Halo teman-teman pembaca online, saya Layli Aisyah seorang mahasiswa S1 UNJ jurusan Pendidikan Masyarakat dengan tulisan ini saya ingin menyampaikan bagaimana pandangan saya terhadap penyediaan fasilitas umum narapidana menurut aturan Nelson Mandela dengan referensi-referensi sumber yang telah dibaca.Â
Kabar menyedihkan terjadi di Lapas Pemuda Tangerang akibat kebakaran  yang menewaskan 41 narapidana dan 72 mengalami luka-luka. Lapas yang mengalami overkapasitas mencapai 2072 orang yang seharusnya bisa menampung 600 narapidana. Kebakaran terjadi di blok C2 pukul 03.15 WIB yang diduga akibat korsleting listrik.
Dari berita diatas kita tahu bahwa fasilitas umum yang seharusnya dimiliki oleh setiap narapidana, namun belum terpenuhi. Lalu bagaimaan seharusnya kebijakan yang dimiliki setiap lapas dalam memfasilitasi kebutuhan para narapidana nya. Yaitu sesuai aturan 42 Nelson Mandela menyatakan “Kondisi kehidupan umum yang diatur dalam peraturan ini, termasuk yang berkaitan dengan penerangan, pencahayaan, suhu, sanitasi, nutrisi, air minum, akses ke udara terbuka dan latihan fisik, kebersihan pribadi, perawatan Kesehatan dan ruang pribadi yang memadai, harus berlaku untuk semua penderitaan tanpa kecuali. Aturan Standar Minimum mendorong upaya berbasis untuk mengatasi kesulitan praktis yang terkait dengan penerapan nya yang mewakili kondisi minimum yang diterima secara wajar dan dapat dipraktikkan oleh Organisasi PBB. Peraturan Standar Minimum tidak dimaksudkan untuk mencegah percobaan dan praktik lainnya selama mereka konsisten dengan prinsip yang ditetapkan dan cenderung mempromosikan tujuan yang diturunkan dari teks Peraturan Standar Minimum ini secara keseluruhan. Otoritas pusat selalu dibenarkan untuk memberikan izin kepada administrasi penjara dengan berbagai variasi dan aturan yang berbeda-beda disetiap negara, kita dapat menggali apakah aturan 42 sudah diimplementasikan dengan bijak diberbagai penjara di negara terutama di Indonesia.
Dalam langkah menjaga dan memperkuat kemampuan beradaptasi para tahanan dengan masyarakat maka kehidupan penjara harus semirip mungkin. Semakin lama mereka berada di penjara, semakin besar kemungkinan mereka akan kehilangan kemampuan untuk menjalani kehidupan normal dan mandiri serta menjaga kehidupan dalam publikasi. Ini juga harus mencakup langkah-langkah untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan selama mereka di penjara, serta keselamatan staf penjara, penyedia layanan dan pengunjung.
Mewujudkan kondisi hidup yang aman dan nyaman serta untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di kawasan pemukiman, maka perlu digunakan standar untuk memperkirakan tingkat hunian lapas. Standar penilaian standar lapas/rutan yang disusun mengacu pada sistem keamanan lapas yang ada, yaitu sistem keamanan statis, sistem keamanan dinamis, dan sistem keamanan prosedural.
Filosofi Delay berfungsi memperlambat akses keluar masuk penghuni dalam mencegah adanya pelarian narapidana secara massal dan terjadinya penyerangan, filosofi Detect berfungsi memudahkan pemantauan narapidana, dan terakhir filosofi Halt berfungsi mengendalikan ketika terjadi kemungkinan penyimpangan tahanan.
Persyaratan pemenuhan dari segi lingkungan sesuai UU RI No 4 Tahun 1992, antara lain:
- Memiliki batas wilayah yang jelas, antara pasar dan lingkungannya
- Bahan Langit-langit menyerap panas dan menahan rembesan
- Bahan lantai kedap air dan mudah dibersihkan
- Udara segar diperlukan untuk menjaga suhu dan kelembapan udara dalam ruangan
- Kelembapan udara berkisar 40%-60%
- Suhu udara berkisar 18℃
- Penjara menyediakan pelayanan sekurang-kurangnya satu petugas medis berkualifikasi
- Tahanan diharuskan menjaga kebersihan pribadi dengan disediakan alat-alat kebersihan
- Tahanan diberikan sekurang-kurangnya satu jam untuk latihan fisik mandiri di udara terbuka
Realitasnya pada lapas-lapas di Indonesia yang memiliki berbagai keragaman dengan perbedaan wilayah, tempat, budaya yang membuat antara lapas satu dengan lainnya pasti berbeda dari segi aturan, pembinaan, dan lainnya tetapi bertujuan yang sama untuk dapat menjadi tempat untuk para narapidana melakukan pembinaan.
Kelebihan penghuni lapas merupakan salah satu persoalan yang masih terus dihadapi di rumah hunian seperti contoh yang telah dipaparkan diatas bahwasanya Overcrowding merupakan salah satu penyumbang persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kapasitas lapas di Indonesia adalah 170 ribu, namun saat ini lapas sudah terisi sebanyak 360 ribu narapidana Sebanyak 160 ribu narapidana berasal dari kasus narkotika dimana 80 % adalah pengguna.
Berdasarkan konsep aturan yang terdapat pada aturan 42 harapannya setiap narapidana berhak mendapatkan kondisi fasilitas sarana dan prasarana yang memadai tanpa terkecuali, tidak membedakan baik dari ras, agama, warna kulit, budaya dan lainnya. Fasilitas tersebut memang harus disediakan oleh setiap lapas. Jika dilihat kondisi tersebut memang kondisi umum yang harus dimiliki setiap lapas, namun kenyataannya tidak semua lapas mampu menghadirkan dan memadai kondisi tersebut. Melihat contoh yang terjadi di lapas Indonesia, memiliki permasalahan yang sama yaitu overcrowding penghuni lapas, overcrowding tersebut terjadi karena ketidakseimbangan jumlah penghuni dengan luas tempat yang tersedia, sehingga bisa menyebabkan ketidaknyamanan penghuni lapas dan kesulitan pengawasan penjaga dalam mengawasi para narapidana apalagi jika jumlah staff tidak sebanding dengan jumlah penghuni. Overcrowding penghuni lapas memang menjadi masalah yang terus menerus terjadi di Indonesia terutama di lapas-lapas yang jauh dari ibukota sehingga tidak terlihat perkembangannya secara signifikan. Akibat Overcrowding penghuni lapas berarti belum sesuai dengan aturan 42 Nelson Mandela, karena pastinya jika kelebihan muatan maka penyediaan kondisi fasilitas sarana dan prasarana tidak dapat maksimal dan membutuhkan jauh lebih banyak penyediaan dan perawatan dalam kondisi fasilitas sarana dan prasarana tersebut.
Memperbaiki kualitas pelayanan pada rumah hunian lapas menjadi langkah penting yang sebaiknya tidak ditunda-tunda terutama kepada lapas-lapas yang memiliki overcrowding penghuninya. Peran pemerintah atau negara untuk hadir sebagai langkah kerjasama dan mensupport demi meningkatkan pelayanan fasilitas umum di rumah hunian. Peningkatan fasilitas umum perlu dilakukan secara berkala guna melakukan perubahan menjadi yang lebih baik lagi sesuai dengan keadilan dan kelayakan bagi para narapidana. Rumah hunian yang tidak layak akan memberikan persepsi buruk dari masyarakat terhadap pelayanan dan fasilitas yang terdapat pada penegak hukum di Indonesia.
Melihat realitas yang terjadi pada Sebagian besar rumah hunian di Indonesia, perlu menjadi perhatian khusus pemerintah untuk dapat meningkatkan pelayanan yang terbaik untuk para narapidana. Jika pemerataan antara penghuni dan luas tempat rumah hunian dapat terselesaikan dengan baik maka masalah Overcrowding rumah hunian tidak akan terjadi. Walaupun memang tidak bisa secara langsung dapat ditingkatkan pelayanan fasilitas umum di penjara, namun dengan langkah demi langkah pembenahan dapat membantu dalam meningkatkan kelayakan rumah hunian di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H