Muhammad Hossein Jabbar di dalam bukunya Mendadak Jadi Dai; Menu Ceramah Spesial Sepanjang Masa, menuliskan bahwa setidaknya ada tiga kondisi yang akan dialami manusia ketika menghadapi kematian.
Pertama, merasa sedih karena fitrahnya, manusia ingin hidup selama mungkin.Â
Sebagaimana firman Allah Ta'ala, yang artinya: "Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 96)
Kedua, merasa takut karena membayangkan betapa ngerinya saat malaikat maut mencabut nyawanya, merasa gelisah karena membayangkan kesunyian dan kegelapan alam kubur dan merasa takut dengan siksa kubur.Â
Ketakutan dan kegelisahan ini biasanya dialami oleh orang-orang musyrik, dan siapa saja yang melanggar perintah-perintah Allah.
Sedangkan orang yang beriman kepada Allah tidak selayaknya takut menghadapi kematian, sebab kematian merupakan sebuah kepastian dan ketetapan Allah SWT.
Ketiga, merasa bahagia karena akan segera bertemu sang kekasih yaitu Allah SWT.Â
Keadaan ini telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
"Barang siapa senang berjumpa dengan Allah, maka Allah pun senang berjumpa dengannya dan barangsiapa yang benci berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benci berjumpa dengannya."
Lalu Aisyah ra. berkata, "Wahai Rasulullah, apakah itu maksudnya juga benci kepada kematian, padahal setiap kita membenci kematian?"
Rasulullah SAW bersabda:
"Bukan begitu, tetapi seorang mukmin apabila telah diberi kabar gembira dengan rahmat dan ampunan Allah, ia senang berjumpa dengan Allah dan Allah pun senang berjumpa dengannya. Dan sesungguhnya orang kafir apabila ia telah diberi kabar dengan siksa Allah dan marah-Nya, makai a benci berjumpa dengan Allah dan Allah pun benci berjumpa dengannya." (HR. Muslim)
Hendaknya, kita sebagai seorang mukmin harus mempunyai keberanian dalam menyambut kematian. Kita tak perlu menghindar, lari apalagi bersembunyi sebab hidup kita selalu diintai dengan kata kematian. Hendaknya karena kematian itu adalah sesuatu yang jelas dan akan menghampiri setiap yang bernyawa maka sebaiknya kita senantiasa memperhatikan amalan kita, gerak-gerik kita bahwa semuanya akan terlihat dan akan mempunyai catatan lengkap yang akan dinampakkan kelak di akhirat.Â
Mari tingkatkan amal saleh, selain dengan ibadah adalah dengan bantu sesama. Mudah-mudahan yang demikian tidak hanya meningkatkan derajat di sisi Allah, namun juga menjadi pundi pahala bagi kita.
Daftar Pustaka: Musyafa, Haidar. (2018). Hidup Sesudah Mati. Yogyakarta: Checklist
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H