Nota bene: Konten disadur seperlunya dari Buku "Overcoming Emotions That Destroy" yang ditulis oleh Chip Ingram & Dr. Becca Johnson, ANDI: 2011
Coba kamu hitung berapa kali dalam sehari meluapkan kemarahan atau malah menahannya? Apakah benar ada manusia yang tidak pernah marah? Apakah mudah untuk mengatakan tidak pada sakit hati? Apakah mudah untuk move on dari masalah? Pernahkah kita mencoba barang sebentar merefleksikan hal-hal ini? Sekurang-kurangnya sebentar sebelum tidur usai menjalani aktivitas seharian?
Sebagai manusia, kita dikelilingi oleh berbagai pengalaman yang datang silih berganti. Dia tertanam dalam benak kita, terungkap pada suatu momen atau tersingkap pada saat kita berkomunikasi dengan alter ego (aku yang lain).
Pertanyaan mendasar terkait kemarahan atau beberapa menyebutnya emosi negatif ialah: apakah kita punya niat menguraikan cara-cara konstruktif (bersifat memperbaiki) untuk mengatasi emosi negatif yang hampir selalu menghancurkan diri? Barangkali paparan berikut berguna dan selamat membaca!
Kemarahan dan Jenisnya
Aku mendapati pengertian demikian, kemarahan itu baik untuk memelihara maupun untuk melindungi. Justru menjadi masalah karena digunakan dengan cara yang keliru, terjadi terlalu sering, berlangsung terlalu lama dan berakibat pada perilaku yang tidak pantas.
Kemarahan biasanya dapat dipicu atau dipengaruhi oleh keadaan, usia, budaya, gender, kepribadian, keluarga dan masa lalu. Menulis kata masa lalu ini, aku langsung teringat pada satu momen yang memicu berakhirnya sebuah hubungan, oalah.
Profil kemarahan itu ada tiga: pemuntah, pemendam dan pembocor!
Pemuntah mengekspresikan kemarahan dengan agresif, meluapkan emosinya dan bisa berujung pada tindakan kekerasan yang bersifat destruktif (merusak, menghancurkan). Dia ingin menunjukkan kuasa sekaligus melepas emosi negatif. Ape lo, ape lo? Salah satu contoh nyata.
Seorang pemendam menganggap marah itu dosa dan buruk, maka ia memendam amarahnya. Jika ditelisik pada keempat tipe kepribadian manusia yang ditulis Sigmund Freud, ini adalah seorang plegmatis.
Ia menyangkal diri, menahan, mengatakan tidak marah padahal sebenarnya marah. Ia takut kehilangan orang sekitar atau dituduh pemarah. Akibatnya, ia sendiri menahan sesak dada karena amarahnya yang ditumpuk dan dipendam. Mungkin ya, ini sering dianut oleh kaum Hawa yang memilih bertahan daripada melepas. Suatu saat ini bisa meledak!
Pembocor juga menganggap marah itu sesuatu yang buruk bahkan teramat buruk. Pembocor tidak meluapkan amarahnya, ia menahan amarah dan mengatakan tidak pada tindakan marah. Tetapi kalau ada kesempatan, ia akan membalas amarahnya itu dengan mengkritik atau menyinggung orang yang membuatnya marah.Â
Pernah kan bertemu teman dengan tipe ini? Ungkit teros, ungkit teros, haha. Ketika pembocor menemukan lawanya itu salah, ia akan mencentil dan membuat orang itu jengkel. Untuk aku, teman tipe ini adalah orang yang cerdas karena dia punya berbagai cara dalam menyinggung.
Penyebab Kemarahan
Sesungguhnya, kemarahan bukanlah perasaan pertama yang datang, walaupun kesannya menjadi perasaan pertama yang muncul ke permukaan. Dikatakan, kapan pun kemarahan terkuak, emosi lain sudah ada sebelumnya.
Kemarahan ini merupakan respon sekunder yang memberitahu kita bahwa ada sesuatu yang hilang, salah atau tidak nyaman dan butuh diperiksa, diperbaiki atau diganti. Kemarahan itu seperti lampu merah yang menyala di dashboard mobil. Kegagalan kita adalah kita cenderung melihat lampu sebagai masalah, bukan melihat yang ditandakan lampu itu. Bahkan jika kita membongkar dashbor-nya dan mengganti bola lampu itu, masalah tetap ada. Lampu merah masih menyala. Mengapa? Ada yang salah dengan mobilnya, bukan dengan lampunya.
Ada banyak emosi yang mungkin kita temukan di balik kemarahan, seperti sakit hati, rasa bersalah, tanpa kuasa, pengkhianatan, rasa tidak aman, penolakan, harapan dan mimpi yang sirna, merasa dijebak, keputusasaan, ketidakberdayaan, harapan-harapan yang tidak terpenuhi, kebencian, iri, cemburu, kesombongan, rendah diri, kegagalan, perasaan tidak berharga, kesendirian, depresi, kekhawatiran, kegelisahan, tertekan, stres, kekecewaan, penyesalan, kelelahan, lelah, duka. Untuk menyelesaikan masalah kemarahan kita perlu mengenali alasan pokoknya.
Kemarahan itu seperti pucuk gunung es. Kemarahan kerap menjadi hal yang tampak oleh mata, tetapi tidak menunjukkan keseluruhan masalah yang sebenarnya. Jauh di bawah terdapat emosi-emosi primer yang mendorong kemarahan mencuat ke permukaan. Kemarahan adalah sinyal sekunder yang memberi tahu bahwa ada sesuatu yang salah di bawah. Kita perlu menyiangi kemarahan itu. Menyiangi kemarahan itu ibarat menyiangi rumput liar. Cara terbaik untuk menyiangi rumput liar adalah menggali dan mencabut semua bagian rumput liar itu sampai ke akar-akarnya. Demikian juga kemarahan harus kita tuntaskan sampai ke akarnya.
Kemarahan bisa muncul karena luka akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Kita membutuhkan banyak hal dalam hidup, entah kebutuhan besar atau kecil. Misalnya, kita membutuhkan makanan ketika lapar. Ternyata makanan tidak ada. Akibatnya, kita marah-marah. Untuk mengatasi kemarahan seperti itu ada dua hal penting. Kita harus mampu mengenali apa saja kebutuhan kita dan kita harus mampu mengkomunikasikannya secara efektif dengan cara yang tidak mengancam dan jelas.
Kemarahan juga muncul karena frustasi akibat harapan yang tidak terpenuhi. Setiap orang memiliki harapan. Entah itu terucap atau tertulis, dinyatakan secara jelas atau dipahami secara samar. Saat kita berharap sesuatu dan kenyataannya tidak demikian, kita frustasi. Saat aku berharap berjodoh dengan seseorang, ternyata dia memilih yang punya Honda Jazz daripada Honda Beat, aku frustasi.Â
Frustasi juga dapat muncul dari sebuah peristiwa, jalanan macet, antrian panjang, dlsb. Merasa frustasi kerap berujung pada kemarahan, tidak peduli apakah hal yang merintangi jalan kita itu nyata atau bayangan kita saja.
Kemarahan ini juga bisa muncul karena tuntutan yang tidak terpenuhi. Tuntutan ini sebenarnya adalah harapan, tetapi harapan dengan mudah berubah menjadi tuntutan. Ketika tuntutan kita terhalang, kita marah. Saat kita menggunakan kata-kata mestinya, harusnya, harus, selalu dan tidak pernah, kita sudah menuntut bukan berharap.
Sebab lain dari kemarahan adalah rasa tidak aman akibat harga diri yang terancam. Perasaan tidak aman dapat muncul dari orang yang tidak menghargai kita, komentar-komentar melecehkan tentang kemampuan kita. Hal ini terjadi saat pekerjaan kita sedang dipertaruhkan, karakter kita difitnah, rahasia-rahasia kita dibongkar, kecerdasan kita dikecilkan, atau kehadiran kita diabaikan, ejekan, hujatan ketidaksabaran, intoleransi, obrolan sumbang, Saat hal-hal ini terjadi, kita merasa terancam dan tidak aman yang kemudian berujung pada kemarahan. Walaupun kemarahan muncul dipermukaan, rasa tidak amanlah yang berada dibaliknya.
ABCD-nya Kemarahan
Untuk mengenali dan mencari tahu hal yang terdapat di bawah kemarahan itu, Chip dan Becca memberi langkah-langkah yang disebut dengan ABCD-nya kemarahan.
A=Acknowledge (Akui), akui bahwa Anda marah. Akui, terima dan kenali kemarahan tersebut.
B=Backtrack (Mundur), Mundur ke emosi primer. Tanyakan kepada diri anda: mengapa saya marah? Apa yang sesungguhnya sedang saya rasakan? Apa penyebab mendasar kemarahan saya?
C=Concider (Pikirkan), pikirkan penyebabnya. Tanyakan kepada diri anda: siapa atau apa yang menyebabkan kemarahan itu terjadi? Siapa atau apa yang membuat saya frustasi? Siapa yang menyakiti atau melukai saya? Rencana-rencana apa yang gagal? Apa yang telah terjadi?
D=Determine (Tentukan), tentukan cara terbaik untuk menghadapinya. Tanyakan pada diri anda: bagaimana seharusnya saya merespons kemarahan? Apa yang seharusnya saya lakukan? Kapan? Caranya? ABCD-nya kemarahan ini menolong kita menghadapi berbagai persoalan dengan cara sederhana, mendasar dan mudah diikuti.
Kemarahan itu bisa diubah dari lawan menjadi kawan. Untuk melakukan ini kita perlu menerapkan ABCD-nya kemarahan. Pertama kita lakukan adalah mengakui kemarahan, jangan memendam atau mengatakan tidak marah. Kemudian kita mencari tahu apa penyebab primernya. Mengapa saya marah? Apa yang saya rasakan? Frustasi? Kecewa? Kesal? Terancam? Berikutnya, kita memikirkan penyebabnya.
Faktor-faktor apa yang mengakibatkan kita merasa seperti yang kita rasakan? Kita bisa melihat masa kini. Apa yang terjadi? Kita juga dapat mempertimbangkan faktor apa saja pada masa lalu yang berakibat pada perasaan yang kita alami? Setelah menemukan jawabannya, kita menetapkan cara terbaik untuk menghadapinya. Kemarahan itu sebaiknya diekpresikan atau dialihkan dan dilepaskan.
Kemarahan itu dikomunikasikan secara langsung atau tidak langsung kepada orang yang membuat kita marah. Orangnya bisa dijumpai secara langsung atau melalui telepon atau surat. Kemudian kita melakukan kegiatan-kegiatan yang secara fisik aktif dan menenteramkan emosi.
Marah itu adalah pilihan. Kita mengeluarkan kemarahan dengan cara menyerang atau tegas adalah pilihan. Saat kita memilih untuk memikirkan, mempertimbangkan, merenung dan berkomitmen pada kata-kata yang dipertimbangkan dan terpilih dengan baik, kita dapat menangani kemarahan dengan cara yang terbaik. Ini tidak mudah tetapi kita jangan menyerah saat keadaan bertambah kasar dan sulit.
Chip dan Becca juga menguraikan bagaimana kita mengelola kemarahan. Pengelolaan kemarahan terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1) cepatlah mendengar, 2) lambat untuk berbicara dan 3) lambat untuk marah.
1. Cepatlah mendengar
Apa yang seharusnya kita dengarkan?Â
1) Kita cepat mendengar hal yang menyulut kemarahan kita. Kita dengarkan emosi primer atau alasan mendasar bagi kemarahan kita.Â
2) Kita cepat mendengar orang lain. Kita menjadi penyimak yang aktif dan penuh perhatian. Saat kita menjadi penyimak yang lebih baik, kita sering mendapati bahwa beberapa dari kemarahan kita hanya disebabkan oleh salah komunikasi, salah paham karena seseorang menggunakan kata-kata yang bagi kita tampaknya diliputi emosi. Keterampilan menyimak lebih baik akan menyelesaikan banyak konflik sebelum itu terjadi.Â
3) Menyimak apa yang dikatakan Sang Ada. Mendengarkan-nya dapat memperlambat respons kemarahan kita.
2. Lambat untuk berbicaraÂ
Lambat untuk berbicara tidak berarti kita bicara perlahan seakan-akan dalam gerakan lambat. Lambat untuk berbicara berarti kita berpikir sebelum bicara, menimbang kata-kata kita dengan teliti. Kita mesti mengendalikan kata-kata kemarahan yang justru membuat persoalan semakin runyam. Kalau perlu, kita bisa mengambil waktu jeda. Jika kemarahan mulai membara, berhentilah dan dinginkan diri anda. Waktu jeda akan membantu anda dan orang lain merasa lebih aman dan lebih terkendali.
3. Lambat untuk marah
Semakin panjang waktu hingga kita berpotensi untuk meledak, semakin baik kesempatan untuk melakukan aksi luar biasa untuk menjinakkan bom kemarahan dalam diri kita. Ada beberapa saran untuk memperlambat kemarahan, yaitu:Â
1) Komunikasikan kebutuhan Anda dengan sikap tanpa maksud menuduh;Â
2) Cobalah untuk memahami dan mengakui sudut pandang orang lain; 3) Tetaplah pada persoalan dan fakta-faktanya (jangan menyerang karakter orang);Â
4) Kenali jalan keluar yang mungkin diambil (negosiasi, kompromi, kerja sama, bergiliran dan sebagainya);Â
5) Pertahankan ketenangan, rasa hormat, dan keobjektifan dan tetaplah terbuka untuk masukan dan/atau gagasan baru;Â
6) Jika diskusinya memanas, pertimbangkanlah untuk mengambil waktu jeda.
Sebenarnya, sebelum kemarahan terjadi kita dapat menghentikannya.Â
Salah satu caranya adalah memperkecil stres. Stres dan kemarahan memiliki hubungan. Semakin tertekan, terbakar, kewalahan, atau sibuk kita, semakin rentan kita kepada kemarahan. Kunci untuk mengurangi jumlah kemarahan yang kita rasakan terletak pada kemampuan kita untuk memperkecil stres yang disebabkan oleh sejumlah peristiwa dan keadaan seperti pekerjaan, rumah, hubungan, kesehatan, keuangan, dan keluarga kita.Â
Semakin kita tertekan stres, semakin mungkin kemarahan muncul. Bagaimana cara memperkecil stres? Caranya ialah hilangkan ketergesa-gesaan, turunkan harapan, akui kesalahan, lebih banyaklah tertawa, rawatlah diri anda dan ketahuilah hal yang memicu kemarahan anda.
Dom Asteria, 17 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H