"Nah," kata Ika, "sekarang kita bahagia."
"Bahagia," timpal Yanto ragu.
Ini hanyalah masalah keyakinan. Masa depan tampak begitu sulit dihadapi. Ada rasa lelah dan marah, tapi lebih dari segalanya adalah kehampaan akibat rasa tidak percaya diri.
Sambil berbaring diam, Yanto menyaksikan langit-langit kontrakannya. Ada bayang yang terlintas di atas seperti kabut yang melayang. Pikiran itu muncul seperti foto di kepalanya, sebuah gunung putih besar yang telah didakinya sepanjang hidup dan ia sekarang menyaksikan gunung itu runtuh ke arahnya, semua tragedi itu masih terasa nyata. Ia memaksakan diri untuk tidak memikirkannya, tetapi selalu saja terpikir kembali. Rasanya muak dan ia ingin meneriakkan hal terburuk yang bisa diumpatkan-bang**t!--dan betapa ia tak bisa menghentikannya dan tak bisa berfikir jernih dan tak bisa berhenti meneriakkannya dalam kepala--bang**t!--karena tak ada yang bisa dilakukannya, karena segalanya begitu brutal, dan muak.
Terkadang ia merasa gila. Benar-benar gila. Saat malam mulai larut, ia bisa merasakan amukan pembunuh di dalam dirinya. Ia tak bisa memendamnya, tapi tak bisa juga melampiaskannya. Ia ingin menyakiti sesuatu, menyambar pisau mulai memotong dan menebas tanpa henti. Semua perjuangannya selama bertahun-tahun, menikah dengan wanita yang dicintainya. Memimpikan masa depan yang gemilang, namun segalanya runtuh hanya dalam semalam.
Yanto menggelengkan kepala pelan dan sepintas terdengar jingle iklan di televisi yang mereka hiraukan. Malam ini dingin, seekor ngengat terbang berputar-putar di sekitar lampu ruangan. Lupakan saja, batinnya. Jangan berfikir.
Lama kemudian, setelah mulai berfikir lagi ia memeluk Ika erat-erat. "Bali," bisiknya dengan yakin, "Kita akan ke sana. Hotel mewah, debur pantai, wisata lengkap."
"Kau janji?"
"Tentu saja," katanya. "Aku janji."
Ika tersenyum mendengarnya. Yanto tak melihat senyum itu, tapi ia bisa mendengarkannya dari suara Ika saat ia berkata, "Aku ingin bersamamu selamanya dalam suka ataupun duka."
Kemudian diambilnya remote televisi lalu ditekannya tombol off. Mereka diam lama sekali dan berbaring dalam sunyi, menunggu hal-hal terjadi, sebuah keajaiban terjadi mendadak. Yang mereka inginkan hanyalah agar hidup mereka kembali menyenangkan seperti sediakala.