk konkrit cinta hadir dalam kesatuan antara "aku" dan "engkau" yang mencapai taraf "kita". Kehadiran kami ialah berusaha untuk terbuka. Sofia dan aku tidak suka video call, telponan, itu adalah bentuk mencintai yang selalu mengandung keinginan (permohonan) terhadap sesama. Kedua belah pihak antara "aku" dan "engkau" memiliki kesetaraan dan keterbukaan serta saling kebersediaan.

3. Membuang Keegoisan dan Adanya Sikap Penerimaan

Kembali kepada apa yang diketengahkan Marcel, dalam kata "mencintai" ada sebuah karakteristik atau unsur yang perlu ada dalam kesungguhan mencintai. Diawali dengan suatu sikap kesediaan membuang keegoisan (disposability) dan membuka diri bagi orang lain masuk untuk berhubungan dengan kita.

Aku bahkan pernah mengatakan "aku mungkin lebih baik mencari wanita Indonesia untuk menjadi masa depanku ya?" Dan Sofia mengizinkan, meski pada akhirnya aku tidak melaksanakan, haha. Sebelum aku merasa cukup dalam kesendirian dan adanya wujud pertemuan nyata.

Sikap penerimaan (receptivity) terhadap orang lain yang telah masuk ke dalam hati kita itu penting untuk kemudian membentuk adanya keterlibatan (engagement). Keterlibatan kami lebih pada bertukar informasi, perhatian, meski dari sudut pandangku sebagai seorang Indonesia tidak dalam-dalam juga. Karena satu sama lain disibukkan pekerjaan masing-masing. Terlalu berharap juga tidak baik, jalani seperti air mengalir. Mengubah jalur air bisa menyenangkan, tapi dia tidak akan pernah membahagiakan.

Ketika semua dijalani dengan apa adanya niscaya hadir kesetiaan (fidelity). Aku suka dengan kesetiaan dan itu hukum mutlak, pun sebaliknya.

Aku berharap ataupun Sofia jika semesta sekali lagi tidak menyetujui, "ngapain?". Tapi intinya tetaplah bersahabat dengan siapa saja, setiap orang itu baik dan benar, tergantung kita bagaimana mengatur porsi perhatian. Mempunyai sahabat yang semakin banyak jauh lebih menguntungkan daripada melupakan satu orang yang mengecewakan kita.


Dom Asteria

Minggu, 18 Juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun